Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Indonesia mengajukan lagi tiga lokasi yaitu Berbak-Sembilang, Betung Kerihun-Danau Sentarum, dan Gunung Rinjani-Lombok untuk mendapat pengakuan sebagai cagar biosfer kepada UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB).

"Sejak tahun 1977 hingga saat ini, Indonesia telah memiliki 11 cagar biosfer. Kini Indonesia menambah tiga lagi," kata Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto saat membuka "The 2018 International Conference on Biosphere Reserve: Engaging Stakeholders towards Community Empowerment di Palembang, Senin.

Bambang menjelaskan, cagar biosfer adalah tempat untuk membentuk pengelolaan berkelanjutan melalui berbagai program seperti manajemen SDA dan ekosistem, pengembangan jasa lingkungan, serta penelitian dan pengembangan (litbang).

Tujuannya, lanjut dia, adalah untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan terutama bagi masyarakat yang tinggal di dalam cagar biosfer.

"Hal ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat," katanya.

LIPI sebagai "focal point" program manusia dan biosfer UNESCO di Indonesia bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Pemerintah Daerah akan terus mempromosikan cagar biosfer untuk mendorong pengelolaan SDA berkelanjutan.

Ia juga menilai Kolaborasi pemerintah, pelaku usaha, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya perlu ditingkatkan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2030 (SDG`s)

"Peran setiap pemangku kepentingan sangat krusial sehingga perlu untuk terus diperkuat," tambahnya.

Konferensi internasional ini adalah "side-event" dari sidang ke-30 "International Coordinating Council of The Man and The Biosphere (ICC MAB) UNESCO", 23-28 Juli 2018.

Hadir dalam kesempatan ini lebih dari 300 partisipan dari lebih 50 negara anggota MAB UNESCO.

Bambang juga menyoroti peran sektor swasta, yang perlu ditingkatkan untuk mengimplementasikan hasil penelitian dalam mendukung industrialisasi.

Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyatakan ada perubahan arah kebijakan dimana masyarakat sekarang dijadikan subjek dalam pegelolaan dan konservasi SDA.

Wiratno juga menekankan pentingnya modal sosial berupa jejaring dan kemitraan para pemangku kepentingan, selain itu dukungan modal sosial, akan meningkatkan efektivitas pengelolaan SDA.

Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK Agus Justianto menyatakan sumber daya hutan Indonesia memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

Menurut dia, ada tantangan untuk memastikan adanya pemanfaatan ekonomi sekaligus pada saat yang bersamaan mengkonservasi hutan yang menuntut peran penting Litbang.

"Litbang bisa menyediakan pengetahuan dan teknologi yang memadai untuk memahami hubungan antara sumber daya alam dan sistem sosial yang bisa mendukung perencanaan kebijakan yang terintegrasi," katanya.

Dia menekankan, sesuai dengan tujuan pembangunan Indonesia saat ini dan komitmen Indonesia di forum Internasional, litbang akan fokus pada upaya mendukung perlindungan konservasi keanekaragaman hayati, restorasi ekosistem hutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada saat yang sama mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.

Sementara itu Direktur Sustainability & Stakeholder Engagement APP-Sinar Mas Elim Sritaba sepakat bahwa perlindungan dan konservasi hutan bukan tanggung jawab satu pihak saja.

"Kami telah membuat program dan melakukan upaya perlindungan hutan yang ada di dalam konsesi kami. Tapi pada skala bentang alam, upaya itu membutuhkan pendekatan kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan," katanya.

 

Pewarta : Subagyo
Editor : Erwin Matondang
Copyright © ANTARA 2024