Pengusaha kritik PLN menggunakan "MPP"

id pln,listrik,berita sumsel,berita palembang,Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia,Riza Husni,Air Anyir,per kilowatt jam,kwh

Pengusaha kritik PLN menggunakan "MPP"

Arsip- Petugas memasang Isolator pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Jalur Tranmisi Jakabaring. (ANTARA News Sumsel/Nova Wahyudi/dol)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) mengkritik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam penggunaan Kapal Listrik atau "Mobile PowerPlant" (MPP).

Pengusaha pada inti kritikan adalah meminta agar pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengurangi Kapal Listrik yang bakal memicu pemborosan di PLN.

"Kapal listrik berbahan bakar diesel dan sangat mahal. Temuan BPK sudah betul," ujar Juru Bicara Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary di Jakarta, Rabu, menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi pemborosan sebesar Rp1,61 triliun di proyek pembangkit listrik.

Rizal mengatakan, PLN sebaiknya tidak menambah atau meneruskan proyek MPP atau Kapal Listrik. Sebab, ke depan harga energi primer bakal semakin mahal. Harga minyak dunia berpotensi terus meningkat seiring merebaknya serangan Amerika Serikat dan sekutunya ke Suriah.

"Kenaikkan harga minyak rentan terhadap peningkatan subsidi dan inflasi. Jadi, dari segala sudut pandang kapal listrik tidak efisien," tegas Rizal.

Sebagaimana diketahui, BPK menemukan potensi pemborosan di PT PLN sebesar Rp1,61 triliun. Dalam laporan pemeriksaan Subsidi Listrik BPK baru-baru ini, pemborosan tersebut dapat terjadi bila PLN tidak menggunakan gas untuk Kapal Listrik di lima daerah dalam dalam dua tahun ke depan. PLN memulai proyek Kapal Listrik sejak 2015.

PLN menargetkan membangun delapan unit di Paya Pasir dan Pulau Nias (Sumatera Utara), Balai Pungut (Riau), Air Anyir dan Belitung Suge (Babel) Tarahan (Lampung), Pontianak (Kalbar), Jerajang (Lombok).

Berdasarkan temuan BPK, biaya produksi Kapal Listrik menggunakan HSD (high speed diesel) mencapai Rp2.340 per kilowatt jam (kWh) jauh diatas biaya operasi bila menggunakan gas hanya sebesar Rp1.284-1469 kWh. BPK juga menemukan konsumsi bahan bakar Kapal Listrik lebih besar yakni 0,37-0,41 liter per kWh.

Di sisi lain, potensi pemborosan itu tidak diiikuti oleh biaya produksi yang memadai. Berdasarkan uji petik di tiga unit Kapal Listrik realisasi produksi listrik antara November 2017 hingga Desember 2017 tidak sesuai dengan kontrak. PLN dibebani pembayaran sebesar 70 persen dari produski Kapal Listrik, walaupun listriknya tidak terpakai.

Sejalan dengan APLSI, Ketua Umum Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (APLTMH) Riza Husni mengatakan, potensi pemborosan itu cukup besar mengingat PLN terus memperbanyak Kapal Diesel Turki dan mempersulit investasi di energi baru terbarukan (EBT) yang lebih murah.

"Semua pihak sudah tahu bahwa diesel sangat tidak efisien, apa lagi yang di kapal. Harga kWh yang sangat mahal tidak pernah dipermasalahkan oleh Menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral). Kalau EBT, Menteri (Ignatius Jonan) langsung berteriak listrik murah untuk rakyat. Ini sebuah kebijakan yang aneh," kata Riza Husni.

Pewarta :
Uploader: Aang Sabarudin
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.