Berdiri tegak sambil memegang pipa cangklong dan memandang jauh ke arah Pulau Daruba, itulah tampilan patung Jenderal Douglas Mac Arthur di Pulau Zumzum, Morotai, Halmahera Utara, Maluku Utara.

Daruba yang merupakan kota terbesar terletak di sebelah selatan Morotai. Di bagian utara, Daruba berbatasan dengan Filipina dan di bagian timurnya adalah Samudra Pasifik.

Selamat pagi, Jenderal! Sebentar lagi hari akan kau mulai. Ketika mentari makin menghangat, beberapa turis akan menyambangimu, berfoto bersama berlatar dirimu yang berdiri tegak setinggi 20 meter dan kaki mereka perlahan mengais pasir Pulau Zumzum.

Tak lupa mereka mengabadikan kembali diri di depan huruf yang berderet "ZumZum Mc Arthur Island". Tak jauh dari tempat dirimu berdiri tegak, terserak bangkai kapal peninggalan Perang Dunia II.

Setelah itu, mereka akan meninggalkanmu dalam sepi, bersama rimbunnya pepohonan dan tingginya rumput yang tumbuh liar, serta sejumlah bangunan yang terbengkalai.

Entah sudah berapa lama pemandangan menyedihkan itu berlangsung di pulau sekitar 10 hektare tersebut.

Menyedihkan, karena indahnya pesona alam dan tingginya nilai sejarah yang menyelimuti Pulau Zumzum dan sang Jenderal, seakan bagai monumen tanpa arti.

    
        Apa Kabar Komitmen

Morotai lebih dari indah. Pulau terdepan itu adalah gerbang Indonesia menuju Pasifik, kawasan yang bertumbuh cepat dan diperkirakan akan menggeser pesona Atlantik yang kian redup. Posisinya yang strategis sempat menjadikannya sebagai rebutan Sekutu dan Jepang selama Perang Dunia II.

Morotai mempunyai lokasi yang sangat strategis. Di sebelah utara, Morotai diapit di tengah-tengah Jepang, Korea, Taiwan, Filipina, dan Cina. Di bagian barat, ada Singapura dan negara ASEAN lain.

Di selatan, ada Australia dan Selandia Baru. Di timur, ada  Republik Kepulauan Palau serta negara-negara kepulauan di Pasifik. Kawasannya dinilai punya potensi besar untuk meraih pendapatan 17.000 dolar AS, seperti Republik Kepulauan Palau di utaranya.

Pesona alam yang indah, nilai sejarah yang tinggi mendorong pemerintah berkomitmen menjadikan Morotai sebagai destinasi unggulan kelas dunia, antara lain, dengan menggelar "Wonderful Morotai Island 2016".

Kemeneterian Pariwisata pun membentuk Pokja 10 Top Destinasi prioritas Pulau Morotai.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pulau Morotai Tony Hangewa menuturkan kepada Tim Kajian Daerah Maluku Utara Setjen Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat 3A (atraksi, aksesibilitas, dan amenitas) di Morotai.

Daya tarik wisata alam atau baharinya akan dikembangkan di Pulau Mititia, Pulau Dodola, dan Pulau Kokoya. Daya tarik wisata budayanya akan diarahkan ke Pulau Zum Zum, Tugu Trikora, dan Desa Gotalamo. Sementara itu, daya tarik wisata buatan akan mengarah ke KEK Morotai, Museum PD II, dan Pulau Kolorai.

Pokja 10 Destinasi prioritas Pulau Morotai sudah menyiapkan 24 pulau kecil yang akan dikembangkan. Sebanyak 19 di antaranya adalah lokasi selam. Aksesibilitas yang dikembangkan adalah akses udara, akses laut, dan akses darat. Fokus utama saat ini adalah bandara.

"Namun, hingga kini tim dari Jakarta, baru melakukan studi kelayakan tentang pengembangan bandara Morotai. Belum tahu, pengembangannya kapan dilaksanakan," ungkap Tony.

Terkait dengan amenitas, sektor kelistrikan, air, permukiman, dan telekomunikasi, menjadi prioritas teratas. Untuk kelistrikan, PLN telah memaparkan rencana untuk memenuhi listrik di Morotai saat rapat dengan Komisi X DPR RI di Ternate pada tanggal 27 Mei 2016.

Untuk air dan permukiman, Ditjen Cipta Karya telah survei ke Morotai, 26 Mei 2016, ditindaklanjuti dengan rakor di Ternate, 27 Mei 2016. Untuk telekomunikasi, sedang dilakukan peningkatan jaringan di Morotai.

Namun, lagi-lagi belum ada langkah lanjutan terkait dengan komitmen tersebut. Listrik hotel tempatnya menginap beberapa kali terkena giliran pemadaman listrik. Sinyal telekomunikasi masih sering hilang di beberapa lokasi, termasuk di lokasi wisata.

Bahkan, dia harus ikhlas untuk tidak mengunjungi Pulau Ngelengele--tempat budi daya kerang mutiara--setelah menyambangi Jenderal McArthur dan Pulau Dodola karena bahan bakar kapal tidak mencukupi.

"Semalam kami sudah upayakan mencari BBM. Namun, memang sudah seminggu ini pasokan BBM agak tersendat," kata Tony.

Harga bahan bakar premium di sana berkisar Rp9.000,00 s.d. Rp 12.000,00 per liter. Kondisi itu rentan membuat Morotai sulit bersaing dengan daerah wisata lain yang dikelola massal.

    
        Rapuh

Meski Morotai memiliki potensi wisata yang besar, bahkan ditetapkan sebagai satu dari 10 destinasi unggulan, sebagian besar objek wisata di Morotai membutuhkan garapan lebih baik.

Misalnya, situs-situs yang pernah menjadi bagian pertempuran Sekutu dan Jepang yang tersebar hampir di seluruh Morotai, terlihat terbengkalai, teronggok tak terawat. Padahal, jika beragam peninggalan itu dikemas dan direkonstruksi, Morotai akan menjadi destinasi sejarah PD II unggulan bertaraf internasional.

Kondisi serupa juga tampak pada 12 landasan pesawat peninggalan PD II, tujuh di antaranya diperkeras dengan batu karang dan minyak hitam. Namun, hanya satu landasan yang masih bisa menjadi landasan pesawat, yakni Bandar Udara Morotai. Sisanya tertutup ilalang, bahkan hilang.

Selain itu, banyak lokasi wisata tak memiliki infrastruktur pendukung. Kalaupun ada, kondisinya tak terawat. Paket-paket wisata untuk wisatawan juga tak selalu tersedia, kecuali yang dikembangkan resor-resor tertentu.

Kondisi tersebut menjadikan Morotai kini menjadi destinasi wisata yang diunggulkan meski rapuh. Morotai seharusnya dikembangkan menjadi kawasan wisata minat khusus yang umumnya diminati wisatawan yang tak menjadikan biaya sebagai syarat utama.

Pengembangan wisata Morotai juga seharusnya tetap memperhatikan keadilan masyarakat. Pengembangan wisata Morotai juga harus dibarengi dengan menumbuhkan kesadaran masyarakatnya untuk menjadikan daerahnya sebagai destinasi unggulan.

Masyarakat harus diberdayakan untuk mengelola lokasi dan program wisata bersama atau membangun imajinasi wisata Morotai.

Kesiapan masyarakat itu makin penting diantisipasi mengingat sejumlah objek vital nasional direncanakan dibangun di Morotai, seperti istana kepresidenan. Pangkalan militer Tentara Nasional Indonesia hingga bandar antariksa yang dikelola Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional juga akan hadir di sana.

Jika Jenderal Mac Arthur saja menetapkan Morotai sebagai pijakan sekutu yang strategis untuk menyerang Jepang di Filipina, dalam PD II, mengapa kita tidak bergegas menjadikan Morotai sebagai destinasi unggulan yang strategis sekaligus menjadikannya garda terdepan pertahanan keamanan di timur Indonesia?

Pewarta : Rini Utami
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024