Indeks manufaktur Indonesia capai angka tertinggi sejak 2016

id grafik,manufaktur indonesia,berita palembang,berita sumsel,ekonomi indonesia,menteri Perindustrian,Airlangga Hartarto

Indeks manufaktur Indonesia capai angka tertinggi sejak 2016

Ilustrasi. (ANTARA News Sumsel/REUTERS)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Purchasing manager index (PMI) atau indeks manajer pembelian manufaktur Indonesia naik dari 49,9 pada Januari menjadi 51,4 pada Februari, yang merupakan angka tertinggi pada kondisi operasional sejak Juni 2016 (20 bulan).

"Pemerintah telah meluncurkan beberapa paket kebijakan ekonomi, di antaranya untuk meningkatkan daya saing industri," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.

Selain itu, lanjut Airlangga, melalui kebijakan deregulasi dan debottlenecking yang disertai dengan mempermudah persyaratan dan perizinan.

Data PMI tersebut dirilis Nikkei dan Markit. PMI di atas 50  kembali diraih setelah pada Desember 2017 dan Januari 2018 berada di bawah titik netral atau posisi 50.

PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah ekspansif. Bahkan, capaian PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2018 juga memperlihatkan posisi tertinggi pada kondisi operasional sejak bulan Juni 2016 atau 20 bulan yang lalu.

"Kenaikan PMI tersebut dapat menunjukkan kepercayaan kepada sektor industri agar lebih ekspansi dan menyerap banyak tenaga kerja," tutur Menperin.

Terlebih lagi dukungan peningkatan peringkat kemudahan melakukan bisnis (ease of doing business) yang signifikan, dari peringkat 106 pada 2015 menjadi peringkat 72 pada 2017.

Jajak pendapat beberapa manajer pembelian di perusahaan manufaktur Indonesia yang dilakukan Nikkei menunjukkan industri mengalami penambahan tenaga kerja baru karena umumnya terkait dengan kenaikan permintaan domestik.

Dengan peningkatan produksi tersebut, perusahaan mampu menaikkan jumlah penggajian untuk pertama kali dalam 17 bulan.

Selanjutnya, tingkat pertumbuhan ketenagakerjaan ini merupakan yang tertinggi kedua yang tercatat sepanjang survei. Secara bersamaan, perusahaan juga memiliki sumber daya yang mencukupi untuk memastikan pesanan selesai tepat waktu.

Dalam surveinya, perusahaan pun masih tetap percaya diri bahwa output akan naik di periode tahun mendatang, meski sentimen ini tergolong lemah dibanding tren jangka panjang.

"Perbaikan kondisi di pasar domestik menepis penurunan kecil pada permintaan luar negeri untuk produk Indonesia, dengan total order baru dan produksi meningkat untuk pertama kalinya sejak akhir November," papar Aashna Dodhia, ekonom IHS Markit yang mengompilasi hasil survei.

Merujuk data Kementerian Perindustrian, selama periode 2015-2017, jumlah unit usaha industri menengah dan sedang mengalami peningkatan  signifikan, yaitu mencapai 4.433 unit usaha sampai triwulan II tahun 2017, jika dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1.288 unit usaha.

Peningkatan ini ditargetkan akan terus berlangsung pada periode dua tahun ke depan hingga mencapai 8.488 unit usaha pada akhir 2019.

Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri pada periode tahun 2015-2017 ikut meningkat dari 15,39 juta orang pada tahun 2014 menjadi 16,57 juta orang sampai triwulan II  tahun 2017 dan ditargetkan akan terus bertambah sampai akhir tahun 2019 hingga mencapai 17,1 juta orang tenaga kerja yang akan terserap oleh industri nasional.

Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja, nilai investasi sektor industri juga meningkat menjadi Rp706,9 triliun pada periode tahun 2015-2017 dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai Rp195,6 triliun.

Nilai investasi ini diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai Rp1.759 triliun pada periode dua tahun ke depan.
(TZ.S038/N. Yuliastuti)