Palembang (ANTARA Sumsel) - Warga Kota Palembang hingga kini kurang berminat untuk mengelola atau menekuni usaha "bank sampah", padahal pemerintah kota setempat terus mensosialisaskan manfaat dan keuntungan yang didapat jika serius mengembangkan usaha tersebut menjadi produk layak jual.
Bahkan Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra menyatakan, jika ada warga yang serius menjalankan usaha pengelolaan sampah menjadi produk yang bermanfaat dan memberi keuntungan akan membantu dana Rp5 juta hingga Rp10 juta.
"Bagi pemerintah tidak berat memberikan bantuan antara Rp5 juta hingga Rp10 juta, asalkan usaha pengelolaan sampah ini benar-benar dijalankan. Namun, sejauh ini meski dibantu biaya masih sulit untuk menarik masyarakat," katanya.
Menurut dia, program Bank Sampah itu telah dijalankan pemerintah kota sejak awal April lalu di beberapa kecamatan, namun yang mengalami kemajuan hanya di Perumahan Griya Bahagia, Alang-alang Lebar, sehingga sejumlah produk yang dihasilkan seperti topi dan rompi telah dipasarkan.
Pemerintah kota sendiri membeli topi untuk pekerja penyapu jalan, dan diharapkan masyarakat juga memanfaatkan produk "bank sampah" itu, sehingga berkembang menjadi industri kecil dan menengah.
Pihaknya berharap masyarakat yang memiliki inisiatif mengembangkan program itu, sehingga usaha tersebut akan tumbuh meski tanpa dukungan dana pemerintah kota.
Ia mengakui, Pemerintah Kota Palembang terkendala anggaran untuk mengelola sampah sehingga tumpukan sampah kini menghasilkan gas metan sampai 50 kilogram per ton yang menyebabkan panas.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang Kemas Abubakar selama ini pengelolaan sampah di dua tempat pembuangan akhir (TPA) di daerah itu belum optimal akibat belum tersedianya dana.
Sementara kerja sama dengan perusahaan atau pihak ketiga belum berjalan sehingga gas metan di dua TPA beluma dikelola dengan optimal.
Menurut dia, dampak hawa panas di kota pempek ini juga sumbangan dari gas metan dari tumpukan sampah yang menggunung. Padahal kalau dikelola dengan baik gas metan bisa dimanfaatan untuk mengurangi panas bumi.
Sampah yang masuk ke dua TPA tersebut tersebut mencapai 500 - 600 ton per hari.
Sampai kini belum ada proses penangkapan gas metan yang optimal dilakukan akibat minimnya dana untuk pengendalian penyebab hawa panas itu.
Budiono (37) seorang buruh harian pembersih sampah Danau Kambang Iwak diPalembang, setiap hari bersama seorang kawan dengan menggunakan perahu fiber mereka membersihkan sampah yang masuk dalam danau itu.
Sampah plastik, kayu dan daun-daunan paling banyak di danau itu. Sampah-sampah dibuang secara sembarangan oleh pengunjung taman meski telah tersedia tong sampah dihampir setiap sudut taman.
Selain itu, sampah-sampah dedaunan dan kayu dari pohon yang tumbuh di pinggir danau itu membuat kolam harus dibersihkan setiap hari.
Apalagi kalau kemarau dedaunan biasanya sejak pagi sampai sore rontok dan memenuhi danau Kambang Iwak.
Ia mengatakan, saat kemarau biasanya selain sampah kerap juga ditemui ratusan ikan mati.
Ikan-ikan mati tersebut biasanya terjadi saat siklus air berubah drastis terutama dari panas langsung turun hujan deras.
bukan hanya perubahan suhu yang sering mereka temui menyebabkan ikan mati tetapi banyaknya limbah yang masuk ke kolam membuat ikan-ikan mabuk.
Dia menambahkan, pernah mendapati seekor ikan mas dengan berat sekitar lima kilogram mati di kolam itu.
Kalau ikan ukuran kecil hingga berat satu kilogram sering dijumpai mati bahkan pernah ratusan ikan sekaligus mengambang karena mabuk.
Budiono menambahkan, menjadi petugas kebersihan memang bukan pekerjaan impian mereka tetapi paling tidak telah ikut menjadi bagian dari keberhasilan Kota Palembang meraih Piala Adipura termasuk Taman Kambang Iwak terbaik secara nasional.
Setiap hari mereka menerima upah Rp45.000 per orang dan dibayar mingguan.
Untuk mengatasi masalah sampah tersebut pemerintah Kota Palembang juga akan menyiapkan kendaraan bemo sebagai asilitas angkutan sampah.
Pemkot pada tahun ini menambah satu jenis lagi kendaraan sampah untuk meningkatkan kapasitas volume angkutan ke tempat pembuangan akhir.
Penambahan angkutan sampah tersebut, salah satu upaya untuk mendorong Palembang bersih sampai ke perkampungan.
Tahap awal disediakan dua bemo (kendaraan bermotor beroda tiga yang dilengkapi fasilitas bak menampung sampah-red), untuk angkutan sampah dioperasikan secara bergilir.
Bemo tersebut menjadi salah satu fasilitas pendukung untuk merealisasikan Palembang bersih tidak hanya di tengah kota, tetapi sampai ke pemukiman padat.
Upaya mendorong Palembang menjadi kota bersih, hijau dan bebas polusi udara itu terus mereka lakukan dengan mengoptimalkan fasilitas yang ada.
Penambahan fasilitas pendukung untuk merealisasikan Palembang "clean, green dan blue" terus mereka upayakan dengan melakukan berbagai program terkait.
Sarana tersebut nantinya akan diprioritaskan mengangkut sampah dari pemukiman serta sungai yang berada di kawasan penduduk padat.
Sementara pemkot setempat juga telah mengoperasikan angkutan sampah berupa sepeda motor dan gerobak untuk menjangkau kawasan yang sulit didatangi truk.
volume sampah di Kota Palembang mencapai 2.200 meter per segi setiap hari dengan mengerahkan sebanyak 1.200 orang petugas kebersihan.
Kader lingkungan
Kiat Pemerintah Kota Palembang mengatasi sampah itu juga menyiapkan 5.000 orang kader lingkungan yang merupakan siswa dan guru.
Para kader lingkungan tersebut akan serentak melaksanakan perannya sebagai orang terdepan menjaga kebersihan dan kelestarian kawasan hijau. Mereka mengawali kegiatan mereka dengan mengelola sampah di sekolah.
Sampah akan dipilah sesuai dengan jenisnya sampah kertas, organik dan juga beracun serta plastik.
Selain itu, kader juga akan melakukan pengelolaan lingkungan sekolah dengan mengubah sampah menjadi produk bernilai ekonomis.
Sejak dicanangkannya kampung ramah lingkungan empat lima tahun lalu sampai kini baru 16 kawasan yang menerapkan pengelolaan sampah dengan menjaga kelestarian lingkungan.
Warga di kampung ramah lingkungan tidak hanya menghijaukan kawasan pemukiman mereka tetapi juga mengolah sampah menjadi berbagai barang bernilai ekonomi.
Ke depan pemkot menargetkan sampah akan menjadi salah satu tambahan pendapatan warga. Tentunya dengan melakukan proses daur ulang dan mengolah sampah jadi pupuk organik.
Warga Kota Palembang pun kini sebagian telah memanfaatkan beragam sampah plastik menjadi mainan anak-anak berupa robot dan miniatur kendaraan.
Yanti, pelatih membuat sampah menjadi barang bernilai mengatakan awalnya anak-anak diminta untuk membawa sampah, seperti botol minuman, sendok dan penas. Lalu mereka juga diminta untuk berkreasi sendiri membuat beragam mainan yang mereka inginkan.
Ia menambahkan, sudah sejak dua tahun ini mengajar kelompok masyarakat dan anak-anak membuat berbagai barang bekas menjadi mainan atau produk bermanfaat.
Barang-barang bekas tersebut kini tak perlu lagi menjadi sampah tetapi bisa digunakan bahkan bernilai ekonomis.
"Botol minuman bekas, sendok dan pena serta barang lainnya tersebut dirangkai menjadi robot, mobil-mobilan dan senjata api," katanya.
Sejumlah anak laki-laki mengerjakan dengan semangat beragam mainan tersebut karena dijanjikan hasil karya menjadi milik mereka.
Yanti mengatakan, selain meminta anak-anak membawa barang bekas mereka juga menyiapkan lem dan cat serta lempengan kaset bekas. Setelah dirangkai barang bekas tersebut sangat bagus dan menjadi mainan yang menarik bagi anak-anak.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Nazarudin Kiemas meminta pemerintah daerah mempersiapkan diri menghadapi terbitnya Undang Undang tentang pengelolaan sampah.
"Sekarang ini sedang dipersiapkan UU tentang sampah dan diperkirakan dua atau tiga tahun ke depan mulai diberlakukan," kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu ketika menghadiri seminar lingkungan di Palembang, baru-baru ini.
Menurut dia, waktu dua atau tiga tahun itu tidak terlalu lama, bahkan terasa singkat untuk persiapan pengelolaan sampah yang baik jika tidak dilakukan secara serius.
Selagi masih ada waktu, diminta Pemerintah Kota Palembang dan pemerintah daerah lainnya untuk secara bertahap membuat program pengelolaan sampah yang baik dan memiliki nilai tambah, kata Nazarudin.
Dia menjelaskan, contoh pengelolaan sampah yang baik adalah Australia, di negara tersebut sampah tidak dibuang percuma bahkan banyak berminat membelinya dengan harga tinggi.
"Sampah di Australia dilelang, bagi peminat memberikan penawaran tinggi dia yang dapat," ujar dia.
Dengan UU tentang pengelolaan sampah yang sedang disiapkan itu, dia berharap setiap kabupaten/kota di Indonesia mampu memanfaatkan sampah dihasilkan penduduknya menjadi bermanfaat dan memiliki nilai tinggi.
Sampah bisa dimanfaatkan untuk pupuk, didaur ulang menjadi sesuatu barang berharga atau memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta bisa dimanfaatkan untuk energi, ujarnya. (Tim*I016)
