Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan Dokter Spesialis Saraf dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta dr Astuti mengatakan kondisi kesehatan yang buruk turut mampu menyebabkan insomnia (gangguan sulit tidur).
 
"Insomnia bisa disebabkan oleh kondisi kesehatan yang buruk, seperti pada penderita demensia, diabetes, hingga pada pasien pasca-stroke," kata Astuti dalam siniar tentang gangguan tidur yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Selain sejumlah penyakit tersebut, kata Astuti, insomnia juga dapat dipicu oleh penderita penyakit paru kronis, autoimun, jantung, serta parkinson.
 
Insomnia, kata dia, juga dapat dipengaruhi oleh pengaruh obat yang dikonsumsi, seperti pada kortikosteroid yang dikonsumsi oleh pengidap penyakit paru, serta obat dari penyakit asma.
 
"Kondisi psikis yang buruk seperti stres, banyak pikiran, atau berada di tempat yang baru juga dapat mengganggu pola tidur yang mengakibatkan insomnia," ujarnya.

 
Normalnya, ucap dia, seseorang akan secara otomatis mengantuk pada sekitar pukul delapan sampai sembilan malam, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 30 menit dari saat merebahkan diri, sampai memulai tidurnya. Namun pada penderita insomnia, umumnya hal tersebut tidak berlaku.
 
Selain itu, sambungnya, terdapat pula beberapa jenis insomnia lainnya, seperti sering terbangun lebih dari tiga kali di saat tertidur, sulit tidur kembali saat terbangun di tengah malam, hingga tidak tidur sama sekali.
 
Astuti menegaskan waktu tidur yang terbuang pada malam hari tidak bisa diganti di siang hari, karena fungsi tubuh saat tidur yang melakukan konsolidasi memori, energi, kestabilan emosi, daya tahan tubuh, tumbuh kembang, serta reparasi sel rusak hanya dapat dilakukan pada malam hari.
 
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar melakukan deteksi dini dengan berkonsultasi kepada dokter jika memiliki kesulitan tidur, supaya kualitas tidur dapat diperbaiki.
 
"Kalau kualitas tidur baik, bangun tidur jadi fresh fit sepanjang hari, daya ingat bagus dan berenergi, akhirnya prestasi kerja bagus, emosi stabil, dan puas dengan kualitas tidurnya," kata dr Astuti.
 
Untuk diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah mengatur kebutuhan tidur sesuai usia, dimulai dari bayi kurang dari satu bulan dengan 14-18 jam per hari, bayi satu sampai 18 bulan dengan 12-14 jam per hari, anak usia tiga sampai enam tahun dengan 11-13 jam per hari, anak usia enam sampai 12 tahun dengan 10 jam per hari, remaja usia 12-18 tahun dengan delapan hingga sembilan jam per hari, dewasa usia 18-40 tahun dengan tujuh hingga delapan jam per hari, serta dewasa di atas 40 tahun hingga lansia dengan tujuh atau enam jam per hari.

Pewarta : Sean Filo Muhamad
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024