Pulau Pasaran hanya pulau kecil yang luasnya kurang lebih 12 hektare, tetapi pulau nelayan itu menjadi tempat yang eksotis atau punya daya tarik tersendiri bagi pencinta wisata bahari dan pencinta fotografi.

Nama Pulau Pasaran memang belum seterkenal objek-objek wisata bahari lainnya di Provinsi Lampung, seperti Pantai Kiluan yang terkenal dengan air jernih, hamparan pasir dan atraksi ikan lumba-lumbanya; Pantai Pahawang yang menjadi tempat favorit untuk "snorkeling"; pantai Pasir Putih dengan sensasi pantai yang landai dipenuhi pepohonan; Pantai Tanjung Setia yang merupakan tempat favorit bagi wisatawan mancanegara penggemar selancar; atau Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda yang terkenal dengan kawasan konservasi dan sejarah letusan gunung api tersebut.

Pulau Pasaran juga tidak seharum nama Taman Nasional Way Kambas di Kabupaten Lampung Timur yang terkenal dengan atraksi gajah serta pusat konservasi harimau dan badak sumatera.

Meski demikian, Pulau Pasaran mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menikmati sensasi laut tanpa dikenakan pungutan, karena lokasinya cukup dekat dari pusat kota Bandarlampung. Hanya sekitar 1 km dari pusat kota atau butuh waktu 15 menit sudah bisa sampai di pulau berpenduduk sekitar 240 KK itu, yang juga merupakan sentra produksi ikan teri asin terbesar di Provinsi Lampung.

Bahkan dalam perjalanan menuju Pulau Pasaran itu, deretan perkampungan warga yang umumnya nelayan akan menjadi tontonan tersendiri bagi pengunjung, belum lagi deretan kapal-kapal nelayan ukuran besar yang berlabuh di kanal Jl Ikan Kembung. Pada sore hari, kapal-kapal nelayan berukuran besar itu akan berangkat melaut hingga ke laut lepas, untuk menangkap ikan.  
Akses ke Pulau Pasaran tak sulit, bisa dijangkau mudah dengan menggunakan perahu nelayan dari pesisir Telukbetung, atau menggunakan sepeda motor maupun berjalan kaki melintasi jembatan kecil yang dibangun di atas laut untuk menghubungkan Pulau Pasaran dan pesisir Telukbetung. Lebar jembatan penghubung itu  hanya sekitar 1,5 meter, dan panjangnya hampir 500 meter.

Di pesisir Telukbetung terdapat hamparan hutan bakau yang berusaha keras dipertahankan eksistensinya, dan keberadaan mangrove itu juga menambah suasana menjadi lebih segar ketika menuju Pulau Pasaran. Saat terjadi pasang surut, di kawasan hutan bakau menjadi tempat mencari kerang bulu yang penggemarnya juga banyak.

Eksostisme Pulau Pasaran terasa ketika berjalan di atas jembatan, yakni menikmati terpaan angin laut dengan menyaksikan bagan dan aktivitas kapal-kapal nelayan yang hendak bersandar atau melaut dari kawasan itu. Keunikan Pulau Pasaran juga dilihat dengan menggunakan perahu nelayan mengelilingi pulau kecil itu. Hampir seluruh pesisir Pulau Pasaran dipenuhi rumah-rumah warga dan kapal-kapal nelayan, sementara pantainya dipenuhi dengan bagan-bagan ikan teri, atau keramba ikan dan kerang hijau
Suasana Pulau Pasaran akan terasa menarik saat pagi atau sore, yakni menjelang terbit atau tenggelamnya matahari. Momen saat melintasi jembatan atau mengelilingi pulau, merupakan momen yang banyak digunakan pengunjung untuk fotografi, termasuk untuk swafoto, karena pulau kecil itu menawarkan kekhasan yang jarang ada di tempat lain.

Selain itu, wisatawan lokal banyak juga yang memanfaatkan momen kunjungan ke Pulau Pasaran untuk memancing ikan dari atas jembatan, terutama pada sore dan malam hari, atau melihat proses pembuatan ikan asin sekaligus membelinya sebagai oleh-oleh.

Sebagian pengunjung Pulau Pasaran juga mengakui keunikan berwisata ke pulau kecil itu, dan mereka menganjurkan , terutama melalui tulisan di blog dan media sosial, untuk mengunjunginya. Mengenai jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pasaran sejauh ini sulit diungkap angkanya, karena ketidaaan pendataan jumlah pengunjung pulau tersebut.

                                                                                      
              Pulau kelapa dan revitalisasi
Pulau Pasaran, menurut beberapa penghuninya, dipenuhi pohon kelapa di tahun 1960-an dan penduduknya pun hanya beberapa keluarga. Ketika itu, aktivitas utama di pulau kecil terkait dengan penangkapan ikan, yang kemudian diawetkan dengan mengeringkannya. Pulau itu dulunya tidak seluas seperti sekarang yang telah mengalami pengurukan.

Kini pulau seluas sekitar 12 hektare itu disesaki rumah-rumah perajin ikan asin, sementara pantai pesisirnya dipenuhi kapal-kapal nelayan. Aktivitas penduduk Pulau Pasaran setiap harinya selalu berkaitan dengan produksi ikan asin, dan pekerjanya datang dari kawasan Telukbetung Bandarlampung.

Karena dikenal sebagai sentra utama produksi ikan teri asin yang mencapai 20-30 ton per hari, Pulau Pasaran juga kerap didatangi para pendatang dengan beraneka tujuan, seperti untuk berwisata, berbelanja, memancing, atau mengambil foto.

Kondisi Pulau Pasaran yang eksotis atau memiliki daya tarik khas menjadikannya menarik bagi banyak kalangan, meski pulau itu sendiri tidak dikenal luas atau diketahui lokasinya, bahkan  oleh warga Bandarlampung pun.

Namun, dengan kemajuan teknologi komunikasi, Pulau Pasaran bisa lebih mudah diketahui dan dijangkau dengan menggunakan aplikasi "google map" atau "waze", sementara Pulau Pasaran sudah terjangkau internet, bahkan sempat dimasukkan dalam program Internet Desa dengan pemasangan wifi secara gratis.      
Pulau Pasaran sebenarnya telah diwacanakan menjadi objek wisata oleh Pemkot Bandarlampung, yang berbeda dengan destinasi wisata kelautan lainnya. Wali Kota Bandarlampung Herman HN  telah berulangkali menyampaikan komitmennya untuk mengembangkan potensi wisata di Pulau Pasaran, di antaranya memperbaiki infrastruktur menuju lokasi pengolahan ikan asin tersebut.

Selain itu, Pemkot Bandarlampung juga berupaya membantu perluasan pemasaran produk pulau itu, salah satunya dengan cara memasang jaringan internet yang bisa diakses secara gratis. Namun, banyak warga setempat yang belum paham menggunakannya untuk berpromosi dan mengembangkan usahanya, dan belakangan ini akses internet gratis itu terputus.

Sebenarnya, gagasan pengembangan Pulau Pasaran sebagai objek wisata kelautan khusus harus dibarengi dengan pengembangan sarana dan prasarana yang mendukungnya, karena keberadaannya masih sangat minim.

Kebersihan Pulau Pasaran dan pesisir pantainya juga harus diperbaiki jika hendak menjadi objek wisata, terutama dari limbah ikan dan sampah plastik. Saluran drainase harus iperbaiki total berikut jaringan air bersihnya, sistem produksi ikan teri asin ditata lebih baik, serta warga setempat sebaiknya tak memelihara ternak unggas.

Produk Pulau Pasaran seharusnya diproduksi dalam bentuk kemasan atau diversifikasi agar memiliki nilai tambah sebagai oleh-oleh. Koperasi Melati Bahari Pulau  Pasaran sudah membuktikannya, yakni dengan membikin teri gulung tiga rasa (gurih, pedas dan manis) maka bisa menjadi buah tangan bagi wisatawan.

Selain memperlengkapi prasarana dan sarananya, penduduk Pulau Pasaran, termasuk warga pesisir Telukbetung, perlu diedukasi tentang tata kelola wisata karena  mereka sudah puluhan tahun hanya fokus mengolah ikan asin. Edukasi wisata itu tentu butuh keseriusan dari Pemkot Bandarlampung dan pihak lainnya, karena butuh waktu dan dana untuk melaksanakannya.

Penduduk perlu juga diedukasi tentang manfaat menjaga kebersihan pulau, memperbanyak penanaman pohon bakau di pesisirnya, serta  menjaga kebersihan kawasan pantai Pulau Pasaran. Dengan demikian, penduduk perlu secara rutin membersihkan sampah-sampah dari pesisir pulau itu, maupun dari pesisir Te.lukbetung.

Pemkot Bandarlampung juga perlu mengembangkan kuliner makanan laut di Pulau Pasaran dan sekitarnya, yakni memanjakan pengunjung dengan kemudahan menikmati hasil tangkapan di Teluk Lampung dengan bernuansa laut.

Pulau Pasaran itu juga menjadi wisata edukasi bagi para murid sekolah, atau wisata fotografi bagi para pencinta swafoto atau penggemar fotografi.

Banyak sisi di Pulau Pasaran yang menarik diabadikan dengan hasil yang bagus, seperti kehidupan nelayan bagan, cara pembuatan ikan asin, budi daya keramba kerang hijau, "barisan buruh" di atas jembatan menuju Pulau Pasaran, atau sensasi memancing dari jembatan dengan latar belakang laut dan kota Bandarlampung.

Keseriusan Pemkot Bandarlampung dalam mengembangkan wisata bahari di daerahnya sebenarnya bisa dilihat dari perkembangan Pulau Pasaran sebagai objek wisata. Dengan kata lain, Pulau Pasaran menjadi tolok ukur untuk menilai keseriusan Pemkot Bandarlampung dalam mengembangkan wisata bahari dan wisata khas.

Sehubungan itu, Wakil Wali Kota Bandarlampung Yusuf Kohar menyatakan Pulau Pasaran perlu direvitalisasi karena saat ini lokasinya sangat kumuh. Padahal, pulau penghasil ikan teri itu diminati sebagai objek wisata karena eksotis.

Penataan atau revitalisasi Pulau Pasaran agar terlihat asri, hijau dan bersih memang perlu segera dilakukan, begitu juga prasarana dan sarana lainnya, agar wisata Pulau Pasaran bisa makin dikenal sebagaimana produksi ikan terinya telah "mendunia" atau diekspor ke pasar Asia. Untuk mewujudkanya, tentu bukan sekedar rencana atau gagasan, tetapi perlu dianggarkan dalam APBD Kota Bandarlampung.

Pewarta : Hisar Sitanggang
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024