Pesan toleransi di balik buku "Kristen Muhammadiyah"

id Kristen Muhammadiyah ,Organisasi Muhammadiyah ,Pendidikan ,Daerah 3T ,Toleransi ,Merdeka Belajar

Pesan toleransi di balik buku "Kristen Muhammadiyah"

Penulis buku Kristen Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq menyerahkan bukunya kepada peserta "Bedah Buku Kristen Muhammadiya: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan" yang diselenggarakan UMMI pada Kamis, (15/6). ANTARA/Aditya Rohman

Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Buku berjudul "Kristen Muhammadiyah" edisi terbaru karya Fajar Riza Ul Haq sempat memicu polemik di jagat digital. Bahkan ada yang menuding penulisnya sesat.

Tentu tudingan tersebut tidak berpijak pada isi buku itu sendiri. Sebagai sosok yang sejak remaja aktif di Muhammadiyah, Fajar melihat ada kontribusi penting sekaligus unik oleh ormas ini di daerah-daerah minoritas Muslim.

Sebut saja kehadiran sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesia timur, yang mayoritas mahasiswanya merupakan non-Muslim. Begitu pula klinik atau rumah sakit yang melayani lebih banyak non-Muslim.

Fenomena itulah yang dipotret dan diteliti Fajar, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 1979 itu kemudian dituangkan menjadi buku berjudul Kristen Muhammadiyah pada 2009.

Fajar dalam bukunya ingin menyampaikan pesan kepada khalayak tentang best practise toleransi yang dikembangkan Muhammadiyah melalui amal-amal usahanya.

Jadi, istilah Kristen Muhammadiyah yang juga populer dengan akronim Krismuha, itu bukan sebagai sinkretisme, melainkan sekadar penamaan unik tentang toleransi. Penegasan itu disampaikan Fajar saat bedah buku tersebut di Sukabumi.

Namun, istilah baru--apalagi yang berkaitan dengan agama--kadang disalahpahami akibat yang bersangkutan kurang mendapat informasi utuh tentang istilah, konsep, atau pemikiran tertentu.

Begitu pula dengan istilah Krismuha. Boleh jadi memang banyak yang belum baca buku, yang edisi perdananya1 sudah terbit 14 tahun silam.

Oleh karena itu, buku Kristen Muhammadiyah sempat menjadi topik utama atau trending topic di berbagai media sosial TikTok dan Twitter.

Berbagai kecaman, hujatan, hingga hinaan pun dilayangkan kepada Fajar Riza Ul Haq. Ada warga internet yang menghakimi buku tersebut mengajarkan aliran baru yang menyimpang.

Bahkan tidak sedikit warga internet menuding bahwa buku tersebut merupakan sinkretisme atau pencampuran elemen-elemen maupun kepercayaan-kepercayaan yang saling bertentangan yang dikarang oleh kelompok sekte sesat.

Ada lagi warga internet, khususnya yang bersumbu pendek--saat buku tersebut kembali dicetak ulang dan diedarkan ke pasaran-- langsung memberi komentar miring terhadap buku tersebut.

Bisa jadi yang menghujat itu hanya membaca judul. Tanpa baca isinya, orang akan mudah menafsirkan berbeda, jauh dari isi tulisan dan pesan toleransi yang ingin disampaikan oleh penulisnya.