Akademisi: Capres harus menarik suara mengambang pada Pemilu 2024

id sumsel,palembang,bacapres,pemilu 2024

Akademisi: Capres harus menarik suara mengambang pada Pemilu 2024

Ilustrasi Logo Pemilu 2024. (ANTARA/HO/22)

Palembang (ANTARA) - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya Muhammad Husni Tharmin mengatakan bakal calon presiden harus bisa  menarik suara mengambang atau swing voter untuk memenangkan Pemilu 2024.

Thamrin mengatakan setelah deklarasi Ganjar sebagai bakal capres dari PDIP maka tampaknya sudah terang benderang bacapres yang akan berlaga berkisar pada tiga nama, yakni Anies Baswedan yg diusung oleh Partai Nasdem, Demokrat dan PKS (Koalisi Perubahan), Prabowo Subianto (Gerindra, dan PKB/Koalisi Indonesia Bangkit), dan Ganjar Pranowo (PDIP).

“Masing-masing bacapres itu punya pendukungnya sendiri sehingga yang menjadi ajang kompetisi justru bagaimana merebut suara dari mereka yang belum menentukan pilihan atau masih meragu. Tinggallah dengan demikian kepiawaian dari masing-masing ahli strategi pendukung bacapres untuk memperebutkan suara tersebut,” kata Thamrin di Palembang, Minggu.

Ia mengatakan berbagai macam strategi dapat dibuat karena pada prinsip nya mereka harus mampu membujuk para swing voter agar mau memberikan suaranya pada Pemilu 2024. 

Mulai dari upaya meyakinkan pemilih akan kehebatan dan juga sekaligus benefit memilih calon tertentu sampai dengan mempersuasi para pemilih yang sampai jelang Pemilu 2024 masih ragu agar tetap mencoblos si calon.

“Umumnya mereka yang masih ragu tersebut akan tetap memilih tidak semata karena keyakinan terhadap calon tetapi dapat juga karena terpengaruh untuk ikut suara yang dianggap banyak atau di sebut sebagai efek gerbong besar (bandwagon effect) atau bisa juga karena simpati pada kuda hitam (blackhorse effect),” ujarnya.

Namun, ia mengatakan apapun strategi yang dibuat yang paling penting peringatan agar jangan sampai membuat pembelahan yang tidak perlu dalam masyarakat dan dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. 

“Potensi pembelahan itu tidak semata soal agama tetapi juga dapat karena kesukuan, etnisitas, atau pun kelas sosial. Inilah yang harus dihindarkan agar tidak terjadi pembelahan yang tajam dalam masyarakat,” kata dia.