Palembang (ANTARA) - Penjual kukang dituntut hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang perdana di Pengadilan Negeri Klas I A Palembang.
Jaksa Penuntut Umum Selly Agustina, Kamis, membacakan dakwaan bahwa terdakwa Santi (39) warga Jalan Pangeran Ratu Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Jakabaring Palembang telah melakukan kegiatan perdagangan satwa dilindungi di wilayah Palembang.
"Perbuatan terdakwa melanggar pasal 40 ayat (2) juncto pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana kurungan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," ujar Agustina dalam persidangan.
Santi (terdakwa) diduga kuat memperdagangkan kukang (Nycticebus coucang) di Pasar 16 Ilir Kota Palembang. Polisi menyita barang bukti berupa delapan ekor satwa Kukang yang sudah dilepasliarkan ke alam bebas oleh BKSDA Sumatera Selatan beberapa waktu lalu.
Juga baca: Polda Sumsel gagalkan penjualan delapan kukang
Juga baca: Peringatan Hari Bumi, warga Sukabumi serahkan Kukang tersesat
Juga baca: BBKSDA Jawa Barat terima buaya, kukang, dan kucing hutan dari warga
Dugaan diperkuat dengan keterangan dua saksi dari Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan yakni Maulana Yusuf dan saksi Adi Yatma, keduanya menceritakan kronologis penangkapan terdakwa.
Maulana mengatakan ia melihat benda mencurigakan berbentuk kotak dilapisi karung plastik berwarna putih yang disimpan oleh terdakwa di bawah meja kiosnya.
"Kami kembali ke Polda untuk mengadukan kecurigaan itu, lalu tim kami mendatangi kios terdakwa untuk menggeledah dan ternyata ada delapan ekor satwa Kukang kondisi hidup di dalam karung berwarna putih," jelas Maulana.
Sementara terdakwa mengaku tidak tahu kukang dilarang diperjualbelikan dan mengira hewan primata tersebut sebagai beruk semuni (Nycticebus menagensis). “Saya tahunya itu beruk semuni,” kata terdakwa.
Terdakwa menjual kukang itu karena ada permintaan dari pembeli, ia membeli kukang secara kolektif dari beberapa penjual seharga Rp100.000 dan berencana menjualnya kembali seharga Rp150.000. Kukang merupakan satwa nocturnal yang biasa memakan serangga atau satwa-satwa berukuran kecil. Di tangan pedagang satwa liar, gigi taring kukang sering dipatahkan agar tidak melukai manusia. Padahal gigi taring itu sangat penting bagi kukang untuk bertahan hidup.
Setelah mendengar penjelasan saksi dan terdakwa, hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan kembali dengan menghadirkan saksi ahli pada Rabu (14/8)
Sementara Manager Wildlife Protection Unit Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia, Ode Kalashnikov, mengapresiasi tuntutan jaksa tersebut karena perdagangan satwa dilindungi merupakan ancaman serius yang kerap melibatkan sindikat perdagangan satwa nasional hingga lintas negara.
"Apalagi saat ini perdagangan satwa dapat ditemukan dengan mudah di internet dan pasar konvensional, seperti salah satunya di Pasar 16 Ilir Palembang," ujar Kalashnikov.
Menurut dia, di Pasar 16 Ilir sering dijumpai bermacam jenis satwa dilindungi, di antaranya kucing hutan, burung elang, kakatua, nuri, kukang, lutung, owa dan ikan belida yang dijual secara terbuka.
Penangkapan Santi oleh Polda Sumatera Selatan, kata dia, merupakan langkah tepat dalam menghentikan perdagangan satwa illegal, khususnya di wilayah Palembang.
“Kami mengapresiasi tindakan tegas Polda Sumsel, mudah-mudahan dengan proses hukum hingga terdakwa diadili dapat menimbulkan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melindungi satwa langka,” kata Kalashnikov.
Jaksa Penuntut Umum Selly Agustina, Kamis, membacakan dakwaan bahwa terdakwa Santi (39) warga Jalan Pangeran Ratu Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Jakabaring Palembang telah melakukan kegiatan perdagangan satwa dilindungi di wilayah Palembang.
"Perbuatan terdakwa melanggar pasal 40 ayat (2) juncto pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana kurungan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," ujar Agustina dalam persidangan.
Santi (terdakwa) diduga kuat memperdagangkan kukang (Nycticebus coucang) di Pasar 16 Ilir Kota Palembang. Polisi menyita barang bukti berupa delapan ekor satwa Kukang yang sudah dilepasliarkan ke alam bebas oleh BKSDA Sumatera Selatan beberapa waktu lalu.
Juga baca: Polda Sumsel gagalkan penjualan delapan kukang
Juga baca: Peringatan Hari Bumi, warga Sukabumi serahkan Kukang tersesat
Juga baca: BBKSDA Jawa Barat terima buaya, kukang, dan kucing hutan dari warga
Dugaan diperkuat dengan keterangan dua saksi dari Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan yakni Maulana Yusuf dan saksi Adi Yatma, keduanya menceritakan kronologis penangkapan terdakwa.
Maulana mengatakan ia melihat benda mencurigakan berbentuk kotak dilapisi karung plastik berwarna putih yang disimpan oleh terdakwa di bawah meja kiosnya.
"Kami kembali ke Polda untuk mengadukan kecurigaan itu, lalu tim kami mendatangi kios terdakwa untuk menggeledah dan ternyata ada delapan ekor satwa Kukang kondisi hidup di dalam karung berwarna putih," jelas Maulana.
Sementara terdakwa mengaku tidak tahu kukang dilarang diperjualbelikan dan mengira hewan primata tersebut sebagai beruk semuni (Nycticebus menagensis). “Saya tahunya itu beruk semuni,” kata terdakwa.
Terdakwa menjual kukang itu karena ada permintaan dari pembeli, ia membeli kukang secara kolektif dari beberapa penjual seharga Rp100.000 dan berencana menjualnya kembali seharga Rp150.000. Kukang merupakan satwa nocturnal yang biasa memakan serangga atau satwa-satwa berukuran kecil. Di tangan pedagang satwa liar, gigi taring kukang sering dipatahkan agar tidak melukai manusia. Padahal gigi taring itu sangat penting bagi kukang untuk bertahan hidup.
Setelah mendengar penjelasan saksi dan terdakwa, hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan kembali dengan menghadirkan saksi ahli pada Rabu (14/8)
Sementara Manager Wildlife Protection Unit Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia, Ode Kalashnikov, mengapresiasi tuntutan jaksa tersebut karena perdagangan satwa dilindungi merupakan ancaman serius yang kerap melibatkan sindikat perdagangan satwa nasional hingga lintas negara.
"Apalagi saat ini perdagangan satwa dapat ditemukan dengan mudah di internet dan pasar konvensional, seperti salah satunya di Pasar 16 Ilir Palembang," ujar Kalashnikov.
Menurut dia, di Pasar 16 Ilir sering dijumpai bermacam jenis satwa dilindungi, di antaranya kucing hutan, burung elang, kakatua, nuri, kukang, lutung, owa dan ikan belida yang dijual secara terbuka.
Penangkapan Santi oleh Polda Sumatera Selatan, kata dia, merupakan langkah tepat dalam menghentikan perdagangan satwa illegal, khususnya di wilayah Palembang.
“Kami mengapresiasi tindakan tegas Polda Sumsel, mudah-mudahan dengan proses hukum hingga terdakwa diadili dapat menimbulkan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melindungi satwa langka,” kata Kalashnikov.