Ekonom Indef: Perppu Reformasi Keuangan bukan jawaban saat pandemi
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan bukan merupakan jawaban saat menghadapi pandemi COVID-19 karena sektor keuangan masih solid.
“Instrumen apapun ditambah, mau Perppu sepuluh itu tidak akan mampu mengatasi kemerosotan ekonomi,” kata Faisal Basri dalam diskusi daring Indef di Jakarta, Kamis.
Faisal Basri mengatakan perbankan secara umum mengalami kelebihan likuiditas, misalnya dicermati dari Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 11 persen pada Agustus 2020, namun ia mengakui ada bank kecil yang mengalami permasalahan likuiditas.
Salah satu solusinya, kata dia, bank besar yang kelebihan likuiditas dapat memberikan pinjaman kepada bank kecil yang kekurangan likuiditas dengan skema penjaminan kepada industri perbankan.
“Dengan cara diperluas penjaminan ke perbankan tidak hanya kepada nasabah tapi juga antarbank,” kata Faisal Basri.
Sementara itu, sampai semester I-2020 sektor keuangan masih tumbuh positif yakni 6,48 persen di tengah pandemi COVID-19.
Mencermati beberapa indikator itu, Faisal Basri menilai kunci utama bukan di sektor keuangan namun mengatasi akar utamanya yakni mengatasi Virus Corona.
“Kuncinya bukan di sektor keuangan, kuncinya adalah mengatasi COVID-19 ini, sampai sekarang COVID-19 belum ada strategi jangka pendek dan menengah,” kata Faisal Basri.
Ia pun mengibaratkan rencana merevisi UU Bank Indonesia termasuk Perppu Reformasi Sistem Keuangan ketika pandemi COVID-19 sama dengan merenovasi rumah ketika terjadi badai yang belum selesai.
“Yang dipentingkan itu bukan perppu, tapi perppu mengatasi COVID secara tuntas. Yang penting mengatasi COVID dan kedua jangan melakukan renovasi atap rumah kalau badai belum selesai,” ujar Faisal Basri.
“Instrumen apapun ditambah, mau Perppu sepuluh itu tidak akan mampu mengatasi kemerosotan ekonomi,” kata Faisal Basri dalam diskusi daring Indef di Jakarta, Kamis.
Faisal Basri mengatakan perbankan secara umum mengalami kelebihan likuiditas, misalnya dicermati dari Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 11 persen pada Agustus 2020, namun ia mengakui ada bank kecil yang mengalami permasalahan likuiditas.
Salah satu solusinya, kata dia, bank besar yang kelebihan likuiditas dapat memberikan pinjaman kepada bank kecil yang kekurangan likuiditas dengan skema penjaminan kepada industri perbankan.
“Dengan cara diperluas penjaminan ke perbankan tidak hanya kepada nasabah tapi juga antarbank,” kata Faisal Basri.
Sementara itu, sampai semester I-2020 sektor keuangan masih tumbuh positif yakni 6,48 persen di tengah pandemi COVID-19.
Mencermati beberapa indikator itu, Faisal Basri menilai kunci utama bukan di sektor keuangan namun mengatasi akar utamanya yakni mengatasi Virus Corona.
“Kuncinya bukan di sektor keuangan, kuncinya adalah mengatasi COVID-19 ini, sampai sekarang COVID-19 belum ada strategi jangka pendek dan menengah,” kata Faisal Basri.
Ia pun mengibaratkan rencana merevisi UU Bank Indonesia termasuk Perppu Reformasi Sistem Keuangan ketika pandemi COVID-19 sama dengan merenovasi rumah ketika terjadi badai yang belum selesai.
“Yang dipentingkan itu bukan perppu, tapi perppu mengatasi COVID secara tuntas. Yang penting mengatasi COVID dan kedua jangan melakukan renovasi atap rumah kalau badai belum selesai,” ujar Faisal Basri.