Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin memanggil bekas anggota DPRD Muara Enim 2014-2019 Agus Firmansyah dalam penyidikan kasus suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RS (Ramlan Suryadi/Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim)," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Agus pernah diperiksa KPK pada 3 Desember 2019 sebagai saksi untuk tersangka Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Baca juga: Kasus suap proyek di Dinas PUPR Muara Enim, KPK panggil Anggota DPRD Muara Enim Samudra Kelana
Saat itu, penyidik KPK mengonfirmasi saksi Agus soal dugaan aliran dana pada pihak lain baik di eksekutif ataupun legislatif di Kabupaten Muara Enim terkait kasus tersebut.
Untuk diketahui, tersangka Ramlan bersama Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) telah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada Senin (27/4).
Aries HB diduga terima suap Rp3,031 miliar dari Robi Okta Fahlefi (ROF) dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari berhubungan dengan "commitment fee" perolehan Robi atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Baca juga: Penyidik KPK panggil anggota DPRD Muara Enim Mardalena terkait kasus suap di PUPR
Robi juga diduga melakukan pemberian sebesar Rp1,115 miliar kepada Ramlan dan juga diduga memberikan satu unit telepon genggam merk Samsung Note 10.
Robi telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka bersama Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).
Robi telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: KPK panggil anggota DPRD Muara Enim Verra terkait suap proyek di Dinas PUPR
Adapun tersangka Aries dan Ramlan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RS (Ramlan Suryadi/Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim)," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Agus pernah diperiksa KPK pada 3 Desember 2019 sebagai saksi untuk tersangka Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
Baca juga: Kasus suap proyek di Dinas PUPR Muara Enim, KPK panggil Anggota DPRD Muara Enim Samudra Kelana
Saat itu, penyidik KPK mengonfirmasi saksi Agus soal dugaan aliran dana pada pihak lain baik di eksekutif ataupun legislatif di Kabupaten Muara Enim terkait kasus tersebut.
Untuk diketahui, tersangka Ramlan bersama Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) telah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada Senin (27/4).
Aries HB diduga terima suap Rp3,031 miliar dari Robi Okta Fahlefi (ROF) dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari berhubungan dengan "commitment fee" perolehan Robi atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Baca juga: Penyidik KPK panggil anggota DPRD Muara Enim Mardalena terkait kasus suap di PUPR
Robi juga diduga melakukan pemberian sebesar Rp1,115 miliar kepada Ramlan dan juga diduga memberikan satu unit telepon genggam merk Samsung Note 10.
Robi telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka bersama Bupati Muara Enim Ahmad Yani (AYN) dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar (EM).
Robi telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palembang dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: KPK panggil anggota DPRD Muara Enim Verra terkait suap proyek di Dinas PUPR
Adapun tersangka Aries dan Ramlan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.