YBAI: Film "Unearthing Muarajambi Temples" perkuat toleransi
Surabaya (ANTARA) - Young Buddhist Association Indonesia (YBAI) menilai film dokumenter berjudul "Unearthing Muarajambi Temples" yang disutradarai oleh Nia Dinata memperkuat toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Ketua Harian YBA Indonesia Anthony Orodiputro dalam keterangannya di Surabaya, Jumat, menyampaikan terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek) dan Kalyana Shira Foundation yang telah membuat film tersebut.
"Dengan adanya film itu, akhirnya sejarah agama Buddha di Bumi Nusantara ini mampu dimengerti dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh penonton, khususnya para pemuda-pemudi," katanya.
Menurutnya, tidak hanya Umat Buddha saja yang mendapatkan banyak manfaat melalui film ini, tetapi semua umat beragama merasakan manfaat dalam merajut semangat toleransi.
"Dimana toleransi memiliki sifat yang universal untuk merawat bangsa kita tercinta ini, bangsa Indonesia," ucapnya.
Ia bersyukur YBA bersama organisasi Buddhis, vihara dan organisasi sosial di Jawa Timur bisa mendapat kepercayaan untuk bisa menggelar nonton bareng (nobar) film "Unearthing Muarajambi Temples" di Mal Cito Surabaya pada Kamis (23/11) malam.
Bagi dia, acara nobar tersebut sangat bermanfaat tidak hanya memperkenalkan agama Buddha dan sejarah saja, tetapi juga bisa memberikan semagat toleransi antarumat beragama.
"Hal ini sebenarnya sudah terajut sejak zaman Sriwijaya dimana nenek moyang kita memiliki kearifan lokal bekal berharga yang kita perlukan untuk hidup bermasyarakat," kata Anthony.
Nobar tersebut dihadiri sutradara artis ibu kota Nia Dinata bersama sejumlah tokoh dalam film tersebut. Selain itu, hadir pula Komunitas Organisasi Buddha dan organisasi sosial masyarakat serta Olga Lydia.
Artis ibu kota ini bersama sutradara dan para tokoh dalam film itu juga sempat menyapa para penonton sembari menyampaikan pesan penting dalam menjaga toleransi.
Sutradara film Unearthing Muarajambi Temples, Nia Dinata mengatakan, pesan penting yang ingin selalu dia tularkan ketika pemutaran film tersebut adalah pesan untuk merajut toleransi. Sebab, ia mengakui tidak pernah melihat toleransi yang begitu besar dan inklusif seperti di Muara Jambi. Selain itu, orang Indonesia saat ini sudah mulai enggan untuk meneliti sejarah.
"Kalau kita menjadi masyarakat yang toleransi dan juga mencintai sejarah, pasti akan lebih maju lagi dan lebih damai lagi bangsa ini. Makanya, saya merajut toleransi ke berbagai daerah melalui film ini," kata Nia.
Ia juga berharap toleransi itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu caranya dengan banyak bergaul dengan orang lain, mengeksplorasi saudara yang berbeda agama, berbeda tingkat ekonomi dan sosialnya. Dengan cara itu, pasti akan banyak pelajaran yang dapat diambil dalam membina hubungan dan relasi itu.
"Jadi, kenalilah Indonesia seutuhnya, kenalilah Muara Jambi. Kita harus benar-benar mengaplikasikan Bhinneka Tunggal Ika," katanya.
Nia juga bersyukur karena antusiasme warga Surabaya untuk menonton film tersebut sangat luar biasa. Menurutnya, warga Indonesia kini mulai haus dengan tontonan yang sekaligus mendidik.
Sementara itu, Olga Lydia mengaku kaget setelah mendengar cerita bahwa Muara Jambi lebih besar dan lebih luas dibanding Candi Borobudur. Setelah melihat film ini, ia merasa seluruh rakyat Indonesia harus tahu dan layak ikut berbangga karena memiliki Candi Muara Jambi.
"Saya juga sangat senang melihat antusiasme warga Surabaya ini yang penuh toleransi. Rasa toleransi ini harus terus ditularkan ke daerah lainnya di Indonesia," ujarnya.
Ketua Harian YBA Indonesia Anthony Orodiputro dalam keterangannya di Surabaya, Jumat, menyampaikan terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek) dan Kalyana Shira Foundation yang telah membuat film tersebut.
"Dengan adanya film itu, akhirnya sejarah agama Buddha di Bumi Nusantara ini mampu dimengerti dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh penonton, khususnya para pemuda-pemudi," katanya.
Menurutnya, tidak hanya Umat Buddha saja yang mendapatkan banyak manfaat melalui film ini, tetapi semua umat beragama merasakan manfaat dalam merajut semangat toleransi.
"Dimana toleransi memiliki sifat yang universal untuk merawat bangsa kita tercinta ini, bangsa Indonesia," ucapnya.
Ia bersyukur YBA bersama organisasi Buddhis, vihara dan organisasi sosial di Jawa Timur bisa mendapat kepercayaan untuk bisa menggelar nonton bareng (nobar) film "Unearthing Muarajambi Temples" di Mal Cito Surabaya pada Kamis (23/11) malam.
Bagi dia, acara nobar tersebut sangat bermanfaat tidak hanya memperkenalkan agama Buddha dan sejarah saja, tetapi juga bisa memberikan semagat toleransi antarumat beragama.
"Hal ini sebenarnya sudah terajut sejak zaman Sriwijaya dimana nenek moyang kita memiliki kearifan lokal bekal berharga yang kita perlukan untuk hidup bermasyarakat," kata Anthony.
Nobar tersebut dihadiri sutradara artis ibu kota Nia Dinata bersama sejumlah tokoh dalam film tersebut. Selain itu, hadir pula Komunitas Organisasi Buddha dan organisasi sosial masyarakat serta Olga Lydia.
Artis ibu kota ini bersama sutradara dan para tokoh dalam film itu juga sempat menyapa para penonton sembari menyampaikan pesan penting dalam menjaga toleransi.
Sutradara film Unearthing Muarajambi Temples, Nia Dinata mengatakan, pesan penting yang ingin selalu dia tularkan ketika pemutaran film tersebut adalah pesan untuk merajut toleransi. Sebab, ia mengakui tidak pernah melihat toleransi yang begitu besar dan inklusif seperti di Muara Jambi. Selain itu, orang Indonesia saat ini sudah mulai enggan untuk meneliti sejarah.
"Kalau kita menjadi masyarakat yang toleransi dan juga mencintai sejarah, pasti akan lebih maju lagi dan lebih damai lagi bangsa ini. Makanya, saya merajut toleransi ke berbagai daerah melalui film ini," kata Nia.
Ia juga berharap toleransi itu bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu caranya dengan banyak bergaul dengan orang lain, mengeksplorasi saudara yang berbeda agama, berbeda tingkat ekonomi dan sosialnya. Dengan cara itu, pasti akan banyak pelajaran yang dapat diambil dalam membina hubungan dan relasi itu.
"Jadi, kenalilah Indonesia seutuhnya, kenalilah Muara Jambi. Kita harus benar-benar mengaplikasikan Bhinneka Tunggal Ika," katanya.
Nia juga bersyukur karena antusiasme warga Surabaya untuk menonton film tersebut sangat luar biasa. Menurutnya, warga Indonesia kini mulai haus dengan tontonan yang sekaligus mendidik.
Sementara itu, Olga Lydia mengaku kaget setelah mendengar cerita bahwa Muara Jambi lebih besar dan lebih luas dibanding Candi Borobudur. Setelah melihat film ini, ia merasa seluruh rakyat Indonesia harus tahu dan layak ikut berbangga karena memiliki Candi Muara Jambi.
"Saya juga sangat senang melihat antusiasme warga Surabaya ini yang penuh toleransi. Rasa toleransi ini harus terus ditularkan ke daerah lainnya di Indonesia," ujarnya.