Palembang (ANTARA) - Sebagian warga Kota Palembang memilih menunaikan Shalat Idul Adha 1442 Hijriah, Selasa, secara berjamaah di rumah untuk merespon kondisi terkini dari penyebaran COVID-19.
Salah satunya Idris Naning (75) warga Kecamatan Sukarame yang telah melakukannya sejak tahun lalu.
Mengenakan baju kokoh berwarna biru tua dan kopiah putih, ia menjadi imam bagi keluarga besar di kediamannya.
Ia mengajak anak cucunya untuk mendirikan shalat sunnah hari raya dua rakaat itu secara sederhana demi keselamatan anak-cucunya.
Meskipun tidaklah mudah baginya untuk tidak melakukan shalat berjamaah di masjid bersama warga setempat, namun dengan alasan keselamatan, ia dan keluarganya memilih menaati imbauan pemerintah untuk menahan diri tidak bertemu dengan banyak orang.
Baca juga: Ulama Palembang minta shalat Idul Adha diizinkan dengan prokes ketat
Sebagaimana budaya umat Muslim di nusantara pada umumnya, hari raya merupakan momentum untuk bersilahturahmi saling menyambangi rumah kerabat mempererat hubungan sosial.
“Bukan tidak mau berinteraksi dengan para tetangga tapi kami tidak ingin ambil risiko demi keselamatan bersama,” kata Idris.
Pensiunan dosen ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya ini menilai COVID-19 merupakan penyakit yang nyata dan sangat berbahaya.
Sudah banyak keluarga, rekan kerja ataupun orang di lingkungannya yang meninggal dunia karena SARS-CoV-2 tersebut.
“Secara pribadi saya prihatin dan sedih sudah banyak orang yang meninggal karena COVID-19. Ini semakin nyata buktinya beberapa keluarga dan rekan kerja sewaktu di Unsri lebih dulu tutup usia karena penyakit itu,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Sumsel Shalat Idul Adha di rumah dinas Griya Agung
Idris yang akrab dipanggil dengan “Ugok” (panggilan untuk kakek bagi suku Rambang Ogan, Sumatera Selatan) menjadi orang yang dituakan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya dengan begitu mendapat perhatian dari semua orang.
Sempat berusaha tegar dalam keterbatasan ini namun rasa haru tak bisa ia bendung lagi, air matanya berlinang saat menerima telpon via video dari sanak-saudaranya.
“Akan sangat senang bila seisi rumah ini diramaikan oleh anak cucu, saat ini banyak masakan tersaji di meja makan terasa hambar karena sepi,” katanya.
Tidak banyak yang ia harapkan pada usia senjanya saat ini, hanya meminta Allah SWT melindungi kesehatan dan keselamatan keluarga beserta sanak dan saudara, dan berharap pandemi COVID-19 ini segera berlalu.
Bukan hanya warga, pejabat daerah juga memilih shalat di rumah.
Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru melaksanakan shalat Idul Adha 1442 Hijriah di rumah dinas Griya Agung, sebagai upaya nyata untuk menekan penyebaran COVID-19.
Ia yang tinggal di Palembang memutuskan untuk Shalat Idul Adha di rumah lantaran kota ini masih berstatus zona merah.
Selain itu, Herman Deru juga tidak melakukan anjang sana dan menerima kedatangan tamu.
Aktivitas selama hari raya ini hanya dilakukan di Griya Agung bersama keluarga inti.
“Tidak ada anjangsana karena kita masih COVID-19,” kata dia.
Baca juga: Masjid Agung Palembang gelar shalat Idul Adha, jamin penerapan protokol kesehatan
Salah satunya Idris Naning (75) warga Kecamatan Sukarame yang telah melakukannya sejak tahun lalu.
Mengenakan baju kokoh berwarna biru tua dan kopiah putih, ia menjadi imam bagi keluarga besar di kediamannya.
Ia mengajak anak cucunya untuk mendirikan shalat sunnah hari raya dua rakaat itu secara sederhana demi keselamatan anak-cucunya.
Meskipun tidaklah mudah baginya untuk tidak melakukan shalat berjamaah di masjid bersama warga setempat, namun dengan alasan keselamatan, ia dan keluarganya memilih menaati imbauan pemerintah untuk menahan diri tidak bertemu dengan banyak orang.
Baca juga: Ulama Palembang minta shalat Idul Adha diizinkan dengan prokes ketat
Sebagaimana budaya umat Muslim di nusantara pada umumnya, hari raya merupakan momentum untuk bersilahturahmi saling menyambangi rumah kerabat mempererat hubungan sosial.
“Bukan tidak mau berinteraksi dengan para tetangga tapi kami tidak ingin ambil risiko demi keselamatan bersama,” kata Idris.
Pensiunan dosen ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya ini menilai COVID-19 merupakan penyakit yang nyata dan sangat berbahaya.
Sudah banyak keluarga, rekan kerja ataupun orang di lingkungannya yang meninggal dunia karena SARS-CoV-2 tersebut.
“Secara pribadi saya prihatin dan sedih sudah banyak orang yang meninggal karena COVID-19. Ini semakin nyata buktinya beberapa keluarga dan rekan kerja sewaktu di Unsri lebih dulu tutup usia karena penyakit itu,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Sumsel Shalat Idul Adha di rumah dinas Griya Agung
Idris yang akrab dipanggil dengan “Ugok” (panggilan untuk kakek bagi suku Rambang Ogan, Sumatera Selatan) menjadi orang yang dituakan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya dengan begitu mendapat perhatian dari semua orang.
Sempat berusaha tegar dalam keterbatasan ini namun rasa haru tak bisa ia bendung lagi, air matanya berlinang saat menerima telpon via video dari sanak-saudaranya.
“Akan sangat senang bila seisi rumah ini diramaikan oleh anak cucu, saat ini banyak masakan tersaji di meja makan terasa hambar karena sepi,” katanya.
Tidak banyak yang ia harapkan pada usia senjanya saat ini, hanya meminta Allah SWT melindungi kesehatan dan keselamatan keluarga beserta sanak dan saudara, dan berharap pandemi COVID-19 ini segera berlalu.
Bukan hanya warga, pejabat daerah juga memilih shalat di rumah.
Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru melaksanakan shalat Idul Adha 1442 Hijriah di rumah dinas Griya Agung, sebagai upaya nyata untuk menekan penyebaran COVID-19.
Ia yang tinggal di Palembang memutuskan untuk Shalat Idul Adha di rumah lantaran kota ini masih berstatus zona merah.
Selain itu, Herman Deru juga tidak melakukan anjang sana dan menerima kedatangan tamu.
Aktivitas selama hari raya ini hanya dilakukan di Griya Agung bersama keluarga inti.
“Tidak ada anjangsana karena kita masih COVID-19,” kata dia.
Baca juga: Masjid Agung Palembang gelar shalat Idul Adha, jamin penerapan protokol kesehatan