Jakarta (ANTARA) - "Saat ini, kita bukan lagi hidup di dua dunia pararel. Dunia fisik dan dunia maya sudah melebur menjadi satu,” kata Pakar Keamanan Teknologi Informasi dari XecureIT Gildas Deograt Lumy.
Pendapat Gildas menjadi cerminan bahwa di dunia maya, semua orang ibarat telah berubah menjadi objek berupa informasi semata. Orang per orang bukan lagi dilihat sebagai individu bernyawa, melainkan informasi mengenai sebuah identitas.
Orang diterjemahkan sebagai akun dengan foto, video, rekaman suara, percakapan, lokasi fisik, aktivitas, emoticon, tombol like/dislike, hingga rekam medis yang seluruhnya dapat dikomersialisasi dan diperjualbelikan.
Sayangnya komunikasi dalam platform berbasis internet makin jamak, bahkan bila tak menggunakannya, terasa tak lazim. Di Indonesia, misalnya, tukar-menukar nomor kontak yang telah disertai WhatsApp (WA) menjadi sesuatu yang amat wajar.
Pengguna WA di Indonesia tergolong terbanyak di dunia. Fakta itu membuat siapa pun boleh khawatir terkait dengan rencana Facebook untuk mengintegrasikan layanan WA, Instagram, dan Facebook menjadi satu kesatuan.
Dengan menggabungkan berbagai potongan-potongan puzzle data pribadi maka karakter, kejiwaan, kesehatan, hingga kehidupan pribadi penggunanya menjadi tak ada lagi privasi. Semua informasi terpampang tanpa batas apa pun di hadapan Facebook menjadikannya sebagai platform yang bisa jadi paling mahatahu tentang penggunanya.
Sebelumnya, Facebook telah melemparkan isu terkait dengan rencananya untuk mengintegrasikan layanannya, yakni Instagram, WhatsApp, dan Facebook Messenger.
Meskipun ketiganya akan tetap menjadi aplikasi yang berdiri sendiri, pada tingkat yang lebih dalam, ketiganya akan ditautkan sehingga pesan dapat berjalan di antara layanan yang berbeda.
Setelah selesai penggabungan berarti pengguna Facebook dapat berkomunikasi langsung dengan seseorang yang hanya memiliki akun WhatsApp. Saat ini hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena aplikasi tidak memiliki core yang sama.
Perpesanan lintas platform juga dapat mengarahkan bisnis di satu platform untuk mengirim pesan kepada calon pelanggan di platform lain.
Hal ini memungkinkan dan memudahkan Facebook untuk berbagi data di tiga platform untuk membantu upaya periklanan yang ditargetkan.
Ada yang berpendapat bahwa dukungan pemilik Facebook, Zuckerberg, terhadap rencana menghubungkan sistem pesan ini telah menyebabkan "perselisihan internal". Itu adalah bagian dari alasan pendiri Instagram dan WhatsApp pergi tahun lalu.
Menautkan data pengguna secara komprehensif pada tingkat fundamental kemudian diharapkan dapat mendorong regulator untuk meninjau kembali praktik penanganan datanya.
Komisaris Informasi Inggris, misalnya, telah melakukan penyelidikan tentang seberapa banyak data yang dibagikan antara WhatsApp dan Facebook.
Dengan menggabungkan data di ketiga layanan, Facebook akan sangat mungkin lebih kenal seseorang, bahkan ketimbang diri mereka sendiri, keluarga, dan teman dekatnya.
Riset Cambridge
Sebuah studi dilakukan di Departemen Psikologi, University of Cambridge, Inggris, menemukan bahwa penilaian oleh komputer tentang kepribadian seseorang lebih akurat ketimbang penilaian serupa oleh manusia.
Riset yang dilakukan oleh Wu Youyoua, Michal Kosinskib, dan David Stillwella pada tahun 2014 menemukan signifikansi bahwa kepribadian seseorang dapat diprediksi secara otomatis dan tanpa melibatkan keterampilan sosial-kognitif manusia.
Studi ini membandingkan akurasi penilaian kepribadian atau aktivitas sosial-kognitif yang ada di mana-mana dan pentingnya antara model komputer dan manusia.
Dengan menggunakan beberapa kriteria, periset menunjukkan bahwa penilaian komputer terhadap kepribadian orang berdasarkan jejak digital mereka lebih akurat dan valid daripada penilaian yang dibuat oleh orang terdekat atau kenalan mereka (teman, keluarga, pasangan, kolega, dan lain-lain).
Penelitian ini membandingkan keakuratan penilaian kepribadian berbasis manusia dan komputer menggunakan sampel dari 86.220 sukarelawan yang mengisi kuesioner kepribadian yang terdiri atas 100 item.
Peneliti menunjukkan bahwa (i) prediksi komputer berdasarkan jejak digital generik (Like Facebook) lebih akurat (r = 0,56) daripada yang dibuat oleh teman Facebook partisipan yang menggunakan kuesioner kepribadian (r = 0,49); (ii) model komputer menunjukkan kesepakatan interjudge yang lebih tinggi.
(iii) penilaian kepribadian komputer memiliki validitas eksternal yang lebih tinggi ketika memprediksi hasil kehidupan, seperti penggunaan zat, sikap politik, dan kesehatan fisik; untuk beberapa hasil, mereka bahkan mengungguli skor kepribadian diri.
Komputer yang melampaui manusia dalam penilaian kepribadian menghadirkan peluang dan tantangan yang signifikan di bidang penilaian psikologis, pemasaran, dan privasi.
Hal ini sebagaimana yang mungkin akan terjadi pada Facebook yang akan menggabungkan data di ketiga layanan. Dengan begitu, Facebook bisa jadi akan lebih kenal diri seseorang daripada diri orang itu sendiri, bahkan keluarga dan teman dekatnya.
Penjelasan Kominfo
Merespons fenomena yang terjadi, Kementerian Kominfo memberikan perhatian yang serius atas tanggapan masyarakat terhadap perubahan kebijakan privasi WhatsApp tentang aturan dan tata kelola perlindungan data pribadi serta privasi pengguna.
Menurut Menkominfo Johnny G. Plate, kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat di Indonesia makin menyadari pentingnya perlindungan data pribadi dalam penggunaan aplikasi informatika.
Sehubungan dengan hal tersebut, dia mengatakan bahwa Kementerian Kominfo telah melakukan pertemuan dengan perwakilan WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region pada hari Senin (11/1).
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Kementerian Kominfo menekankan agar WhatsApp serta pihak-pihak terkait menjawab perhatian publik dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia yang disampaikan secara lengkap, transparan, jelas, mudah dipahami, dan dapat diakses oleh publik terkait dengan pembaruan kebijakan privasi WhatsApp, khususnya terkait dengan kekhawatiran masyarakat.
Masalahnya, masyarakat di Indonesia khawatir mengenai jenis-jenis data pribadi yang dikumpulkan dan diproses oleh WhatsApp serta dibagikan kepada pihak ketiga dan tujuan dan dasar kepentingan pemrosesan data pribadi.
Masyarakat juga menuntut jaminan akuntabilitas pihak yang menggunakan data-data pribadi, mekanisme yang tersedia bagi pengguna untuk melaksanakan hak-haknya, termasuk hak untuk menarik persetujuan serta hak-hak lain, yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta hal-hal lain yang menjadi perhatian publik.
Kominfo juga menyarankan agar WA meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-perundangan yang mengatur tentang pelindungan data pribadi di Indonesia.
Menkominfo pun meminta pengelola WA agar melaksanakan pemrosesan data pribadi sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku dan menyediakan formulir persetujuan pemrosesan data pribadi dalam Bahasa Indonesia.
WA juga diminta melakukan pendaftaran sistem elektronik; menjamin pemenuhan hak-hak pemilik data pribadi; dan melaksanakan kewajiban berdasarkan ketentuan-ketentuan lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Johnny berpesan agar masyarakat makin berhati-hati dalam penggunaan beragam layanan yang tersedia secara daring (online) dengan selalu membaca kebijakan privasi serta dokumen syarat dan ketentuan sebelum menggunakan suatu layanan dan memberikan persetujuan penggunaan data pribadi.
Karena berbagai ragam platform media sosial yang tersedia, Kominfo meminta perhatian kepada masyarakat untuk makin waspada dan bijak dalam menentukan pilihan media sosial yang mampu memberikan pelindungan data pribadi dan privasi secara optimal.
Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat terhindar dari dampak-dampak merugikan baik berupa penyalahgunaan maupun penggunaan data pribadi yang tidak sesuai aturan (misuse or unlawful).
Kementerian Kominfo juga mengajak seluruh pemangku kepentingan terkait berusaha untuk pada kesempatan pertama menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang agar dapat segera ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Hal ini menimbang, salah satu prinsip utama pemrosesan data pribadi yang diatur dalam RUU PDP mewajibkan pemanfaatan data pribadi harus dilakukan dengan dasar hukum (legal basis) yang sah, di antaranya adalah persetujuan (consent) dari pemilik data.
Hal ini sejalan dengan regulasi pelindungan data pribadi di berbagai negara, termasuk GDPR Uni Eropa.
Pembahasan RUU PDP kini sedang dilakukan antara Komisi I DPR dan Panitia Kerja Pemerintah yang diharapkan dapat selesai di awal tahun ini.
Kehadiran UU PDP menjadi sangat penting karena akan memperkuat payung hukum pelindungan data pribadi yang saat ini berlandaskan pada ruang lingkup yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah oleh UU No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan seluruh aturan turunannya.
Melalui pengesahan UU PDP, Indonesia akan memiliki landasan hukum yang lebih kuat, detail, dan komprehensif dalam menjamin hak-hak konstitusional para pemilik data pribadi dengan mengatur kewajiban pengendali data pribadi serta ketentuan penegakan hukum pelindungan data pribadi.
Dengan begitu, transformasi digital di Tanah Air bukan selalu berarti sebagai era tanpa privasi namun disertai perlindungan bagi data pribadi yang lebih baik.