Palembang (ANTARA Sumsel) - Direktur Utama Pembangunan Apartemen Orchid Palembang Hartono Gunawan selaku terdakwa kasus penipuan pemberian giro kosong pingsan, saat pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu.
Kejadian itu saat Hartono yang menjadi terdakwa pertama duduk di kursi pesakitan bersama Fende Petrus Yong Fendi selaku terdakwa kedua.
Setelah sekitar 10 menit mendengarkan Ketua Majelis Hakim Ali Makki membacakan putusan, ia pun terjerembab ke lantai dan langsung mendapat pertolongan medis dengan digulingkan pada sebuah kursi panjang di dalam ruang sidang.
Kondisi itu membuat hakim menghentikan sidang sementara waktu.
Namun, lantaran terdakwa tetap tidak sadarkan diri, Majelis Hakim memutuskan sidang dilanjutkan pada Kamis (25/7) dengan syarat kesehatan terdakwa telah pulih.
Terdakwa pun segera dilarikan ke RS Charitas Palembang untuk mendapatkan perawatan.
Sementara, pengacara terdakwa Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa mengatakan sejak sepekan terakhir terdakwa mengalami penurunan kondisi fisik.
"Kuasa hukum telah mengajukan surat meminta penangguhan penahanan untuk izin berobat, tapi tidak diizinkan Majelis Hakim," katanya.
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril menolak nota keberatan kedua terdakwa yang didakwa atas penipuan pemberian giro kosong kepada pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar.
"Dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan karena secara kronologis telah dijelaskan mengenai kapan dan dimana perbuatan itu dilakukan, serta bagaimana caranya sehingga menolak nota keberatan terdakwa," kata JPU.
Keduanya terdakwa telah mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Palembang sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar
JPU dalam dakwaannya menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.
Kejadian itu saat Hartono yang menjadi terdakwa pertama duduk di kursi pesakitan bersama Fende Petrus Yong Fendi selaku terdakwa kedua.
Setelah sekitar 10 menit mendengarkan Ketua Majelis Hakim Ali Makki membacakan putusan, ia pun terjerembab ke lantai dan langsung mendapat pertolongan medis dengan digulingkan pada sebuah kursi panjang di dalam ruang sidang.
Kondisi itu membuat hakim menghentikan sidang sementara waktu.
Namun, lantaran terdakwa tetap tidak sadarkan diri, Majelis Hakim memutuskan sidang dilanjutkan pada Kamis (25/7) dengan syarat kesehatan terdakwa telah pulih.
Terdakwa pun segera dilarikan ke RS Charitas Palembang untuk mendapatkan perawatan.
Sementara, pengacara terdakwa Rusmin Wijaya dan Bregas Andariksa mengatakan sejak sepekan terakhir terdakwa mengalami penurunan kondisi fisik.
"Kuasa hukum telah mengajukan surat meminta penangguhan penahanan untuk izin berobat, tapi tidak diizinkan Majelis Hakim," katanya.
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahasril menolak nota keberatan kedua terdakwa yang didakwa atas penipuan pemberian giro kosong kepada pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar.
"Dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan karena secara kronologis telah dijelaskan mengenai kapan dan dimana perbuatan itu dilakukan, serta bagaimana caranya sehingga menolak nota keberatan terdakwa," kata JPU.
Keduanya terdakwa telah mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Palembang sejak 17 Juni 2013 atas laporan pengusaha properti HM Muhdi Abu Bakar, karena menerima pembayaran hutang dalam bentuk giro kosong senilai Rp2,03 miliar
JPU dalam dakwaannya menyatakan bahwa terdakwa dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi hutang, atau menghapus hutang piutang para periode November-Desember 2011.
Dalam dakwaan itu dipaparkan aksi terdakwa diawali berkenalan dengan HM Muhdi Abu Bakar selaku Komisaris Utama PT Sukses Bersama Centerpoin, dan mengajak bekerja sama untuk pembangunan Orchid Residence Apartemen di Palembang yang dijanjikan bakal menjadi apartemen mewah pertama di kota itu.
Untuk meyakinkan korban, Hartono Gunawan membeli saham PT Sukses Bersama Centerpoint dan sepenuhnya diambil alih Hartono dan Petrus untuk menjalankannya.
Namun, untuk menjalankan aksinya agar pembangunan Orchid tetap berjalan, kedua tersangka ini meminjam uang kepada HM Muhdi Abu Bakar dengan total Rp2,1 miliar.
Pinjaman kemudian dibayarkan dengan 14 lembar giro Bank BCA dan 10 lembar Bank Mandiri, ternyata setelah dicairkan tidak terdapat dananya.
Berdasarkan perbuatan terdakwa ini maka JPU mengenakan hukuman pidana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembangunan Apartemen Orchid menuai masalah karena pengembang mengalami kesulitan dana, sehingga merugikan sekitar 150 orang pembeli yang terlanjur telah menyerahkan uang muka berkisar puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menetapkan pada 18 Maret 2013 agar pengembang mengajukan rencana perdamaian dengan para pembeli berupa penggantian kerugian, mengingat target penyelesaian bangunan pada Desember 2011 tidak tercapai.