Menkes klaim Indonesia lebih baik dari negara lain hadapi gelombang COVID-19 BA4-BA5
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa Indonesia jauh lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain baik di kawasan Eropa, Amerika maupun negara Asia lainnya dalam menghadapi gelombang COVID-19 varian Omicron subvarian BA4 dan BA5.
"Indonesia relatif jauh lebih baik. Dengan populasi yang sangat banyak menghadapi gelombang BA4 dan BA5 ini, relatif para masyarakat Indonesia itu lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan dalam melaksanakan vaksinasi," kata Menkes dalam keterangan pers terkait evaluasi PPKM yang disaksikan secara virtual dari Jakarta, Senin.
Menkes Budi menjelaskan bahwa kenaikan kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5 terjadi di hampir seluruh dunia, baik Eropa, Amerika maupun Asia.
Berdasarkan hasil diskusi dengan epidemiolog, kenaikan jumlah kasus tersebut dipengaruhi kekurangwaspadaan dan kebijakan yang terlalu terburu-buru dalam mengendurkan protokol kesehatan maupun cakupan vaksinasi.
Di sisi lain, Indonesia masih menerapkan penggunaan masker di dalam ruangan, saat berkerumun dan ketika kondisi badan sedang tidak sehat. Meski begitu, Pemerintah masih membolehkan masyarakat untuk melepas masker di ruangan terbuka.
Pemerintah Indonesia juga masih menggencarkan vaksinasi dosis penguat atau "booster" yang dinilai terbukti meningkatkan kadar antibodi pada tubuh.
Menkes menambahkan bahwa saat ini, Indonesia sedang menuju puncak kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5.
Hal itu berdasarkan kecenderungan kasus-kasus di luar negeri yang mencapai puncak kasus dalam kurun waktu 30-40 hari sejak kasus pertama ditemukan.
"Indonesia ini sudah sekitar 30 hari, jadi kita mungkin masih ada waktu satu sampai dua minggu ke depan. Kalau kita bandingkan negara-negara lain, seharusnya puncaknya sudah tercapai," kata Menkes.
Adapun kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 80 persen dari varian yang sudah dilakukan genome sequence. Bahkan di DKI Jakarta, jumlah kasus varian BA4 dan BA5 sudah mencapai 100 persen.
"Indonesia relatif jauh lebih baik. Dengan populasi yang sangat banyak menghadapi gelombang BA4 dan BA5 ini, relatif para masyarakat Indonesia itu lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan dalam melaksanakan vaksinasi," kata Menkes dalam keterangan pers terkait evaluasi PPKM yang disaksikan secara virtual dari Jakarta, Senin.
Menkes Budi menjelaskan bahwa kenaikan kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5 terjadi di hampir seluruh dunia, baik Eropa, Amerika maupun Asia.
Berdasarkan hasil diskusi dengan epidemiolog, kenaikan jumlah kasus tersebut dipengaruhi kekurangwaspadaan dan kebijakan yang terlalu terburu-buru dalam mengendurkan protokol kesehatan maupun cakupan vaksinasi.
Di sisi lain, Indonesia masih menerapkan penggunaan masker di dalam ruangan, saat berkerumun dan ketika kondisi badan sedang tidak sehat. Meski begitu, Pemerintah masih membolehkan masyarakat untuk melepas masker di ruangan terbuka.
Pemerintah Indonesia juga masih menggencarkan vaksinasi dosis penguat atau "booster" yang dinilai terbukti meningkatkan kadar antibodi pada tubuh.
Menkes menambahkan bahwa saat ini, Indonesia sedang menuju puncak kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5.
Hal itu berdasarkan kecenderungan kasus-kasus di luar negeri yang mencapai puncak kasus dalam kurun waktu 30-40 hari sejak kasus pertama ditemukan.
"Indonesia ini sudah sekitar 30 hari, jadi kita mungkin masih ada waktu satu sampai dua minggu ke depan. Kalau kita bandingkan negara-negara lain, seharusnya puncaknya sudah tercapai," kata Menkes.
Adapun kasus COVID-19 dengan varian Omicron subvarian BA4 dan BA5 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 80 persen dari varian yang sudah dilakukan genome sequence. Bahkan di DKI Jakarta, jumlah kasus varian BA4 dan BA5 sudah mencapai 100 persen.