Jakarta (ANTARA) - Penyakit meningitis tak hanya menyerang orang dewasa, meningitis ternyata bisa mengintai anak-anak juga, dan perlu pencegahan.
"Penyakit ini memang jarang ditemukan, namun mematikan. Meningitis merupakan peradangan pada meningen atau selaput otak," kata dr Attila Dewanti, Sp.A(K),dikutip dari keterangan yang diterima ANTARA pada Kamis.
Dokter yang merupakan anggota dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu memaparkan, Indonesia merupakan penyumbang kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis. Meningitis sendiri, kata dia dapat diakibatkan oleh virus, kuman, parasit, maupun bakteri.
Dari berbagai macam penyebab meningitis, yang paling berbahaya adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
"Meningitis yang disebabkan oleh bakteri tersebut dinamakan Invasive Meningococcal Disease atau disingkat IMD," kata dr Attila.
Jika ditangani tidak tepat, lanjut dia, 50 persen IMD bisa berakhir dengan kematian dan 5-10 persen kasus berakibat fatal walau sudah dilakukan terapi. Pada masa epidemi, IMD sendiri lebih banyak menyerang anak-anak dan dewasa muda. Sedangkan saat nonepidemi, IMD lebih banyak menyerang anak-anak dari usia 3 bulan hingga 5 tahun.
"Hanya dalam 24 jam saja kondisi anak bisa dapat berubah dari yang hanya panas menjadi berbahaya," jelasnya.
Dokter Attila pun memaparkan gejala anak di atas 1 tahun yang terkena IMD, antara lain demam, sakit pada punggung atau leher, sakit kepala, mual atau muntah-muntah, leher kaku, dan bercak ruam ungu kemerahan.
Kemudian pada bayi, gejala IMD tidak mudah untuk dilihat, namun gejala ini bisa menjadi perhatian para orang tua. Antara lain rewel, lesu, tidur sepanjang waktu, menolak menggunakan botol, menangis saat digendong dan tidak bisa ditenangkan saat menangis.
"Kemudian ubun-ubun yang menonjol (pada bayi), perubahan perilaku serta demam," kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu.
Atilla melanjutkan, terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya Invasive Meningococcal Disease, yaitu kontak erat dengan orang yang terinfeksi, asap rokok (aktif dan pasif), pemukiman yang padat, perubahan iklim, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan riwayat infeksi saluran pernafasan atas.
Dia menegaskan, IMD memang dapat diobati, tapi IMD dapat meninggalkan 'jejak' seperti kelumpuhan, tuli, dan juga kerusakan otak.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, pencegahan terbaik untuk meningitis adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi diutamakan diberikan untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan juga anak kelompok usia remaja berusia 11-18 tahun. Saat ini vaksinasi untuk mencegah IMD sudah tersedia di Indonesia.
"Mari kita melindungi orang-orang tersayang kita dengan vaksinasi. Buat kamu yang ingin mendapatkan vaksinasi pencegah IMD, Anda bisa konsul ke dokter," tandas dokter yang kini berpraktek di RSIA Brawijaya tersebut.
Berita Terkait
Biasakan periksa jajanan unit terkecil cegah keracunan makanan
Senin, 4 November 2024 11:00 Wib
IDI ingatkan dokter influencer sampaikan informasi berbasis bukti
Kamis, 10 Oktober 2024 18:36 Wib
Dokter influencer dilarang promo produknya di medsos, ini penjelasan IDI
Sabtu, 2 Maret 2024 15:53 Wib
Ribuan warga ikuti bakti kesehatan IDI di Muara Enim
Minggu, 26 November 2023 16:18 Wib
KPK: Enembe laik jalani sidang berdasarkan hasil "second opinion" IDI
Selasa, 1 Agustus 2023 12:58 Wib
IDI mengutuk perilaku perundungan terhadap tenaga kesehatan
Selasa, 25 Juli 2023 14:39 Wib
IDI: Perundungan di kalangan dokter bukan tradisi
Sabtu, 22 Juli 2023 19:42 Wib
Menkes: UU Kesehatan tak hapus keberadaanorganisasi profesi kesehatan
Jumat, 14 Juli 2023 16:14 Wib