Jakarta (ANTARA) - Direktur Promosi kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Imran Agus Nurali mengingatkan masyarakat agat bijak dan rasional menggunakan obat, termasuk antibiotik, untuk kebutuhan klinis supaya tak terjadi resistensi antibiotik.
Menurut dia, gunakan antiobiotik hanya untuk infeksi bakteri, tidak membelinya sendiri melainkan perlu resep dokter, menyimpannya di rumah (sebagai stok) dan memberi antibiotik sisa pada orang lain.
"Tepat untuk kebutuhan klinis. Antibiotik hanya untuk infeksi bakteri, tidak dapat membunuh virus atau mikroba lain seperti jamur parasit dan protozoa. Berbahaya bila tidak sesuai kebutuhan klinis, penyakit virus tidak memerlukan antibiotik tetapi antivirus," kata Imran dalam virtual media briefing bertema "Kemitraan Sektor Swasta dan Peran Masyarakat dalam Mempromosikan Penggunaan Antibiotik Secara Rasional dan Tuntas", Kamis.
Sejumlah penyakit yang diketahui akibat infeksi bakteri dan membutuhkan antibiotik antara lain demam tifoid, meningitis, tuberkulosis (TBC), infeksi paru seperti pneumonia, difteri, infeksi saluran cerna sepert disentri, infeksi saluran kemih, gonore (kencing nanah) dan sifilis.
Di sisi lain, para tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk membantu masyarakat agar bijak dan rasional menggunakan antibiotik, salah satunya memberikan antibiotik sesuai indikasi yakni hanya untuk infeksi bakteri, memperbaiki dan mempercepat diagnostik infeksi serta melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik.
Selain itu, memberikan dosis antibiotik memenuhi kebutuhan yang umumnya minimal untuk 5 hari terkait indikasi penyakit dan penggunaan obat untuk jangka waktu yang cukup serta biaya terjangkau.
Mereka juga perlu memberikan pemahaman dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan antimikroba secara bijak, salah satunya memanfaatkan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat).
GeMa CerMat juga bertujuan meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat dalam penggunaan obat secara benar serta meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
"Advokasi, edukasi, pemberdayaan masyarakat, optimalisasi tenaga kesehatan. Berbagai sisi, dari tenaga medis termasuk peranan masyarakat melalui cara belajar aktif," tutur Imran.
Resistensi antibiotik sendiri merupakan kondisi saat bakteri bertahan hidup dari serangan antibiotik yang sebenarnya berfungsi mengatasi infeksi bakteri penyebab penyakit serius seperti diare parah.
Dalam sejumlah kasus, kondisi ini sulit disembuhkan dan memerlukan perawatan di rumah sakit serta biaya pengobatan yang lebih mahal.
"Pembiayaan jadi meningkat, ini dampak besar penggunaan obat yang sebabkan resisten. Pengobatan jadi lebih mahal dari antibiotik sebelumnya," kata Imran.
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter (overuse & misuse) merupakan salah satu penyumbang terbesar angka resistensi antimikroba (AMR) di dunia kesehatan.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penggunaan antibiotik meningkat 91 persen secara global dan meningkat 165 persen di negara-negara berkembang pada periode 2000 – 2015 sehingga menjadikan AMR salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia.
Berita Terkait
Cara kelola uang THR agar hemat dan lebih bermanfaat
Sabtu, 6 April 2024 11:38 Wib
PT KAI Tanjungkarang sebut 23.320 pemudik gunakan kereta api
Rabu, 3 April 2024 9:28 Wib
Polisi ringkus empat pemuda gunakan tembakau sintetis
Rabu, 27 Maret 2024 12:59 Wib
Polisi: Nelayan jangan gunakan bom saat melaut
Selasa, 26 Maret 2024 11:53 Wib
Menhub himbau masyarakat tak gunakan sepeda motor untuk mudik
Minggu, 17 Maret 2024 15:26 Wib
Rudal Korut ditemukan di Ukraina gunakan komponen buatan Eropa, AS
Rabu, 21 Februari 2024 11:35 Wib
Israel gunakan senjata yang didukung AI dalam serangan ke Gaza
Senin, 19 Februari 2024 10:27 Wib
Tunanetra Palembang antusias gunakan hak pilih di Pemilu 2024
Rabu, 14 Februari 2024 16:10 Wib