Jakarta (ANTARA) - Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyebut penurunan kredit berisiko BNI sebagai indikator positif dan merupakan awal yang baik.
BNI mencatat rasio Loan at Risk (LaR) per November 2021 tercatat sebesar 25,18 persen, turun dari posisi Desember 2020 yaitu 28,74 persen.
“Terkait menurunnya LaR ini kan karena ada penurunan kredit yang direstrukturisasi. Artinya ada perbaikan di dua sisi yaitu bank dan nasabah,” kata Amin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Penurunan LaR tersebut seiring dengan nilai restrukturisasi kredit perseroan akibat pandemi COVID-19 per November 2021 sebesar Rp79,38 triliun. Nilai tersebut turun 22,47 persen dibanding posisi Desember 2020 saat restrukturisasi kredit BNI mencapai Rp102,39 triliun.
Amin menyebut indikasi pertama yang muncul dari penurunan LaR adalah potensi terjadinya ekspansi yang bisa dilakukan BNI untuk menambah penyaluran kredit berkualitas. Indikasi kedua, penurunan membuat bank bisa menahan laju CKPN yang berdampak pada laba.
Ketiga, BNI bisa mengirimkan sinyal kepada dunia usaha terkait pemenuhan kebutuhan kredit. Sinyal tersebut dapat menarik pelaku usaha yang kini memasuki masa pemulihan pasca-terdampak pandemi sejak awal 2020.
Baca juga: Alokasi KUR naik 22,7 persen, BNI semakin fokus garap UMKM
“Pada 2022 pasti ada kemungkinan penurunan LaR lagi. Sektor yang mulai bisa menjadi pendorong pertumbuhan (kredit) adalah pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan (sawit), dan farmasi. Meski pandemi menurun tapi masih akan ada potensi pertumbuhan bisnis farmasi,” ujarnya.
Senada dengan Amin, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menilai penurunan LaR menunjukkan semakin kecilnya risiko kenaikan Non Performing Loan (NPL) di suatu bank.
“Penurunan LaR itu merupakan isyarat bahwa risiko kenaikan NPL suatu bank semakin kecil. Itu awal yang baik dalam memperbaiki kualitas kredit sejalan dengan penurunan restrukturisasi kredit,” ujar Paul.
Menurutnya, penurunan LaR dan berkurangnya risiko NPL memberi kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit. Namun, ekspansi tersebut harus dilakukan bank dengan hati-hati.
Baca juga: BNI dorong sindikasi seiring membaiknya ekspektasi pelaku ekonomi
“Dari sisi lain, hal itu kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit. Tentu saja, ekspansi kredit wajib disertai penerapan manajemen risiko yang ketat,” jelasnya.
Menyikapi perbaikan risiko kredit tersebut, Corporate Secretary BNI Mucharom menyampaikan penurunan restrukturisasi terjadi secara linier baik di segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pun korporasi.
“Hal ini turut menggerakkan ekonomi dan memberi optimisme kepada debitur restrukturisasi untuk kembali optimistis melanjutkan rencana ekspansinya. LaR pun juga menunjukkan tren serupa sehingga membuat BNI semakin percaya diri untuk ekspansi lebih berkualitas tahun depan,” ujarnya.
Adapun beberapa langkah strategis telah diambil BNI untuk meningkatkan kualitas kredit yang direstrukturisasi seperti dengan perbaikan manajemen risiko dan inisiatif. Pertama, perbaikan end-to-end credit process baik segmen business banking maupun segmen consumer, meliputi pipeline management, underwriting process dan monitoring.
Selain itu, BNI juga tetap melihat dan mengevaluasi LaR, serta memonitor kredit secara disiplin melalui review debitur watchlist yang dilakukan secara periodik.
Baca juga: BNI dukung ekpansi kredit dorong kinerja ekonomi 2022