Olahraga mahal
Fisik yang menang adalah fisik yang terlihat seperti terpahat dengan baik.
Untuk sampai ke level itu binaragawan mesti memiliki persentase lemak tubuh sekitar lima persen, sehingga juri dapat melihat dengan jelas alur, tekstur dan vaskularitas otot si atlet.
Di sini, jika tubuh terlalu banyak mengandung air, maka otot lebih sulit terbentuk, sehingga menghilangkan aspek yang hendak dinilai juri.
Tak heran atlet binaraga acap habis-habisan menurunkan lemak tubuh, terutama dalam kompetisi-kompetisi, seperti PON 2024.
Bahkan, menurut Ketua Umum PBFI Jakarta Estepanus Tengko, ada binaragawan yang hanya minum satu gelas sehari.
Langkah itu dilakukan karena binaragawan mesti menekan asupan air dan karbohidrat agar kandungan air dari dalam tubuh keluar sehingga otot lebih bisa dibentuk dan akhirnya lebih bisa dinilai oleh juri.
Tak cukup dengan itu, binaragawan juga harus membuat tubuhnya seimbang, bukan saja berkaitan dengan kemampuan mereka dalam mengelola tubuh, tapi juga berkaitan dengan estetika.
Kaki yang terlalu kuat, bisep yang kurang mengembang, atau deltoid yang tidak serasi bisa merusak estetika seorang binaragawan. Semua harus simetris dan proporsional.
Untuk menciptakan kesimetrisan dan proporsionalitas itu atlet mesti berlatih keras, yang membutuhkan disiplin tinggi dan pengenalan tubuh yang baik.
Dan semua proses itu membutuhkan modal besar, bukan saja berkaitan dengan pola makan, tapi juga dengan alat yang digunakan binaragawan guna membentuk ototnya.
Untuk itu, proses berbinaraga jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan orang kebanyakan.
"Seorang binaragawan bisa menghabiskan pengeluaran tiga ratus ribu rupiah per hari," kata Yudha Pribadi, salah seorang juri binaraga PON 2024, kepada ANTARA pada hari terakhir kompetisi binaraga PON Aceh-Sumatera Utara.
Uang sebanyak Rp300 ribu itu hanya untuk mengonsumsi daging atau tuna atau makanan protein tinggi lainnya, yang dibutuhkan seorang binaragawan. "Itu belum suplemen, dan lainnya," kata Yudha lagi.
"Ya, ini olahraga yang mahal," timpal Estepanus Tengko dari PBFI Jakarta, dalam wawancara lain dengan ANTARA.