Bali (ANTARA Sumsel) - Director of APAC Research Team Kaspersky Lab,
Vitaly Kamluk, mengungkapkan bahwa jumlah serangan siber yang terjadi di
kawasan Asia Pacific tahun ini meningkat.
"Angka ini meningkat
dalam lima tahun terakhir. Para penjahat siber beralih ke cara yang
lebih andal untuk mencuri data demi mendapat keuntungan finasial," kata
dia, dalam Kaspersky Lab Cyber Security Weekend APAC, di Bali, Jumat.
"Sekarang modelnya berbeda, ada developer yang bekerja di ransomeware, kemudian ransomware didistribusikan oleh partner menggunakan email web exploit kit," lanjut dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, jumlah insiden ransomware yang terdeteksi di APAC melonjak pada Juli dan Agustus dibandingkan dengan bulan Februari dan Maret, sebesar 114 persen.
Negara dengan jumlah infeksi ransomware terbesar adalah India, diikuti oleh Vietnam. Peningkatan jumlah insiden ransomware mencerminkan tren global. Hal tersebut juga menandakan bahwa wilayah APAC menjadi target untuk ransomware.
Pertumbuhan
terbesar dalam jumlah total kejahatan siber yang telah dideteksi
Kaspersky Lab adalah di India, sedangkan penurunan terbesar terjadi di
Australia.
Kaspersky Security Network (KSN) statistik layanan
cloud untuk Juli-September 2016 menunjukkan bahwa sejumlah negara
Asia-Pasifik (Australia, China, India, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, Thailand, Vietnam), rata-rata 49 persen pengguna mengalami
kejahatan siber yang berhubungan dengan jaringan lokal dan media.
Tidak hanya itu, 17 persen dari pengguna di negara-negara tersebut juga menghadapi ancaman yang erat kaitannya dengan web.
Vietnam,
Filipina dan India memiliki jumlah tertinggi pengguna yang mengalami
insiden ancaman lokal, masing-masing 64 persen, 58 persen dan 55 persen
masing.
Sementara China memimpin dalam deteksi web (24 persen
dari pengguna), diikuti oleh Vietnam, India dan Indonesia masing-masing
23 persen, 18,5 persen dan 18,5 persen.
Australia dan Singapura
termasuk di antara negara-negara paling tidak terpengaruh. Meski
demikian, sekitar 12 persen pengguna menghadapi insiden web dan sekitar
30 persen menghadapi ancaman lokal.
Menurut survei Global
Perusahaan IT Security Risks 2015 yang dilakukan oleh B2B International
dan Kaspersky Lab, ada top 5 jenis ancaman siber yang dihadapi oleh
pengguna yaitu malware, spam, phishing, kerentanan perangkat lunak dan
kebocoran disengaja oleh staf.
Berita Terkait
Indonesia butuh antivirus dan vitamin di HMN 2022
Rabu, 9 Maret 2022 11:49 Wib
Daun keladi tikus dan sirsak ternyata bisa meredakan batuk hingga antivirus
Jumat, 22 Oktober 2021 11:05 Wib
Korsel amankan pembelian 20 ribu pil antivirus COVID-19 buatan Merck
Rabu, 6 Oktober 2021 22:42 Wib
Dokter spesialis anak: Antivirus COVID-19 tidak diperlukan untuk anak OTG
Minggu, 25 Juli 2021 10:02 Wib
IDAI: Tidak perlu berikan antibiotik untuk pengobatan COVID-19 anak
Minggu, 18 Juli 2021 18:22 Wib
Kemenkes bantah klaim obat tradisional untuk sembuhkan pasien COVID-19
Rabu, 5 Agustus 2020 17:19 Wib
Antivirus eucalyptus untuk COVID-19 diproduksi massal oleh swasta
Sabtu, 4 Juli 2020 19:30 Wib
WHO enggan komentari laporan remdesivir soal anti virus COVID-19
Kamis, 30 April 2020 7:48 Wib