Jakarta (ANTARA) - Informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada Ahad (4/10) malam menjelang Senin dini hari menjadi perhatian serius bagi tak sedikit warga ibu kota.
Tentu informasi itu sama sekali tidak untuk menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Justru sebaliknya, sebagai pemandu bagi warga untuk mengantisipasi situasi terburuk.
Informasi itu terkait Pintu Air Kali Sunter Hulu berstatus Siaga 1 pada pantauan terakhir pukul 00.00 WIB. Status itu menandakan ancaman banjir sudah di depan mata.
Saat itu, Pintu Air Sunter Hulu memiliki ketinggian muka air 250 sentimeter (cm) setelah Jakarta diguyur hujan selama beberapa jam pada Ahad malam. Luapan dari pintu air ini kerap menyebabkan banjir di beberapa lokasi.
Sampai pukul 00.00, tidak ada pintu air yang berstatus Siaga 2. Sedangkan terdapat dua pintu air berstatus Siaga 3, yakni Pesanggrahan (195 cm) dan Krukut Hulu (170 cm).
Secara kasat mata, ancaman banjir di DKI Jakarta menjadi nyata kalau air di pintu-pintu mengalami kenaikan. Kenaikan itu bersumber dari intensitas hujan, di Jakarta atau di wilayah Bogor.
Ternyata tidak ada kiriman dari Bogor, bahkan tinggi muka air (TMA) Bendung Katulampa hanya 20 cm. Artinya, kenaikan TMA di Pintu Air Sunter Hulu berasal dari intensitas hujan di Jakarta.
Warga Kelurahan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan mengungsi di GOR Pengadegan mengantisipasi luapan Kali Ciliwung seiring meningkatnya status siaga banjir Bendung Katulampa, Selasa (22/9/2020) (ANTARA/HO-Camat Pancoran)
Banjir Datang
Kenaikan debit di pintu-pintu air selalu menggugah daya ingat publik Jakarta mengenai banjir yang sering datang tiap musim hujan. Rupanya "tamu tak diundang" datang lebih cepat dari perkiraan.
Selama ini bulan September dipahami sebagai puncak musim kemarau. Tetapi pada Senin (21/9) malam, hujan deras melanda Jakarta dan wilayah penyangga.
Wilayah Bogor dilanda hujan sejak pagi. Malam itu Bendung Katulampa pun Siaga 1, pertanda bahwa Jakarta segera banjir. "Tamu tak diundang" itu benar-benar datang lebih cepat dan sampai Jakarta Selasa (22/9) dinihari hingga pagi.
Data BPBD DKI Jakarta menyebutkan pada Selasa pukul 06.00 WIB itu terdapat 49 wilayah tingkat rukun tetangga (RT) yang terdampak banjir. Selain itu puluhan ruas jalan sempat tergenang, termasuk 30 ruas di Jakarta Barat.
Genangan terjadi merata di lima wilayah administratif DKI Jakarta, yaitu Jakarta Timur mencakup 23 RT dengan ketinggian air 10-100 cm. Di Jakarta Barat ada 14 RT dengan ketinggian air 10-80 cm.
Kemudian di Jakarta Selatan meliputi 10 RT dengan ketinggian air 10-40 centimeter (cm). Di Jakarta Utara satu RT dengan ketinggian air 20-50 cm dan di Jakarta Pusat ada di satu RT dengan ketinggian air 20 cm.
Banjir di sejumlah lokasi itu terasa berat dirasakan mengingat terjadi di tengah wabah virus corona (COVID-19). Terlebih tak sedikit warga yang harus mengungsi atau diungsikan ke lokasi aman.
Di pengungsian, protokol kesehatan tetap harus dijalankan. Penuh tantangan untuk selalu menggunakan masker, selalu mencuci tangan dan menjaga menjaga di tengah situasi pengungsian.
Banjir di beberapa lokasi pada dua pekan lalu itu dirasakan lebih berat oleh warga yang mengungsi dan diungsikan. Saat musibah tahunan itu datang sudah terasa berat, apalagi ketika musibah itu terjadi di tengah wabah.
"La Nina"
Karena itu, warga menyandarkan harapan yang demikian besar agar upaya-upaya pemerintah mengantisipasi banjir di masa mendatang bisa meminimalkan musibah itu. Apalagi banjir di sejumlah lokasi terjadi saat musim pancaroba, belum musim hujan dan puncak musim hujan.
Terlebih musim hujan tahun ini bersamaan dengan "La Nina". Fenomena cuaca itu ditanda dengan curah hujan tinggi.
Itulah sebabnya BPBD DKI Jakarta meminta masyarakat, camat dan lurah di wilayah Jakarta mewaspadai potensi bencana akibat cuaca ekstrem yang disebabkan "La Nina".
Pelaksana Tugas Kepala BPBD Provinsi DKI Jakarta Sabdo Kurnianto mengatakan, masyarakat dapat menghubungi 112 apabila membutuhkan bantuan. Yang pasti karakteristik "La Nina" adalah cuaca ekstrem, termasuk banjir.
Penjelasan itu diperkuat oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal. Dia mengungkapkan BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan "La Nina" dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas "La Nina Moderate" pada akhir 2020.
Diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021. Sesuai catatan historis, "La Nina" dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normal.
Namun dampak "La Nina" tidak seragam di seluruh Indonesia. Pada Oktober-November, peningkatan curah hujan bulanan akibat "La Nina" dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Sumatera.
Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat "La Nina" berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Anomali
Dalam kaitan itulah, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta warga di 82 kelurahan segera bersiap menghadapi kemungkinan banjir yang datang lebih cepat dari perkiraan normalnya Desember 2020 sampai Maret 2121. Hal itu mengingat perubahan atau anomali cuaca sudah kerap terjadi di berbagai negara dan bisa juga terjadi di ibu kota.
Warga yang tinggal di jalur yang dilewati Sungai Ciliwung (82 kelurahan) agar bersiap dengan banjir. Bahkan diingatkan akan potensi kedatangan air bah atau banjir bandang.
Masyarakat juga diingatkan agar menjaga kebersihan dan tak lagi membuang sampah ke sungai. Hal ini dilakukan demi kelancaran air yang mengalir dan tak membuat sungai meluap.
Selain upaya pemerintah, pencegahan musibah banjir membutuhkan peran aktif seluruh komponen masyarakat. Dari peran di sekitar tempat tinggalnya.
Misalnya, membersihkan selokan agar air bisa lancar mengalir ke sungai lalu diteruskan ke laut sehingga meminimalkan potensi banjir. Dalam skala lebih luas kini gencar dilakukan pengerukan dan normalisasi sungai-sungai dan drainase di Jakarta melalui "gerebek lumpur".
Tujuan besarnya agar musibah banjir tak lagi mengiringi wabah seperti dua pekan lalu.
Tentu informasi itu sama sekali tidak untuk menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Justru sebaliknya, sebagai pemandu bagi warga untuk mengantisipasi situasi terburuk.
Informasi itu terkait Pintu Air Kali Sunter Hulu berstatus Siaga 1 pada pantauan terakhir pukul 00.00 WIB. Status itu menandakan ancaman banjir sudah di depan mata.
Saat itu, Pintu Air Sunter Hulu memiliki ketinggian muka air 250 sentimeter (cm) setelah Jakarta diguyur hujan selama beberapa jam pada Ahad malam. Luapan dari pintu air ini kerap menyebabkan banjir di beberapa lokasi.
Sampai pukul 00.00, tidak ada pintu air yang berstatus Siaga 2. Sedangkan terdapat dua pintu air berstatus Siaga 3, yakni Pesanggrahan (195 cm) dan Krukut Hulu (170 cm).
Secara kasat mata, ancaman banjir di DKI Jakarta menjadi nyata kalau air di pintu-pintu mengalami kenaikan. Kenaikan itu bersumber dari intensitas hujan, di Jakarta atau di wilayah Bogor.
Ternyata tidak ada kiriman dari Bogor, bahkan tinggi muka air (TMA) Bendung Katulampa hanya 20 cm. Artinya, kenaikan TMA di Pintu Air Sunter Hulu berasal dari intensitas hujan di Jakarta.
Banjir Datang
Kenaikan debit di pintu-pintu air selalu menggugah daya ingat publik Jakarta mengenai banjir yang sering datang tiap musim hujan. Rupanya "tamu tak diundang" datang lebih cepat dari perkiraan.
Selama ini bulan September dipahami sebagai puncak musim kemarau. Tetapi pada Senin (21/9) malam, hujan deras melanda Jakarta dan wilayah penyangga.
Wilayah Bogor dilanda hujan sejak pagi. Malam itu Bendung Katulampa pun Siaga 1, pertanda bahwa Jakarta segera banjir. "Tamu tak diundang" itu benar-benar datang lebih cepat dan sampai Jakarta Selasa (22/9) dinihari hingga pagi.
Data BPBD DKI Jakarta menyebutkan pada Selasa pukul 06.00 WIB itu terdapat 49 wilayah tingkat rukun tetangga (RT) yang terdampak banjir. Selain itu puluhan ruas jalan sempat tergenang, termasuk 30 ruas di Jakarta Barat.
Genangan terjadi merata di lima wilayah administratif DKI Jakarta, yaitu Jakarta Timur mencakup 23 RT dengan ketinggian air 10-100 cm. Di Jakarta Barat ada 14 RT dengan ketinggian air 10-80 cm.
Kemudian di Jakarta Selatan meliputi 10 RT dengan ketinggian air 10-40 centimeter (cm). Di Jakarta Utara satu RT dengan ketinggian air 20-50 cm dan di Jakarta Pusat ada di satu RT dengan ketinggian air 20 cm.
Banjir di sejumlah lokasi itu terasa berat dirasakan mengingat terjadi di tengah wabah virus corona (COVID-19). Terlebih tak sedikit warga yang harus mengungsi atau diungsikan ke lokasi aman.
Di pengungsian, protokol kesehatan tetap harus dijalankan. Penuh tantangan untuk selalu menggunakan masker, selalu mencuci tangan dan menjaga menjaga di tengah situasi pengungsian.
Banjir di beberapa lokasi pada dua pekan lalu itu dirasakan lebih berat oleh warga yang mengungsi dan diungsikan. Saat musibah tahunan itu datang sudah terasa berat, apalagi ketika musibah itu terjadi di tengah wabah.
"La Nina"
Karena itu, warga menyandarkan harapan yang demikian besar agar upaya-upaya pemerintah mengantisipasi banjir di masa mendatang bisa meminimalkan musibah itu. Apalagi banjir di sejumlah lokasi terjadi saat musim pancaroba, belum musim hujan dan puncak musim hujan.
Terlebih musim hujan tahun ini bersamaan dengan "La Nina". Fenomena cuaca itu ditanda dengan curah hujan tinggi.
Itulah sebabnya BPBD DKI Jakarta meminta masyarakat, camat dan lurah di wilayah Jakarta mewaspadai potensi bencana akibat cuaca ekstrem yang disebabkan "La Nina".
Pelaksana Tugas Kepala BPBD Provinsi DKI Jakarta Sabdo Kurnianto mengatakan, masyarakat dapat menghubungi 112 apabila membutuhkan bantuan. Yang pasti karakteristik "La Nina" adalah cuaca ekstrem, termasuk banjir.
Penjelasan itu diperkuat oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal. Dia mengungkapkan BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan "La Nina" dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas "La Nina Moderate" pada akhir 2020.
Diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021. Sesuai catatan historis, "La Nina" dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normal.
Namun dampak "La Nina" tidak seragam di seluruh Indonesia. Pada Oktober-November, peningkatan curah hujan bulanan akibat "La Nina" dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Sumatera.
Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat "La Nina" berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Anomali
Dalam kaitan itulah, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meminta warga di 82 kelurahan segera bersiap menghadapi kemungkinan banjir yang datang lebih cepat dari perkiraan normalnya Desember 2020 sampai Maret 2121. Hal itu mengingat perubahan atau anomali cuaca sudah kerap terjadi di berbagai negara dan bisa juga terjadi di ibu kota.
Warga yang tinggal di jalur yang dilewati Sungai Ciliwung (82 kelurahan) agar bersiap dengan banjir. Bahkan diingatkan akan potensi kedatangan air bah atau banjir bandang.
Masyarakat juga diingatkan agar menjaga kebersihan dan tak lagi membuang sampah ke sungai. Hal ini dilakukan demi kelancaran air yang mengalir dan tak membuat sungai meluap.
Selain upaya pemerintah, pencegahan musibah banjir membutuhkan peran aktif seluruh komponen masyarakat. Dari peran di sekitar tempat tinggalnya.
Misalnya, membersihkan selokan agar air bisa lancar mengalir ke sungai lalu diteruskan ke laut sehingga meminimalkan potensi banjir. Dalam skala lebih luas kini gencar dilakukan pengerukan dan normalisasi sungai-sungai dan drainase di Jakarta melalui "gerebek lumpur".
Tujuan besarnya agar musibah banjir tak lagi mengiringi wabah seperti dua pekan lalu.