Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hulu, Riau, Amet Tripjapraja menyebut dirinya diminta Bupati Indragiri Hulu 1999-2008 Raja Thamsir Rachman meloloskan sejumlah izin untuk kebun kelapa sawit milik Surya Darmadi.
"Pada 2004, saya ketemu beliau (Raja Thamsir Rachman) duduk di lobi Hotel Indonesia. Ada seseorang Pak Surya Darmadi, (lalu dikenalkan) 'Ini Pak Surya Darmadi' kata Pak Thamsir, ya setelah itu, Pak Bupati ngomong dengan saya, saya disodori satu map, 'Pak tolong bantu Pak Surya mau bikin usaha perkebunan di Indragiri Hulu," kata Amet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Amet Tripjapraja menjadi saksi untuk pemilik Darmex Group Surya Darmadi yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Riau periode 2004-2022 dan pencucian uang 2005-2022.
"Itu izin tahun 2003 untuk PT Banyu Bening Utama, di Desa Paya Rumbai Kecamatan Seberida seluas 4 ribu hektare," ungkap Amet.
Menurut Amet, lahan yang dimohonkan adalah lahan bukan kawasan hutan berdasarkan Peta Tata Ruang wilayah Nomor 10 Perda Nomor 10 Tahun 1994 mengenai Tata Ruang Wilayah.
"Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 bukan kawasan hutan, namun berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan dari kementerian kehutanan ternyata area yang dimohon adalah kawasan hutan," tambah Amet.
Amet lalu menerima map yang disodorkan Raja Thamsir serta dokumen-dokumen PT Banyu Bening Utama.
"Sudah ada draf konsep surat keputusan (SK) bupati untuk izin usaha perkebunan (IUP), saya hanya dimintai memperbaiki draf SK," ungkap Amet.
Amet mengaku tidak menolak perintah bupati saat itu.
"Lalu perusahaan mengajukan permohonan revisi kepada bupati tentang luas area perkebunan dari 4 ribu hektare menjadi 6 ribu hektare," ungkap Amet.
Namun area seluas 6 ribu hektare itu ternyata masuk dalam kawasan hutan.
"Saya lalu menjelaskan bahwa di situ kawasan hutan, dalam surat telaah staf. Kemudian saya dipanggil menghadap beliau (Bupati Raja Thamsir) di ruang kerja bupati dan disampaikan 'Tolong selesaikan rekomendasi permohonan PT Banyu Bening yang revisi tadi, saya selesaikan supaya keluar izin, saya bikin rekomendasi," jelas Amet.
Rekomendasi tersebut adalah mengenai persetujuan IUP yang dimohonkan meski Amet tahu area itu termasuk kawasan hutan sehingga izin untuk PT Bening Banyu Bening seluas 6.420 hektare keluar.
"Apakah perkebunan melibatkan masyarakat setempat?" tanya jaksa Kejaksaan Agung.
"Tidak," jawab Amet.
Selain PT Banyu Bening Utama, ia mengurus izin untuk perusahaan lain milik Surya Darmadi, yaitu PT Palma Satu seluas sekitar 14 ribu hektare di Desa Penyaguan, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu.
"Untuk lahan itu lebih kurang 3 ribu hektare menurut perda 10 adalah kawasan hutan," ungkap Amet.
"Dapat apa Pak dengan memberikan rekomendasi-rekomendasi?" tanya jaksa.
"Dapet duit Pak, tapi gak banyak," jawab Amet.
"Berapa?" tanya jaksa.
"Rp25 juta dari Pak Suheri," jawab Amet.
Suheri yang dimaksud adalah Terta selaku Legal Manager Perizinan dan Dokumentasi Duta Palma Grup
Dalam dakwaan disebutkan perbuatan Surya Darmadi merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022 dan perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300 berdasarkan laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tanggal 24 Agustus 2022 sehingga total kerugian negara akibat perbuatan Surya Darmadi adalah Rp78,8 triliun.
Surya Darmadi diduga melakukan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di provinsi Riau periode 2004-2022 sehingga memperoleh keuntungan sebesar Rp7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dolar AS (sekitar Rp117,617 miliar dengan kurs Rp 14.915) sehingga totalnya Rp7,71 triliun.
Atas keuntungan Rp7,71 triliun yang diperolehnya, Surya Darmadi lalu diduga melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2010-2022 berupa pembelian tanah, properti, memberikan pinjaman kepada pihak yang terafiliasi, membiayai pembangunan pabrik hingga pembelian saham.
"Pada 2004, saya ketemu beliau (Raja Thamsir Rachman) duduk di lobi Hotel Indonesia. Ada seseorang Pak Surya Darmadi, (lalu dikenalkan) 'Ini Pak Surya Darmadi' kata Pak Thamsir, ya setelah itu, Pak Bupati ngomong dengan saya, saya disodori satu map, 'Pak tolong bantu Pak Surya mau bikin usaha perkebunan di Indragiri Hulu," kata Amet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Amet Tripjapraja menjadi saksi untuk pemilik Darmex Group Surya Darmadi yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di Riau periode 2004-2022 dan pencucian uang 2005-2022.
"Itu izin tahun 2003 untuk PT Banyu Bening Utama, di Desa Paya Rumbai Kecamatan Seberida seluas 4 ribu hektare," ungkap Amet.
Menurut Amet, lahan yang dimohonkan adalah lahan bukan kawasan hutan berdasarkan Peta Tata Ruang wilayah Nomor 10 Perda Nomor 10 Tahun 1994 mengenai Tata Ruang Wilayah.
"Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 bukan kawasan hutan, namun berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan dari kementerian kehutanan ternyata area yang dimohon adalah kawasan hutan," tambah Amet.
Amet lalu menerima map yang disodorkan Raja Thamsir serta dokumen-dokumen PT Banyu Bening Utama.
"Sudah ada draf konsep surat keputusan (SK) bupati untuk izin usaha perkebunan (IUP), saya hanya dimintai memperbaiki draf SK," ungkap Amet.
Amet mengaku tidak menolak perintah bupati saat itu.
"Lalu perusahaan mengajukan permohonan revisi kepada bupati tentang luas area perkebunan dari 4 ribu hektare menjadi 6 ribu hektare," ungkap Amet.
Namun area seluas 6 ribu hektare itu ternyata masuk dalam kawasan hutan.
"Saya lalu menjelaskan bahwa di situ kawasan hutan, dalam surat telaah staf. Kemudian saya dipanggil menghadap beliau (Bupati Raja Thamsir) di ruang kerja bupati dan disampaikan 'Tolong selesaikan rekomendasi permohonan PT Banyu Bening yang revisi tadi, saya selesaikan supaya keluar izin, saya bikin rekomendasi," jelas Amet.
Rekomendasi tersebut adalah mengenai persetujuan IUP yang dimohonkan meski Amet tahu area itu termasuk kawasan hutan sehingga izin untuk PT Bening Banyu Bening seluas 6.420 hektare keluar.
"Apakah perkebunan melibatkan masyarakat setempat?" tanya jaksa Kejaksaan Agung.
"Tidak," jawab Amet.
Selain PT Banyu Bening Utama, ia mengurus izin untuk perusahaan lain milik Surya Darmadi, yaitu PT Palma Satu seluas sekitar 14 ribu hektare di Desa Penyaguan, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu.
"Untuk lahan itu lebih kurang 3 ribu hektare menurut perda 10 adalah kawasan hutan," ungkap Amet.
"Dapat apa Pak dengan memberikan rekomendasi-rekomendasi?" tanya jaksa.
"Dapet duit Pak, tapi gak banyak," jawab Amet.
"Berapa?" tanya jaksa.
"Rp25 juta dari Pak Suheri," jawab Amet.
Suheri yang dimaksud adalah Terta selaku Legal Manager Perizinan dan Dokumentasi Duta Palma Grup
Dalam dakwaan disebutkan perbuatan Surya Darmadi merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022 dan perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300 berdasarkan laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tanggal 24 Agustus 2022 sehingga total kerugian negara akibat perbuatan Surya Darmadi adalah Rp78,8 triliun.
Surya Darmadi diduga melakukan tindak pidana korupsi usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin di provinsi Riau periode 2004-2022 sehingga memperoleh keuntungan sebesar Rp7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dolar AS (sekitar Rp117,617 miliar dengan kurs Rp 14.915) sehingga totalnya Rp7,71 triliun.
Atas keuntungan Rp7,71 triliun yang diperolehnya, Surya Darmadi lalu diduga melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2010-2022 berupa pembelian tanah, properti, memberikan pinjaman kepada pihak yang terafiliasi, membiayai pembangunan pabrik hingga pembelian saham.