Jakarta (ANTARA) - Dalam berbagai forum diskusi warga dan forum pemerintahan, saya sering menyampaikan bahwa salah satu tugas utama pemerintah adalah pelayanan umum (public service), selain tugas pembangunan (development) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment).
Meski demikian, sering kali layanan publik dikeluhkan warga karena tidak memenuhi harapan dan kepuasan pengguna layanan.
Jika kita tengok laman media sosial, akan terbaca begitu ramainya unggahan warga yang mengeluhkan pelayanan instansi pemerintah mulai dari tingkat desa hingga provinsi.
Pertanyaannya adalah apakah setiap harapan maupun ketidakpuasan pengguna layanan adalah selalu benar? Jawabannya tentu tidak selalu benar. Karena itu diperlukan standar sebagai ukuran baik dan buruknya kualitas pelayanan instansi pemerintah.
Sebagai orang yang setiap hari berkecimpung di pengawasan pelayanan publik, rupa-rupa keluhan warga masuk ke nomor telepon seluler melalui aplikasi kirim pesan dan media sosial saya. Kebetulan nomor pribadi itu tercantum pada pigura ombudsman yang terpajang di loket pelayanan 106 instansi pelayanan langsung seperti dinas kependudukan dan catatan sipil, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, UPTD pendaftaran/kir kendaraan, samsat, satpas SIM lantas polres, imigrasi, Rutan/Lapas, pelabuhan laut, rumah sakit, puskesmas, kantor camat, kantor lurah mulai di Kota Kupang hingga Kabupaten Belu.
Oleh warga, pelayanan instansi pemerintah kerap disebut buruk jika biaya pelayanan tidak transparan, pelayanan menggunakan calo, berbelit-belit, terindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), waktu pelayanan tidak jelas, pungutan liar, dan lain sebagainya.
Dampak dari buruknya kualitas pelayanan tersebut adalah sulit mengurus izin usaha, kurang minat investasi, kurang ketersediaan lapangan kerja, kurangnya potensi pendapatan daerah dan berkembangnya usaha ilegal.
Kendala utama
Rendahnya kepatuhan penyelenggara pelayanan publik terhadap implementasi Standar Pelayanan Publik adalah kendala utama kualitas pelayanan di seluruh instansi pemerintah kita.
Rendahnya kepatuhan serta implementasi Standar Pelayanan mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh perilaku aparatur misalnya ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungutan liar, korupsi, ketidakpastian layanan perijinan investasi, kesewenang-wenangan dan secara makro mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik.
Hal ini mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi, hambatan pertumbuhan investasi, dan tentu saja berdampak kepada kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang berpotensi mengarah pada apatisme publik.
Akibatnya terjadi korupsi, inefisiensi birokrasi dan kualitas pelayanan publik menjadi rendah.
Berita Terkait
Gubernur Sumsel sebut pengelolaan keuangan daerah fokus pelayanan publik
Selasa, 12 November 2024 20:44 Wib
KPU gelar debat publik perdana pasangan calon Bupati dan Wabup OKU
Senin, 4 November 2024 12:00 Wib
Bawaslu Sumsel sarankan KPU gelar debat publik di daerah masing-masing
Kamis, 31 Oktober 2024 21:25 Wib
Diskominfo Muba kerahkan semua platform siarkan debat publik Pilkada 2024
Kamis, 31 Oktober 2024 15:26 Wib
Bawaslu Sumsel evaluasi pengamanan pelaksanaan debat publik pilkada
Rabu, 30 Oktober 2024 22:35 Wib
KPU OKU siapkan tempat bagi istri dan suami kandidat pada debat publik
Rabu, 30 Oktober 2024 19:25 Wib
Tiga Cagub Sumsel adu konsep pembangunan infrastruktur
Selasa, 29 Oktober 2024 5:47 Wib
Mawardi Yahya, paparkan inovasi daerah hingga komitmen wujudkan Pelabuhan Tanjung Carat
Senin, 28 Oktober 2024 23:26 Wib