BI: Digitalisasi keuangan pemerintah daerah terbukti dongkrak PAD 7,5 persen

id bank indonesia,bi,bank sentral ,ekonomi,pemda,transaksi,transaksi keuangan,ekonomi digital

BI: Digitalisasi keuangan pemerintah daerah terbukti dongkrak PAD 7,5 persen

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Yosamartha pada acara webinar Festival Ekonomi Keuangan Digital Sumatera Selatan “Digital Kito Galo” yang diselenggarakan BI Sumsel, Selasa (14/6/22). (ANTARA/Dolly Rosana)

Palembang (ANTARA) - Bank Indonesia mengungkapkan penerapan sistem digitalisasi dalam transaksi keuangan pemerintah daerah telah mendongkrak Pendapatan Asli Daerah hingga 7,5 persen.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Yosamartha mengatakan dari total 200 pemerintah daerah yang menerapkan digitalisasi pada 2021 diketahui PAD-nya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang belum menerapkan digitalisasi.

“Ini terjadi di saat pandemi bagi pemda-pemda itu (pemda digital). Sementara yang belum digitalisasi justru tertekan PAD-nya,” kata Yosamartha pada acara webinar Festival Ekonomi Keuangan Digital Sumatera Selatan “Digital Kito Galo” yang diselenggarakan BI Sumsel, Selasa.

Oleh karena itu, BI menilai digitalisasi ini sangat penting diterapkan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan harapan seluruh pemda dapat menerapkannya paling lambat pada akhir tahun 2022 ini.

Apalagi data terbaru BI menunjukkan bahwa pemda yang sudah menerapkannya mampu merealisasikan APBN dan APBD hingga di atas 87 persen, sementara daerah yang belum digitalisasi malah terseok-seok terutama saat pandemi.

Baca juga: BI: Digitalisasi sistem pembayaran jadi solusi masa depan
Beruntung bagi Sumatera Selatan, ia melanjutkan, saat ini sudah terbentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) di seluruh kabupaten/kotanya.

Berdasarkan evaluasi akhir tahun 2021, dari total 18 kabupaten/kota hanya dua daerah yang mengalami kemunduran dari sisi kinerja keuangan. Menurut Yosamartha, hal ini disebabkan daerah tersebut dalam proses adaptasi pelaporan keuangan di era digital.

“Kami menilai sudah baik dari sisi pembayaran nontunainya di Sumsel, karena sudah elektronifikasi. Mungkin yang perlu ditambah dari sisi pembayaran retribusi harus nontunai juga,” kata dia.

Ia tak menyangkal masih terdapat sejumlah kendala untuk mempercepat proses ini, di antaranya ketersediaan infrastruktur (internet) yang belum merata hingga lemahnya SDM yang dimiliki pemda, dan masih rendahnya minat dan pemahaman masyarakat untuk bertransaksi digital.

Akan tetapi BI menilai ini sebagai peluang karena jika dua persoalan teratas diselesaikan maka tinggal meningkatkan literasi masyarakat.

Seperti diketahui, ia melanjutkan, ekosistem digital saat ini bergerak luar biasa di Tanah Air dengan jumlah kenaikan konsumen digital mencapai 20 juta lebih, dan lebih menariknya justru penyebaran sebanyak 72 persen terjadi di kota kecil.

Oleh karena itu, daerah sangat berperan penting dalam digitalisasi sistem pembayaran ini dan pemerintah daerah diharapkan menjadi agen perubahannya karena hingga kini digitalisasi diyakini menjadi solusi dan membuat proses ekonomi menjadi lebih baik, kata dia.
Baca juga: DPR mendorong BI-OJK tingkatkan literasi pembayaran digital