Palembang (ANTARA) - Menindaklanjuti kunjungan kerja Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya dengan sejumlah aparat penegak hukum (APH) pada 30 Agustus 2023, digelar rapat membahas tindak lanjut dari kunjungan kerja tersebut, di Palembang, Senin (4/9).
Rapat tersebut dihadiri Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya, Kepala Divisi Pemasyarakatan Bambang Haryanto, Kepala Bidang Pembinaan, Bimbingan, Dan Teknologi Informasi Herastini, Kepala Sub Bidang Bimbingan dan Pengentasan Anak Indra Gunawan, para pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Palembang.
Dalam kesempatan tersebut Ilham Djaya menjelaskan bahwa 'Restorative Justice' adalah penyelesaian perkara yang mengedepankan pemulihan korban dan pelaku serta masyarakat yang terlibat bukan untuk menghukum pelaku, dimana keadilan restoratif ini dapat diartikan sebagai penyelesaian perkara di luar sistem peradilan pidana.
Kakanwil melanjutkan bahwa UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP pasal 51 RKUHP jelas mengatur mengenai tujuan pemidanaan yang menitikberatkan nilai keadilan restoratif (RJ) sebagaimana telah diterapkan dalam UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang memberikan perubahan positif.
“Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang mempertegas posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu dan mempertegas fungsi pemasyarakatan dalam bidang perlakuan terhadap tahanan, anak dan warga binaan,” ujar Ilham.
Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya menyebutkan bahwa Pemasyarakatan sebagai sub sistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum, ada enam fungsi yang diembannya salah satunya adalah Pembimbing Kemasyarakatan dimana berdasarkan UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 23.
Undang Undang tersebut menjelaskan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan litmas, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap klien, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana.
Pelaksanaan penelitian masyarakat (litmas) oleh Pembimbing Kemasyarakatan merupakan ujung tombak mewujudkan 'restorative justice (RJ)' dimana litmas adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk kepentingan pelayanan tahanan atau anak.
Kemudian untuk kepentingan pembinaan narapidana atau anak binaan, dan pembimbingan kemasyarakatan klien, serta sebagai dasar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam penyelesaian perkara.
Sehingga litmas oleh Pembimbing Kemasyarakatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan dalam rangka penerapan 'restorative justice'.
Terkait hal tersebut, Kakanwil meminta untuk membuat terobosan berupa suatu sistem (aplikasi) yang dapat mengakomodir litmas oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam rangka penerapan keadilan restoratif.
“Saya minta kepada kepala divisi pemasyarakatan untuk membentuk suatu tim yang terdiri dari tim Kantor Wilayah, Tim Pembimbing Kemasyarakatan serta mengundang tim dari instansi penegak hukum dalam suatu focus group discussion (FGD) dalam rangka membangun aplikasi yang dimaksud,” kata Kakanwil Ilham.
Rapat tersebut dihadiri Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya, Kepala Divisi Pemasyarakatan Bambang Haryanto, Kepala Bidang Pembinaan, Bimbingan, Dan Teknologi Informasi Herastini, Kepala Sub Bidang Bimbingan dan Pengentasan Anak Indra Gunawan, para pembimbing kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Palembang.
Dalam kesempatan tersebut Ilham Djaya menjelaskan bahwa 'Restorative Justice' adalah penyelesaian perkara yang mengedepankan pemulihan korban dan pelaku serta masyarakat yang terlibat bukan untuk menghukum pelaku, dimana keadilan restoratif ini dapat diartikan sebagai penyelesaian perkara di luar sistem peradilan pidana.
Kakanwil melanjutkan bahwa UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP pasal 51 RKUHP jelas mengatur mengenai tujuan pemidanaan yang menitikberatkan nilai keadilan restoratif (RJ) sebagaimana telah diterapkan dalam UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang memberikan perubahan positif.
“Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang mempertegas posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu dan mempertegas fungsi pemasyarakatan dalam bidang perlakuan terhadap tahanan, anak dan warga binaan,” ujar Ilham.
Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya menyebutkan bahwa Pemasyarakatan sebagai sub sistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum, ada enam fungsi yang diembannya salah satunya adalah Pembimbing Kemasyarakatan dimana berdasarkan UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 23.
Undang Undang tersebut menjelaskan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan litmas, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap klien, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana.
Pelaksanaan penelitian masyarakat (litmas) oleh Pembimbing Kemasyarakatan merupakan ujung tombak mewujudkan 'restorative justice (RJ)' dimana litmas adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk kepentingan pelayanan tahanan atau anak.
Kemudian untuk kepentingan pembinaan narapidana atau anak binaan, dan pembimbingan kemasyarakatan klien, serta sebagai dasar pertimbangan penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam penyelesaian perkara.
Sehingga litmas oleh Pembimbing Kemasyarakatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan dalam rangka penerapan 'restorative justice'.
Terkait hal tersebut, Kakanwil meminta untuk membuat terobosan berupa suatu sistem (aplikasi) yang dapat mengakomodir litmas oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam rangka penerapan keadilan restoratif.
“Saya minta kepada kepala divisi pemasyarakatan untuk membentuk suatu tim yang terdiri dari tim Kantor Wilayah, Tim Pembimbing Kemasyarakatan serta mengundang tim dari instansi penegak hukum dalam suatu focus group discussion (FGD) dalam rangka membangun aplikasi yang dimaksud,” kata Kakanwil Ilham.