Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan UU Cipta Kerja menjadi karpet merah bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena kemudahan-kemudahan yang diberikan.
"Dengan UU Cipta Kerja, UMKM betul-betul diberi karpet merah secara total. Izinnya mudah, 3 jam NIB (Nomor Induk Berusaha) keluar. Sertifikat-sertifikat segala macam gratis. Prosedurnya dipangkas. Ini semata-mata bagaimana kita beri penguatan kepada UMKM," kata Bahlil Lahadalia dalam Dialog KADIN dan Shopee Indonesia - UMKM Indonesia Menuju Pasar Global yang digelar secara virtual, Senin.
Melalui UU Cipta Kerja, upaya untuk memformalkan UMKM juga terfasilitasi. Bahlil menuturkan Kementerian Investasi/BKPM tidak hanya mengurus perizinan investasi besar, tapi juga investasi kecil, termasuk UMKM. Tidak hanya investasi asing, tapi juga investasi dalam negeri.
Bahlil mengatakan posisi UMKM sangatlah strategis karena dari 133 juta lapangan pekerjaan di Indonesia, sebanyak 120 juta di antaranya merupakan UMKM. Total unit usaha di Indonesia juga 99,6 persennya merupakan UMKM atau setara dengan 54,6 juta unit UMKM.
"Artinya, posisi UMKM sangat strategis baik dari struktur pertumbuhan ekonomi nasional maupun dalam konteks pemerataan," kata Bahlil Lahadalia.
Sayangnya meski porsinya dominan keberpihakan pemerintah maupun perbankan terhadap UMKM masih sangat minim. Ia menjelaskan pada akhir 2019 dari total credit lending di Indonesia yang mencapai Rp6.000 triliun, porsi kredit untuk UMKM masih sangat kecil, yaitu sebanyak Rp300 triliun untuk investasi luar negeri, sementara sisa Rp5.700 triliun untuk investasi dalam negeri. Namun, dari kredit untuk investasi dalam negeri itu, porsi UMKM hanya sebesar 18,3 persen atau setara Rp1.127 triliun.
"Setelah kami cek, apa masalahnya, apa ketidakinginan perbankan untuk memberikan (kredit) atau apa, ternyata sekitar 53 persen UMKM yang 54 juta unit itu masih informal sehingga syarat mutlak (penyaluran kredit di perbankan) belum terpenuhi," kata Bahlil Lahadalia.
Bahlil berharap dengan masuk sektor formal dan memiliki izin, UMKM akan mampu mendapatkan pinjaman untuk bisa memperbesar usaha mereka.
"Sekarang kan 18,3 persen credit lending. Kalau kita naikkan jadi 30-35 persen, artinya mereka (UMKM) akan semakin kuat. Sehebat apapun desainer kita, kreativitas, UMKM kita, kalau tidak didukung anggaran yang cukup dalam pembiayaan, maka saya pikir tidak akan bisa maksimal," ujar Bahlil Lahadalia.
"Dengan UU Cipta Kerja, UMKM betul-betul diberi karpet merah secara total. Izinnya mudah, 3 jam NIB (Nomor Induk Berusaha) keluar. Sertifikat-sertifikat segala macam gratis. Prosedurnya dipangkas. Ini semata-mata bagaimana kita beri penguatan kepada UMKM," kata Bahlil Lahadalia dalam Dialog KADIN dan Shopee Indonesia - UMKM Indonesia Menuju Pasar Global yang digelar secara virtual, Senin.
Melalui UU Cipta Kerja, upaya untuk memformalkan UMKM juga terfasilitasi. Bahlil menuturkan Kementerian Investasi/BKPM tidak hanya mengurus perizinan investasi besar, tapi juga investasi kecil, termasuk UMKM. Tidak hanya investasi asing, tapi juga investasi dalam negeri.
Bahlil mengatakan posisi UMKM sangatlah strategis karena dari 133 juta lapangan pekerjaan di Indonesia, sebanyak 120 juta di antaranya merupakan UMKM. Total unit usaha di Indonesia juga 99,6 persennya merupakan UMKM atau setara dengan 54,6 juta unit UMKM.
"Artinya, posisi UMKM sangat strategis baik dari struktur pertumbuhan ekonomi nasional maupun dalam konteks pemerataan," kata Bahlil Lahadalia.
Sayangnya meski porsinya dominan keberpihakan pemerintah maupun perbankan terhadap UMKM masih sangat minim. Ia menjelaskan pada akhir 2019 dari total credit lending di Indonesia yang mencapai Rp6.000 triliun, porsi kredit untuk UMKM masih sangat kecil, yaitu sebanyak Rp300 triliun untuk investasi luar negeri, sementara sisa Rp5.700 triliun untuk investasi dalam negeri. Namun, dari kredit untuk investasi dalam negeri itu, porsi UMKM hanya sebesar 18,3 persen atau setara Rp1.127 triliun.
"Setelah kami cek, apa masalahnya, apa ketidakinginan perbankan untuk memberikan (kredit) atau apa, ternyata sekitar 53 persen UMKM yang 54 juta unit itu masih informal sehingga syarat mutlak (penyaluran kredit di perbankan) belum terpenuhi," kata Bahlil Lahadalia.
Bahlil berharap dengan masuk sektor formal dan memiliki izin, UMKM akan mampu mendapatkan pinjaman untuk bisa memperbesar usaha mereka.
"Sekarang kan 18,3 persen credit lending. Kalau kita naikkan jadi 30-35 persen, artinya mereka (UMKM) akan semakin kuat. Sehebat apapun desainer kita, kreativitas, UMKM kita, kalau tidak didukung anggaran yang cukup dalam pembiayaan, maka saya pikir tidak akan bisa maksimal," ujar Bahlil Lahadalia.