Masindo: Tembakau alternatif solusi sadar risiko bagi perokok dewasa

id tembakau,rokok elektrik,MASINDO,berita sumsel, berita palembang

Masindo: Tembakau alternatif solusi sadar risiko bagi perokok dewasa

Penjual menata rokok elektrik di salah satu toko di Pekayon, Jakarta Timur, Selasa (27/12/2022). Pemerintah memutuskan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) per 1 Januari 2023 untuk jenis rokok elektrik rata-rata 15 persen per tahun dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) rata-rata 6 persen per tahun hanya berlaku dua tahun atau 2023 dan 2024 yang sebelumnya pemerintah menetapkan kenaikan untuk keduanya berlaku lima tahun sekaligus. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.)

Jakarta (ANTARA) - Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, dapat menjadi salah satu pilihan bagi perokok dewasa yang ingin mengurangi risiko dari kebiasaan merokok, karena sejumlah produk tembakau alternatif tersebut telah terbukti memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok.

Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) Dimas Syailendra dalam keterangan di Jakarta, Rabu mengatakan produk tembakau alternatif merupakan hasil inovasi yang dikembangkan oleh industri tembakau yang menerapkan konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction), sehingga mengeliminasi proses pembakaran dan memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

"Kebiasaan merokok memiliki dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Maka, salah satu upaya pengurangan risikonya dapat dilakukan dengan memanfaatkan dan beralih ke produk tembakau alternatif. Hal ini dapat dijadikan opsi bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti merokok sepenuhnya," kata Dimas.

Sebagian produk tembakau alternatif, kata dia, rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan menerapkan sistem pemanasan untuk menghantarkan nikotin, bukan melalui sistem pembakaran seperti rokok. Oleh karena itu, produk tersebut memiliki risiko hingga 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.

Fakta ini juga dibuktikan oleh kajian ilmiah yang dilakukan oleh Public Health England (saat ini dikenal sebagai UK Health Security Agency), divisi Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, pada tahun 2018 dengan judul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products".

Dimas melanjutkan sebagai upaya untuk sosialisasi budaya sadar risiko, pihaknya mendukung Pemerintah untuk berpartisipasi aktif dalam memperbanyak kajian ilmiah terkait produk tembakau alternatif di dalam negeri. Tujuannya agar masyarakat, terutama perokok dewasa, mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang pemanfaatan dan profil risiko dari produk tersebut secara lebih spesifik.

"Dengan adanya hasil kajian ilmiah yang komprehensif, masyarakat dapat diberikan informasi yang lebih baik, pemahaman yang lebih akurat, dan kesadaran yang lebih tinggi tentang profil risiko dari produk tembakau alternatif. Hal ini memungkinkan perokok dewasa untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan memotivasi perubahan perilaku menuju pola hidup yang lebih baik," ujarnya.

Dukungan kepada Pemerintah untuk memperbanyak kajian ilmiah terkait produk tembakau alternatif juga disampaikan oleh sejumlah akademisi. Salah satunya adalah Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB), Prof Dr Rahmana Emran Kartasasmita.

Prof Emran menyatakan hal tersebut perlu diupayakan agar penggunaan produk tembakau alternatif dapat dioptimalkan oleh perokok dewasa yang ingin beralih lantaran telah terbukti profil risikonya lebih rendah daripada rokok.

“Pemerintah perlu memasifkan kajian literatur dan klinis mengenai produk tembakau alternatif. Sebab, upaya pengurangan risiko terkait penggunaan tembakau sangat penting, termasuk ketersediaan produknya,” katanya.

Lebih lanjut, ia menegaskan produk tembakau alternatif tidak sepenuhnya bebas risiko sehingga penggunaannya bukan untuk orang yang tidak merokok, dan juga bukan untuk anak di bawah umur 18 tahun.

“Mengingat berhenti total merokok faktanya sulit, maka perokok dewasa bisa disarankan untuk beralih ke produk yang lebih rendah tingkat risiko kesehatannya,” demikian Prof Emran.