Sengketa jenama GoTo di mata pakar hukum
Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, Prof Budi Kagramanto menilai gugatan senilai Rp2,08 triliun atas penggunaan merek GoTo yang dilayangkan PT Terbit Financial Technology kepada PT Aplikasi Anak Bangsa (Gojek) dan PT Tokopedia (Tokopedia) tidak masuk akal dan diduga diwarnai unsur cari keuntungan.
Ia menduga gugatan tersebut diajukan lantaran posisi GoTo sebagai perusahaan besar, sehingga penggugat mencoba mencari keuntungan. Sebab jika melihat data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, banyak merek GoTo lain tetapi yang digugat justru Gojek dan Tokopedia.
"Menurut saya, gugatan itu tidak masuk akal dan sangat fantastis. Bisa jadi ini hanya modus, di mana penggugat mencari keuntungan dari adanya kesamaan merek," kata Prof Budi Kagramanto dalam siaran pers, Kamis (11/11).
Prof Budi Kagramanto berpendapat, belajar dari kejadian itu, penegak hukum semestinya memiliki langkah preventif dalam melindungi perusahaan atau merek-merek nasional agar tidak menjadi sasaran pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan.
Apalagi, jika dilihat Gojek dan Tokopedia merupakan aset nasional yang berkontribusi besar bagi negara, terutama dari sisi perekonomian melalui pemberdayaan UMKM dan penyerapan tenaga kerja.
“Ini harus ada perlindungan hukum, karena yang dirugikan banyak. Tidak hanya mitra Gojek dan Tokopedia, tapi juga pengguna dalam hal ini masyarakat luas,” katanya.
Guru besar bidang hukum Unair itu meminta agar majelis hakim yang menangani perkara ini harus memperhatikan banyak aspek dalam mengambil keputusan. "Wawasannya harus luas, karena banyak aspek yang harus diperhatikan, karena ini menyangkut keadilan juga,” tambahnya.
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum PT Aplikasi Anak Bangsa dan PT Tokopedia, di bawah naungan Juniver Girsang & Partner menuding gugatan yang dilayangkan PT Terbit Financial Technology (PT TFT) sangat tidak beralasan. Pasalnya, Terbit Financial tidak aktif menggunakan dan memanfaatkan merek GOTO.
“Ekstrimnya tanpa alas hak, PT TFT juga melarang klien kami menggunakan merek Goto atau GoTo Financial untuk alasan dan keperluan apapun juga,” ujar Juniver Girsang dalam keterangan resminya, Rabu (10/11).
Pada tahun lalu, Terbit pernah mengajukan gugatan kepada grup Lotte di Indonesia terkait hak cipta. Berdasarkan data Mahkamah Agung (MA), Terbit pernah menggugat PT Lotte Shopping Indonesia dan PT Lotte Mart Indonesia pada 2020 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Register Nomor 17/Pdt.Sus-HKI-CIPTA/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Saat itu, mereka Terbit menggugat Lotte sebesar Rp 3,18 triliun, terdiri Rp180 miliar untuk kerugian materil, dan Rp3 triliun untuk kerugian immateril. Gugatan tersebut terkait aplikasi Financial Supply Chain Collaboration (FSCC) dengan nama TBXONE.
Namun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan Lotte pada 7 Januari 2021 lantaran klaim Terbit tidak terbukti. Sebelum aplikasi FSCC dengan nama TBXONE ada, Lotte Shopping dan Lotte Mart sudah menggunakan aplikasi sejenis dengan nama Platform-as-Service atau disingkat PaaS (A2CX).
Ia menduga gugatan tersebut diajukan lantaran posisi GoTo sebagai perusahaan besar, sehingga penggugat mencoba mencari keuntungan. Sebab jika melihat data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, banyak merek GoTo lain tetapi yang digugat justru Gojek dan Tokopedia.
"Menurut saya, gugatan itu tidak masuk akal dan sangat fantastis. Bisa jadi ini hanya modus, di mana penggugat mencari keuntungan dari adanya kesamaan merek," kata Prof Budi Kagramanto dalam siaran pers, Kamis (11/11).
Prof Budi Kagramanto berpendapat, belajar dari kejadian itu, penegak hukum semestinya memiliki langkah preventif dalam melindungi perusahaan atau merek-merek nasional agar tidak menjadi sasaran pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan.
Apalagi, jika dilihat Gojek dan Tokopedia merupakan aset nasional yang berkontribusi besar bagi negara, terutama dari sisi perekonomian melalui pemberdayaan UMKM dan penyerapan tenaga kerja.
“Ini harus ada perlindungan hukum, karena yang dirugikan banyak. Tidak hanya mitra Gojek dan Tokopedia, tapi juga pengguna dalam hal ini masyarakat luas,” katanya.
Guru besar bidang hukum Unair itu meminta agar majelis hakim yang menangani perkara ini harus memperhatikan banyak aspek dalam mengambil keputusan. "Wawasannya harus luas, karena banyak aspek yang harus diperhatikan, karena ini menyangkut keadilan juga,” tambahnya.
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum PT Aplikasi Anak Bangsa dan PT Tokopedia, di bawah naungan Juniver Girsang & Partner menuding gugatan yang dilayangkan PT Terbit Financial Technology (PT TFT) sangat tidak beralasan. Pasalnya, Terbit Financial tidak aktif menggunakan dan memanfaatkan merek GOTO.
“Ekstrimnya tanpa alas hak, PT TFT juga melarang klien kami menggunakan merek Goto atau GoTo Financial untuk alasan dan keperluan apapun juga,” ujar Juniver Girsang dalam keterangan resminya, Rabu (10/11).
Pada tahun lalu, Terbit pernah mengajukan gugatan kepada grup Lotte di Indonesia terkait hak cipta. Berdasarkan data Mahkamah Agung (MA), Terbit pernah menggugat PT Lotte Shopping Indonesia dan PT Lotte Mart Indonesia pada 2020 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Register Nomor 17/Pdt.Sus-HKI-CIPTA/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Saat itu, mereka Terbit menggugat Lotte sebesar Rp 3,18 triliun, terdiri Rp180 miliar untuk kerugian materil, dan Rp3 triliun untuk kerugian immateril. Gugatan tersebut terkait aplikasi Financial Supply Chain Collaboration (FSCC) dengan nama TBXONE.
Namun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan Lotte pada 7 Januari 2021 lantaran klaim Terbit tidak terbukti. Sebelum aplikasi FSCC dengan nama TBXONE ada, Lotte Shopping dan Lotte Mart sudah menggunakan aplikasi sejenis dengan nama Platform-as-Service atau disingkat PaaS (A2CX).