Populasi lebah menurun, cuaca ekstrem salah satu penyebabnya

id populasi lebah,perhimpunan entomologi indonesia, lebah,cuaca ekstrem

Populasi lebah menurun, cuaca ekstrem salah satu penyebabnya

Forum Dialog Penyerbuk 2023 yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. (ANTARA/HO-PEI)

Palembang (ANTARA) - Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) menggandeng akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Pandjajaran dalam Forum Dialog Penyerbuk 2023.membahas fenomena penurunan populasi lebah di Indonesia

Ketua Pelaksana Forum Dialog Penyerbuk 2023 Damayanti Buchori dalam keterangan yang diterima di Palembang, Minggu, mengatakan saat ini dunia sedang mengalami krisis iklim yang menyebabkan perubahan besar di segala bidang kehidupan.

Pergeseran musim dan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem merupakan bagian dari dampak krisis iklim yang memengaruhi kehidupan berbagai flora, fauna, dan manusia.

Damayanti menyatakan, salah satu komponen ekosistem yang sangat terpengaruh oleh kondisi ini adalah serangga. Sekilas, serangga dianggap kurang penting dalam kehidupan ini, namun sebenarnya serangga memiliki peran penting antara lain sebagai penyerbuk, dekomposer, maupun predator yang memangsa hama-hama pengganggu tanaman pertanian. Hilangnya serangga akan mengganggu tatanan dalam ekosistem.

Belakangan, berbagai negara telah melaporkan adanya penurunan populasi lebah secara global (global pollinator/bee decline). Beberapa spesies lebah liar yang berperan penting dalam penyerbukan, seperti Bombus spp, telah mengalami penurunan kelimpahan relatif hingga 96 persen dan rentang geografisnya mengalami penyusutan sebesar 23-37 persen (Cameron et al. 2011). Keanekaragaman lebah di Inggris dan Belanda juga dilaporkan mengalami penurunan secara signifikan di sebagian besar bentang alam (Biesmeijer et al. 2006).

Banyak faktor yang menyebabkan penurunan populasi lebah di dunia, antara lain perubahan iklim, hilangnya habitat, deforestasi, dan penggunaan produk perlindungan tanaman (prolintan) yang tidak berkelanjutan. Penurunan populasi lebah di berbagai belahan dunia sangat mengkhawatirkan, karena peran lebah sebagai penyerbuk sangat penting baik dalam bidang pertanian, pelestarian hutan, maupun di berbagai ekosistem lainnya.

Menyikapi situasi yang mengkhawatirkan tersebut, pada tahun 2017 United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencanangkan “World Bee Day” atau “Hari Lebah Sedunia”, pada tanggal 20 Mei. World Bee Day atau Hari Lebah Sedunia adalah upaya PBB untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penyerbuk, ancaman yang dihadapi, dan kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan

Di sektor pertanian, penurunan jumlah lebah akan berdampak pada penurunan produksi pangan dunia. Lebah merupakan penyerbuk paling produktif dan beragam di sebagian besar dunia, dengan lebih dari 20.000 spesies yang tercatat (Klein et al. 2007). Melakukan restorasi habitat bagi penyerbuk merupakan bagian dari regenerative agriculture (pertanian regeneratif) yang perlu digalakkan. Pendekatan pertanian regeneratif memiliki potensi untuk membantu melimpahkan kembali ekosistem di sekitarnya dengan serangga, mamalia, dan burung yang bermanfaat.

Peningkatan kelimpahan keanekaragaman hayati di atas tanah (above-ground biodiversity) yang dapat dimungkinkan melalui pendekatan pertanian regeneratif antara lain menciptakan habitat bagi penyerbuk dan satwa liar dengan menanam aneka ragam tanaman di tepi lahan atau dengan pohon dan semak di sekitar batas lahan pertanian.
Selain berperan penting dalam produksi pangan, lebah juga memiliki nilai ekonomi bagi peternak. Hal ini dikarenakan lebah dapat menghasilkan madu, propolis, bee polen dan wax atau lilin.

Damayanti yang juga dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB PEI sebagai asosiasi di bidang entomologi (serangga) memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas terhadap lebah.

Oleh karena itu PEI berinisiatif mengadakan sebuah Dialog Forum Penyerbuk sebagai ajang diskusi para akademisi, pembuat kebijakan, petani, peternak, dan sektor swasta untuk bersama-sama membangun diskursus mengenai lebah dan pelestariannya dalam rangka mencari solusi untuk mengatasi masalah perlebahan di Indonesia.
Pada tahun 2021, PEI telah berdialog dengan berbagai pihak dan salah satu temuannya adalah kelestarian lebah terancam karena hilangnya habitat yang menjadi tempat hidup dan sumber makanan bagi lebah.

Spesies lebah hutan Apis dorsata dilaporkan banyak menghilang dari kawasan Sumatera dan Kalimantan akibat hilangnya habitat bagi pohon sialang yang menjadi tempat lebah hutan tersebut bersarang. Selain itu, beberapa daerah juga melaporkan adanya penurunan populasi spesies lebah tertentu akibat perubahan musim.

Pada tahun 2023, PEI kembali mengadakan Forum Dialog Penyerbuk yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, pada 20-21 Mei 2023. Forum dialog ini diselenggarakan bekerja sama dengan IPB, Unpad, Asosiasi Perlebahan Indonesia, dan Indonesia Pollinator Initiative yang didukung oleh Syngenta.

“Lebah tampaknya kecil, tetapi dia memiliki dampak yang dahsyat bagi kehidupan, sehingga perlu kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, sektor swasta (private sector), maupun masyarakat untuk bersama-sama menjaga habitat lebah dengan menjaga keberadaan pohon sialang maupun melakukan penanaman kembali pohon sialang,” ucapnya.

Ketua PEI Dadang mengatakan PEI sebagai asosiasi entomologi ingin meningkatkan kepedulian serta kapasitas anggotanya maupun masyarakat tentang serangga dan penyerbuk lainnya.

“Sebagai asosiasi yang memiliki perhatian terhadap serangga, PEI akan terus mendukung kegiatan-kegiatan positif untuk menjaga keanekaragaman serangga di Indonesia, terutama lebah dan serangga penyerbuk lainnya. Upaya konservasi terhadap keberadaan lebah dan penyerbuk ini penting untuk dilakukan karena lebah berperan penting dalam ketahanan pangan dan kesehatan,” ujar dadang yang juga Dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Genetika Spesies Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Eksploitasia Semiawan mengatakan Habitat sangat penting bagi keberadaan lebah, pihaknya mempunyai skema-skema untuk turut serta mempertahankan keberadaan lebah seperti membuat kebijakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2012 tentang Taman Kehati.

“Peraturan ini merupakan salah satu kebijakan dan regulasi yang secara tidak langsung ditujukan untuk konservasi penyerbuk, selain aturan terkait penetapan satwa dilindungi melalui Permen LHK Nomor 106 tahun 2018 yang memuat beberapa hewan penyerbuk di dalamnya seperti burung dan serangga,” ucapnya.

Country Director Syngenta Indonesia Kazim Hasnain mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, penyerbuk telah terancam oleh kombinasi penyebab, termasuk hilang dan terfragmentasinya habitat, intensifikasi pertanian, penggunaan produk perlindungan tanaman yang tidak berkelanjutan, pencemaran lingkungan, patogen, dan perubahan iklim.

“Melalui sebuah program bernama Operation Pollinator, Syngenta turut berperan aktif dalam mengatasi penurunan penyerbuk melalui peningkatan kesadaran petani mengenai peran penyerbuk bagi produktivitas dan kualitas tanaman, dan mempromosikan praktik pertanian tepat dan berkelanjutan,” katanya pula.

Untuk menjaga kelestarian penyerbuk, katanya, semua pihak harus bekerja sama dalam mempertahankan habitat alaminya, menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, mempertahankan keanekaragaman tanaman, mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat, menggalakkan konservasi penyerbuk secara massal perlu dilakukan secara konsisten. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan kelestarian serangga penyerbuk dapat terjaga dan mendukung produktivitas serta keanekaragaman hayati dalam pertanian.