Jejak "Markas" Ulama-Santri dalam Pertempuran 10 November 1945

id hari pahlawan, hari santri,santri,ulama,NU,markas ulama,MBO,PWNU Jatim,Gus Dur,cagar budaya,sejarah,berita sumsel, berita palembang

Jejak "Markas" Ulama-Santri dalam Pertempuran 10 November 1945

Markas Besar Oelama (MBO) di Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, yang diyakini sebagai sentrum koordinasi para ulama dan pejuang serta pusat penggemblengan laskar pejuang dalam Pertempuran Surabaya. (ANTARA/HO-Tim MBO PWNU Jatim)


Dalam percakapan dengan penulis (24/10/2023), Djunaidi menjelaskan ayah Dimyati itu merupakan orang kaya yang berjualan alat untuk kelengkapan transportasi kuda dan jualan di depan rumah yang memang berada di dekat pasar itu.

"Ayahnya Dimyati itu kaya tapi dermawan, maka ketika beliau mendengar kalau Mbah Kyai Hasyim Asy'ari mencari tempat yang aman dan strategis untuk perlawanan terhadap Sekutu, maka beliau mengorbankan rumahnya itu," katanya.

Alhamdulillah, Mbah KH Hasyim Asy'ari "kerso" (berkenan), karena lokasinya memang strategis yakni berbatasan dengan Surabaya dan dekat dengan Stasiun KA Waru, sehingga para ulama dan santri tinggal turun kereta dan jalan beberapa ratus meter saja.

"Lokasinya juga samar karena ayah Dimyati berjualan di depan rumah dan banyak orang yang membeli alat untuk transportasi kuda di depan rumah yang juga dekat dengan pasar itu, sehingga dapat mengelabuhi pasukan Belanda yang membangun pos penjagaan di Waru," katanya.


Cagar Budaya

Tidak hanya itu, Djunaidi yang "mondok" di Pesantren Tebuireng itu sering melakukan kroscek ke santri senior bernama Sholeh Hasibuan untuk memadukan kebenaran cerita Dimyati dengan pihak Tebuireng.

"Saya padukan, kok cocok, ternyata Mbah Kyai Hasyim Asy'ari memang sering wira-wiri ke Waru untuk mengatur strategi perjuangan, bahkan Bung Tomo juga sowan Mbah Kyai Hasyim Asy'ari untuk menanyakan kapan mulai perang? Mbah Kyai Hasyim Asy'ari minta waktu," katanya.

Ternyata, Mbah Kyai Hasyim Asy'ari minta waktu itu untuk menunggu kedatangan Kyai Abbas Jamil Buntet/Cirebon dan Mbah Kyai Hamid Babakan untuk mengatur strategi di "markas" Waru itu, baru memulai perlawanan pada Sekutu. Selain itu, Soengkono selaku komandan pertempuran juga dilibatkan.

"Strateginya dikenal dengan Trisula, karena mbah Kyai Hasyim Asy'ari membagi tiga pusat pertahanan Kota Surabaya, yakni Kyai Abbas di barat untuk perlawanan udara, mbah Kyai Hasyim Asy'ari di tengah untuk perlawanan darat, dan Kyai Hamid Babakan di timur untuk perlawanan laut," katanya.

Sebelumnya, Kyai Abbas Buntet memberi asmak/hizib di sumur yang ada di "markas" Waru itu dan diuji dengan memukul pedang, ternyata tidak ada luka, sehingga laskar yang ikut perlawanan ke Surabaya pun memiliki motivasi yang kuat untuk berangkat.

Pewarta :
Uploader: Aang Sabarudin
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.