Kota Bogor (ANTARA) - Aksi pencabulan terhadap siswi yang seharusnya dilindunginya kembali terjadi, kini bahkan terduga pelakunya berstatus wali kelas di sebuah SD.
Satreskrim Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) setempat bekerja sama untuk menangani kasus pencabulan delapan siswi sekolah dasar (SD) oleh gurunya inisial BBS berstatus ASN, untuk melindungi mental korban dan memeriksa kejiwaan pelaku.
Kasatreskrim Polresta Bogor Kota Kompol Rizka Fadhila di Makopolresta Bogor Kota, Selasa, mengatakan UPTD PPA dan unit PPA dari polwan yang menangani masalah psikologis korban dan masalah kejiwaan pelaku.
"Kejiwaan pelaku dalam penyelidikan kami dengan melibatkan PPA yang menangani, ada dari pemerintah ada dari polwan," ujar Kompol Rizka.
Ia menyampaikan belum ada keterangan mengenai kejiwaan BBS, tetapi delapan siswi SD yang menjadi korban BBS tetap aktif sekolah seperti biasa.
Pencabulan yang terjadi sejak akhir 2022 hingga Mei 2023 kepada mereka, tidak membuat mereka tidak sekolah. Para siswi yang dicabuli BBS semua adalah muridnya sebagai wali kelas.
Kedelapan korban itu semula kelas 5 SD sesuai dengan tugas BBS sebagai wali kelas. Namun, sudah ada yang naik kelas 6 saat ini. Mereka mendapatkan perlakuan cabul dengan meraba bagian sensitif tanpa paksaan, melainkan dengan pendekatan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan ekstrakurikuler.
Kompol Rizka mengungkapkan, dari delapan korban, hanya ada empat orang korban yang telah bersedia diperiksa dan orang tuanya melapor kepada polisi, sementara empat orang lain belum berani terbuka bercerita.
Pendekatan psikologis itu yang menjadi peran dari PPA. Polisi menduga, kata Kompol Rizka, masih ada korban lain dari pencabulan BBS sehingga Satreskrim Polresta Bogor Kota akan terus berkoordinasi dengan pihak sekolah.
"Kami terus koordinasi dengan pihak sekolah, kalau ada orang tua yang anaknya menjadi korban pelecehan seksual, jangan ragu laporkan kepada polisi," imbaunya.
BBS telah berusia 30 tahun berstatus memiliki istri dan satu anak. Dia belum lama diangkat menjadi ASN P3K. Ia diamankan polisi pada saat di perjalanan di wilayah Kota Bogor pada Senin (11/9) pukul 21.00 WIB, setelah polisi mendapat laporan dari empat orang tua korban. Kepada polisi saat dihadirkan, ia mengaku khilaf atas perbuatannya.
Namun demikian, pelaku cabul itu tetap dijerat dengan pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak junto pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak menjadi UU pidana dengan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.