Pengamat : pilkada harus jamin prinsip jujur dan adil

id oilkada, prinsip jjur dan adil, pilkada langusng atau melalui dprd harus terjamin pronsip jujur, adil, jurdil

Pengamat : pilkada harus jamin prinsip jujur dan adil

Ilustrasi - Pilkada. (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

...Hal pokok apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD, yaitu harus terjamin prinsip jujur dan adil...
Bandarlampung (ANTARA Sumsel) - Pengamat politik dari Universitas Lampung Dr Syarief Makhya menyebutkan penentuan keputusan politik atas cara pemilihan kepala daerah harus bisa menjawab persoalan pokok yang menjadi masalah dalam pilkada itu.
        
"Hal pokok apakah kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih DPRD, yaitu harus terjamin prinsip jujur dan adil," ujar Syarief, menanggapi kontroversi Rancangan Undang Undang Pilkada yang mengatur pilkada langsung atau dikembalikan ke DPRD, di Bandarlampung, Selasa.
        
Menurut dia, kepala daerah dipilih langsung, kendati memberi ruang yang terbuka pada semua orang untuk mencalonkan diri, tetapi dalam realitasnya hanya bisa dinikmati oleh calon yang memiliki kekuatan uang yang bisa bersaing, sementara calon yang tidak didukung kekuatan uang cenderung hanya jadi pelengkap penderita saja.
        
Namun, katanya lagi, hal yang sama juga jika pilkada dipilih DPRD, maka lagi-lagi kekuatan uang akan menentukan menjadi pemenangnya, karena modus ini juga pernah terjadi pada periode 1999 - 2005.
        
Dia berpendapat, seharusnya yang ditawarkan pilkada oleh DPRD memberi garansi tidak ada ruang terjadi praktik politik uang (money politic) dan proses rekrutment calon kepala daerahnya lebih terbuka dan selektif, sehingga bisa menawarkan calon-calon kepala daerah yang sejalan dengan pilihan publik bukan hanya sebatas pilihan parpol.
        
Upaya itu, katanya pula, bisa dilakukan dengan memperketat persyaratan calon dan memberi ruang bagi lembaga penegak hukum, seperti KPK dan publik untuk bisa mengawasi proses pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
        
"Jadi, pemilihan kepala daerah benar-benar terawasi dan posisi-posisi anggota dewan betul-betul mandiri, otonom dan rasional dalam memilih calon kepala daerah," ujarnya.
        
Tetapi, kata Syarief lagi, kalau pemilihan kepala daerah oleh DPRD, tidak bisa menggaransi untuk mengatasi dugaan terjadi praktik politik uang dan tidak selektif serta tidak terbuka dalam memilih calon kepala daerah, maka perubahan pilkada langsung yang akan digantikan oleh DPRD tidak mempunyai makna untuk menjawab persoalan pokok yang selama ini dipersoalkan oleh publik yaitu masalah moralitas politik.
        
Jadi, isu perubahan pemilihan kepala daerah yang harus diangkat adalah masalah moralitas politik dan menggaransi adanya persaingan politik yang lebih terbuka, rasional, adil, jujur dan bebas dari praktik-praktik politik yang tidak mendidik; bukan pada persoalan karena efisiensi anggaran sebagaimana sering dikemukakan oleh pemerintah, katanya.
        
Undang Undang Pilkada dan peraturan pemerintahnya, menurutnya, seharusnya bisa menjangkau pada tataran teknis yang tidak memberi ruang terjadi persaingan politik yang tidak sehat.
        
Sejauh ini, undang-undang yang mengatur pilkada atau juklak-juknis KPU yang mengatur teknis pilkada tidak bisa diterjemahkan secara oprasional di lapangan, sehingga berwarna abu-abu, ujar Syarief.
        
Dia menyebutkan, misalnya, istilah kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif), dengan regulasi yang tidak ketat dan berwarna abu-abu ini yang berakibat persaingan politik menjadi tidak terkontrol dan memberi ruang terjadi praktik politik uang.