Palembang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memulai uji coba kurikulum muatan lokal (mulok) tentang pangan lokal guna mendukung ketahanan pangan di tengah tantangan perubahan iklim.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Awwalluddin di Palembang, Rabu, mengatakan pihaknya menguji coba kurikulum mulok pangan lokal ketahanan pangan di 34 sekolah, terdiri dari 17 SMA dan 17 SMK, di wilayah tersebut.
Ia menjelaskan kegiatan dilatarbelakangi peningkatan dampak perubahan iklim yang dirasakan masyarakat Sumsel, seperti bencana hidrometeorologi dan kebakaran hutan.
Dalam menghadapi masalah ini, kata dia, pangan lokal dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengingat potensi melimpah di wilayah itu.
“Edukasi tentang pangan lokal kepada siswa di sekolah sangat penting, mengingat tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Dengan kurikulum ini, diharapkan generasi muda dapat lebih memahami dan memanfaatkan sumber daya pangan lokal sebagai upaya menjaga ketahanan pangan daerah,” katanya.
Dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin nyata, katanya, salah satu langkah penting perlu diambil, yakni menyiapkan generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan.
Salah satu upaya yang saat ini mulai digalakkan, ujarnya, berupa implementasi kurikulum muatan lokal tentang pangan lokal di sekolah-sekolah.
"Kurikulum ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak tentang potensi sumber pangan yang ada di sekitar mereka, dengan fokus pada bahan pangan lokal yang mudah dijangkau dan dapat diandalkan, terutama saat menghadapi krisis pangan," ujarnya.
Pengembangan kurikulum mulok pangan lokal ini, katanya, hasil kerja sama antara Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan dan ICRAF Indonesia dalam proyek Land4Lives yang didukung pemerintah Kanada.
“Proyek ini bertujuan membantu masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dengan fokus pada peningkatan ketahanan pangan melalui pangan lokal,” kata Awalluddin.
Direktur Utama ICRAF Andre Ekadinata menjelaskan perbedaan mendasar antara kurikulum pangan lokal ini dengan kurikulum sebelumnya, terletak pada relevansi dengan kondisi setiap daerah.
"Penting bagi anak-anak untuk mengetahui bahwa pangan lokal itu beragam, bukan hanya beras dan nasi. Dengan demikian, mereka akan lebih siap menghadapi kemungkinan krisis pangan di masa depan," katanya.
Meskipun potensi pangan lokal ini menjanjikan, katanya, tantangan terbesar yang dihadapi, yakni kapasitas para guru.
Ia menjelaskan bahwa menyamaratakan pemahaman tentang pangan lokal dan cara mengajarkan menjadi pekerjaan besar.
“Kami perlu memastikan bahwa para guru memiliki pemahaman yang sama tentang konsep pangan lokal dan cara mengajarkannya dengan tepat kepada siswa," katanya..
Dia mengharapkan implementasi kurikulum ini tidak hanya memberi pengetahuan kepada anak-anak, tetapi juga memberikan keterampilan praktis dalam mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber pangan di sekitar mereka, sehingga generasi mendatang bisa lebih mandiri dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang kian kompleks.
“Tim pengembang kurikulum telah menyusun bahan ajar dan modul yang akan diterapkan di sekolah-sekolah uji coba. Pada tahap ini, tim akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum untuk memastikan efektivitasnya sebelum disahkan untuk implementasi lebih luas,” ujarnya.
Ia menyebut inisiatif ini tidak hanya akan memberi manfaat jangka pendek, tetapi juga membangun ketahanan jangka panjang bagi masyarakat Sumsel dalam menghadapi ketidakpastian iklim yang semakin meningkat.
Uji coba kurikulum muatan lokal pangan lokal di Sumsel

Peluncuran uji coba kurikulum mulok pangan lokal ketahanan pangan, di Palembang, Rabu (22/1/2025). (ANTARA/Ahmad Rafli Baiduri)