Ambon (ANTARA) - Penerapan sistem zonasi bertujuan dalam rangka pemerataan mutu pendidikan untuk semua sekolah, sehingga menghadirkan sekolah yang bermutu secara merata dan tidak ada yang namanya sekolah favorit
"Zonasi ini mendekatkan siswa sehingga implementasinya diperuntukan bagi siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah, dan tentunya kalau geografis wilayah Maluku ini posisi sekolah dengan rumah memang berdekatan," kata Kadis Dikbud Maluku, Saleh Thio, di Ambon, Sabtu.
Jadi sistem ini tidak terlalu bermasalah pada saat pembukaan tahun ajaran baru terutama dari calon siswa bersama orang tua mereka.
Sehingga lahirlah Pergub Maluku yang mengatur tentang penerimaan siswa baru yang mempertimbangkan situasi daerah.
Menurut dia, sistem zonasi hanya diberlakukan bagi sekolah-sekolah negeri yang ada.
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi D DPRD Maluku, John Rahantoknam berpendapat lain menyangkut masalah zonasi, sebab kalau kondisi semua sekolah dari sisi sarana dan prasarana belum merata maka semuanya tidak akan sama atau lengkap.
Lain halnya dengan di pulau Jawa misalnya yang setiap sekolahnya sudah memiliki kelengkapan sarana pendidikan memadai dan jumlah serta kualitas gurunya juga memungkinkan.
"Kalau sistem zonasi diterapkan pada wilayah terluar, maka sekolah di ibu kota kabupaten pasti jauh lebih baik di ibu kota kecamatan, apalagi di desa-desa," tandasnya.
Karena penyebaran guru yang tidak merata dan tidak cukup serta tidak ditunjang dengan sarana/prasarana yang lebih baik.
Misalnya sekolah di kota Tual atau Langgur, Ibu kota kabupaten Maluku Tenggara pasti jauh lebih baik kondisinya dengan sekolah yang ada di Weduar atau Elat, kecamatan Kei Besar.
"Saya kira sistem itu tidak bisa diadopsi kalau pemerataan dengan APBN sebesar 20 persen untuk pendidikan sudah dialokasikan, saya rasa sistem itu bisa dipakai," katanya.
Tetapi untuk kondisi sekarang ini masih ada riak-riak sebab banyak sekolah yang guru-gurunya juga terbatas tingkat penyebarannya, seperti di kabupaten Maluku Tenggara sebagian besar kekurangan guru untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan matematika.
"Zonasi ini mendekatkan siswa sehingga implementasinya diperuntukan bagi siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah, dan tentunya kalau geografis wilayah Maluku ini posisi sekolah dengan rumah memang berdekatan," kata Kadis Dikbud Maluku, Saleh Thio, di Ambon, Sabtu.
Jadi sistem ini tidak terlalu bermasalah pada saat pembukaan tahun ajaran baru terutama dari calon siswa bersama orang tua mereka.
Sehingga lahirlah Pergub Maluku yang mengatur tentang penerimaan siswa baru yang mempertimbangkan situasi daerah.
Menurut dia, sistem zonasi hanya diberlakukan bagi sekolah-sekolah negeri yang ada.
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi D DPRD Maluku, John Rahantoknam berpendapat lain menyangkut masalah zonasi, sebab kalau kondisi semua sekolah dari sisi sarana dan prasarana belum merata maka semuanya tidak akan sama atau lengkap.
Lain halnya dengan di pulau Jawa misalnya yang setiap sekolahnya sudah memiliki kelengkapan sarana pendidikan memadai dan jumlah serta kualitas gurunya juga memungkinkan.
"Kalau sistem zonasi diterapkan pada wilayah terluar, maka sekolah di ibu kota kabupaten pasti jauh lebih baik di ibu kota kecamatan, apalagi di desa-desa," tandasnya.
Karena penyebaran guru yang tidak merata dan tidak cukup serta tidak ditunjang dengan sarana/prasarana yang lebih baik.
Misalnya sekolah di kota Tual atau Langgur, Ibu kota kabupaten Maluku Tenggara pasti jauh lebih baik kondisinya dengan sekolah yang ada di Weduar atau Elat, kecamatan Kei Besar.
"Saya kira sistem itu tidak bisa diadopsi kalau pemerataan dengan APBN sebesar 20 persen untuk pendidikan sudah dialokasikan, saya rasa sistem itu bisa dipakai," katanya.
Tetapi untuk kondisi sekarang ini masih ada riak-riak sebab banyak sekolah yang guru-gurunya juga terbatas tingkat penyebarannya, seperti di kabupaten Maluku Tenggara sebagian besar kekurangan guru untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan matematika.