Jakarta (ANTARA) - Jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat pegawai Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Batam sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai tahun 2018-2020.
"Dari hasil ekspose gelar perkara diduga terkait tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea Dan Cukai Tahun 2018 hingga 2020," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, di Jakarta, Kamis.
Selain empat pejabat KPU Bea Cukai Batam, tim jaksa penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus juga menetapkan satu tersangka seorang pengusaha.
Para tersangka itu, yakni Mukhamad Muklas selaku Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam, Dedi Aldrian selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam, dan Hariyono Adi Wibowo selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam.
Kemudian, Kamaruddin Siregar selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Hari menuturkan jaksa penyidik telah memeriksa para tersangka yang diketahui bertanggung jawab terhadap pelayanan pabean dan cukai di KPU Bea Cukai Batam.
Para tersangka juga kerap melayani dan mengurus importasi tekstil dari Singapura ke Batam yang dilakukan PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Awalnya, Hari mengatakan, jaksa memeriksa tiga saksi untuk mencari dan mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang (komoditas dagang) dari luar negeri khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecualian tertentu dengan barang importasi lainnya, baik secara aturan atau prosedur maupun kenyataannya yang terjadi atau dilaksanakan oleh para tersangka.
Usai memeriksa tiga saksi, selanjutnya jaksa penyidik menetapkan lima tersangka dengan jeratan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya subsider Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hari menambahkan, lima tersangka itu telah ditahan sejak 24 Juni selama 20 hari hingga 13 Juli 2020 guna pemeriksaan lebih lanjut.
PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima diketahui kerap mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah "invoice" dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang, dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) tidak sah.
"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya produk kain impor di dalam negeri, sehingga menjadi penyebab kerugian perekonomian negara," ujar Hari.
"Dari hasil ekspose gelar perkara diduga terkait tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea Dan Cukai Tahun 2018 hingga 2020," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, di Jakarta, Kamis.
Selain empat pejabat KPU Bea Cukai Batam, tim jaksa penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus juga menetapkan satu tersangka seorang pengusaha.
Para tersangka itu, yakni Mukhamad Muklas selaku Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam, Dedi Aldrian selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam, dan Hariyono Adi Wibowo selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam.
Kemudian, Kamaruddin Siregar selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Hari menuturkan jaksa penyidik telah memeriksa para tersangka yang diketahui bertanggung jawab terhadap pelayanan pabean dan cukai di KPU Bea Cukai Batam.
Para tersangka juga kerap melayani dan mengurus importasi tekstil dari Singapura ke Batam yang dilakukan PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Awalnya, Hari mengatakan, jaksa memeriksa tiga saksi untuk mencari dan mengumpulkan bukti tentang tata laksana proses importasi barang (komoditas dagang) dari luar negeri khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecualian tertentu dengan barang importasi lainnya, baik secara aturan atau prosedur maupun kenyataannya yang terjadi atau dilaksanakan oleh para tersangka.
Usai memeriksa tiga saksi, selanjutnya jaksa penyidik menetapkan lima tersangka dengan jeratan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya subsider Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hari menambahkan, lima tersangka itu telah ditahan sejak 24 Juni selama 20 hari hingga 13 Juli 2020 guna pemeriksaan lebih lanjut.
PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima diketahui kerap mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah "invoice" dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang, dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) tidak sah.
"Hal tersebut menjadi salah satu penyebab banyaknya produk kain impor di dalam negeri, sehingga menjadi penyebab kerugian perekonomian negara," ujar Hari.