Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menegaskan bahwa tidak semua jenis fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu sisa pembakaran batu bara dikeluarkan dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Isu limbah batu bara dikeluarkan dari limbah B3 semuanya itu tidak benar, itu yang perlu dicatat. Limbah B3 fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," kata Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Vivien menegaskan fly ash atau abu terbang masih masuk kategori limbah B3 dengan kode B409. Sama halnya dengan bottom ash atau abu padat yang memiliki kode BB410.
Namun, katanya, ada jenis FABA yang dikeluarkan dari kategori B3 menjadi limbah non-B3, yaitu abu yang dihasilkan dari sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler.
PC boiler adalah bejana tertutup untuk proses pembakaran yang mengubah air menjadi uap panas yang bertekanan tinggi yang dalam proses pembakarannya menggunakan bahan bakar batu bara yang dihaluskan terlebih dahulu.
"Kalau industri yang menggunakan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri, limbah batu baranya atau fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," tegas Vivien.
Sebelumnya, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan hidup menyoroti keputusan pemerintah untuk mengeluarkan FABA dari kategori limbah B3, seperti yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam diskusi terpisah yang juga dilakukan pada hari ini, Koordinator Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisa Khalid mengatakan pertimbangan FABA masuk dalam kategori B3 seharusnya tidak hanya karena kandungannya, tapi juga jumlah timbulannya.
Tidak hanya itu, Khalisa juga menyoroti praktik pengawasan yang belum ketat karena masih ada FABA yang bocor ke lingkungan hidup yang berdampak terhadap masyarakat sekitar situs penghasil FABA.
"Itu kenapa kita terus mendorong bahwa FABA masuk dalam B3, karena bukan hanya soal sifatnya, tapi timbunan yang dihasilkan oleh FABA itu sendiri cukup tinggi," tegas Khalisa.
"Isu limbah batu bara dikeluarkan dari limbah B3 semuanya itu tidak benar, itu yang perlu dicatat. Limbah B3 fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," kata Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Vivien menegaskan fly ash atau abu terbang masih masuk kategori limbah B3 dengan kode B409. Sama halnya dengan bottom ash atau abu padat yang memiliki kode BB410.
Namun, katanya, ada jenis FABA yang dikeluarkan dari kategori B3 menjadi limbah non-B3, yaitu abu yang dihasilkan dari sistem pembakaran dengan sistem pulverized coal (PC) boiler.
PC boiler adalah bejana tertutup untuk proses pembakaran yang mengubah air menjadi uap panas yang bertekanan tinggi yang dalam proses pembakarannya menggunakan bahan bakar batu bara yang dihaluskan terlebih dahulu.
"Kalau industri yang menggunakan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri, limbah batu baranya atau fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," tegas Vivien.
Sebelumnya, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan hidup menyoroti keputusan pemerintah untuk mengeluarkan FABA dari kategori limbah B3, seperti yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam diskusi terpisah yang juga dilakukan pada hari ini, Koordinator Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisa Khalid mengatakan pertimbangan FABA masuk dalam kategori B3 seharusnya tidak hanya karena kandungannya, tapi juga jumlah timbulannya.
Tidak hanya itu, Khalisa juga menyoroti praktik pengawasan yang belum ketat karena masih ada FABA yang bocor ke lingkungan hidup yang berdampak terhadap masyarakat sekitar situs penghasil FABA.
"Itu kenapa kita terus mendorong bahwa FABA masuk dalam B3, karena bukan hanya soal sifatnya, tapi timbunan yang dihasilkan oleh FABA itu sendiri cukup tinggi," tegas Khalisa.