Jejak langkah Desa Wisata Lembah Dewi Sri

id desa wisata,desa wisata lembah dewi sri,pertagas,pertamina gas,pertamina

Jejak langkah Desa Wisata Lembah Dewi Sri

Wisatawan memanfaatkan wahana kolam repleksi di Desa Wisata Lembah Dewi Sri Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, saat sebelum pandemi. (ANTARA/HO)

Di Muaraenim ini nyaris tidak ada, jadi ketika ada, masyarakat membludak, maunya ke sini semua
Palembang (ANTARA) - Siapa pernah menyangka Desa Sidomulyo Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, menjelma menjadi desa wisata.

Desa yang berjarak sekitar 149 Kilometer dari Kota Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan ini kini dikenal sebagai destinasi wisata baru, terutama bagi penduduk Muaraenim dan sejumlah kabupaten/kota tetangga.

Setiap akhir pekan, berbondong-bondong warga asal Kota Palembang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Prabumulih, Lahat, Empat Lawang dan Ogan Komering Ulu mengunjungi desa yang sudah menyabet penghargaan Program Kampung Iklim 2019 ini.

Adalah Aji Surono (56), kepala desa setempat yang menjadi penggagas lahirnya Desa Wisata Lembah Dewi Sri di lahan adat seluas 5 hektare tersebut.

Lecutan bermula ketika sebagian besar penduduk desa mengikuti program peremajaan perkebunan sawit dari pemerintah pada 2017. Sebanyak 140 Kepala Keluarga (KK) terpilih untuk menerima bantuan program replanting dari total 307 KK (1.118 jiwa) di Desa Sidomulyo.

Kondisi itu praktis membuat warga setempat tidak bisa mendapatkan pemasukan dari kebun sawitnya. Itu pun tak berlangsung dalam hitungan bulan karena tanaman sawit yang ditanam akan berbuah kembali dalam tiga tahun setelah peremajaan.

Untuk menyambung hidup, warga pun terpaksa hanya mengandalkan hasil dari perkebunan karet, bertani padi dan sayuran. Padahal pada 2017 itu, harga karet anjlok sehingga sebagian besar warga mengalami kesulitan ekonomi.

Ide pun muncul, lantaran Desa Sidomulyo merupakan salah satu desa di Kabupaten Muaraenim yang kerap berprestasi di tingkat provinsi hingga nasional.

Aji yang pernah mengunjungi Desa Wisata Ponggok di Klaten, Jawa Tengah dalam Program Perberdayaan Masyarakat Desa pada 2017 pun optimistis bisa menyulap kampungnya menjadi desa wisata.

Tak sulit sebenarnya bagi warga desa yang sebagian berasal dari keluarga transmigrasi ini untuk membuka diri, karena Sidomulyo kerap didatangi untuk beragam instansi untuk studi banding, hingga menggelar beragam kegiatan PKK dan Karang Taruna.

Lokasi Kantor Lurah kerap dijadikan tempat berkegiatan, sehingga mulai dibangun saung-saung bertema edukasi yang menghadap ke areal persawahan milik warga di lahan adat tersebut.

“Dari sini, saya berpikir, kenapa tidak ditambahi arena bermain, tempat pemancingan dan lainnya, biar lebih banyak yang datang. Dan ini bisa menambah pemasukan ekonomi warga jika jadi desa wisata,” kata Aji di Muaraenim, Jumat (22/10/21).

Mulailah ide tersebut disuarakan ke warga setempat, dan langsung mendapatkan respon positif. Karena itu, semua kegiatan dan pemenuhan sarana dan prasarana rela dilakukan warga secara swadaya sehingga mampu menyulap lembah yang selama ini hanya menjadi lokasi persawahan dan perkebunan sawit menjadi destinasi wisata.

Kemudian secara bergotong royong, warga membuat kolam renang, kolam pemancingan, kolam ikan, kolam totok (repleksi) ikan, tempat pengolahan pupuk organik, perkebunan tanaman hidroponik, tempat karoke, dan jalur sepeda untuk menggolkan konsep menjadi desa wisata.

Setelah berproses hampir satu tahun, akhirnya pada 2018 dibuka secara resmi dengan pengelolaan secara profesional.

Tanpa disangka kunjungan wisatawan lokal semakin hari kian meningkat, bahkan di akhir pekan berkisar 1.500 orang dengan biaya karcis Rp10.000 per orang.

Warga pun bersukacita karena kehadiran desa wisata ini dapat mengangkat ekonomi mereka, mulai dari sisi pendapatan hingga pembukaan lapangan pekerjaan.

Setidaknya ada 30 orang warga yang terlibat dalam pengelolaan Desa Wisata Lembah Dewi Sri tersebut, dari unsur Karang Taruna, ibu-ibu PKK dan organisasi kemasyarakatan untuk menjadi tukang parkir, penjaga loket, petugas kebersihan, dan lainnya.

Selain itu, di lokasi tersebut juga ada warga yang membuka lapak makanan dan minuman. Setidaknya ada 20 lapak warung kuliner yang pedagangnya meraup omset rata-rata Rp1.000.000 pada saat akhir pekan.

Untuk menjaga eksistensi dari desa wisata ini, juga dibentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang bertugas untuk membuat inovasi dan terobosan agar wisata buatan ini tetap berkesinambungan.

“Lebih membanggakan bagi kami, hadirnya desa wisata ini telah menginspirasi desa-desa lain di Muaraenim untuk melakukan hal serupa,” katanya.

Bagi Aji yang kini tidak lagi menjabat sebagai kepala desa, dirinya akan tetap mengawal agar program ini berjalan sesuai harapan. Termasuk memastikan jika nantinya dibuka kembali setelah pandemi akan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.

“Bangun desa tidak mesti ada jabatan, yang penting ada keikhlasan untuk memajukan desa,” ujarnya.

Selama pandemi, praktis desa wisata ini vakum. Sembari menunggu warga setempat berusaha bertahan dengan merawat pemasukan dari perkebunan karet, sayur, dan padi. Mereka juga tetap melakukan kegiatan pengolahan sampah plastik.
 
Ibu-ibu PKK mengolah sampah plastik di Desa Wisata Lembah Dewi Sri Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, saat sebelum pandemi. (ANTARA/HO)



Beruntung bagi warga dalam setahun terakhir harga karet bergerak naik dari semula Rp6.000 per kilogram menjadi Rp10.000 per Kg.

“Bulan depan (November 2021) sudah ada komitmen dengan pemerintah dan Pertagas (perusahaan pemberi bantuan CSR) untuk dibuka kembali,” kata Aji.

Sementara itu, Aditya Wibihafsoro (33) mengatakan dirinya dan rekan-rekannya di Karang Taruna sudah tidak sabar menunggu saatnya desa wisata ini diizinkan pemerintah untuk dibuka kembali bagi masyarakat umum.

Maklum saja, selama hampir kurang lebih satu tahun atau sebelum pandemi, dirinya bisa mengecap pemasukan tambahan untuk keluarga.

“Di akhir pekan, saya bisa dapat Rp250 ribu untuk bagi hasilnya,” kata dia.

Pendapatan itu terbilang lumayan, lantaran dirinya juga menjalankan program replanting kebun sawit atas lahan seluas 2 hektare miliknya. Karena pandemi, ia pun terpaksa mengencangkan ikat pinggang lagi.

Oleh karena itu, ketika mendapat kabar akan dibuka kembali maka mereka pun sudah tidak sabar.
Sebagai tokoh muda di kampungnya, Aditya menilai adanya desa wisata ini merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Apalagi, di Kabupaten Muaraenim sama sekali tidak ada objek wisata. Sementara, kebutuhan terhadap hiburan merupakan keniscayaan.

Berbeda dengan di daerah lain di Indonesia, seperti Yogyakarta, setiap kampung hampir memiliki desa wisata sehingga wisatawan dalam satu hari bisa mengunjungi hingga 10 desa wisata sekaligus, kata Aditya.

“Di Muaraenim ini nyaris tidak ada, jadi ketika ada, masyarakat membludak, maunya ke sini semua,” kata dia.

Namun, untuk tetap eksis, dibutuhkan inovasi dan terobosan karena desa wisata merupakan wisata buatan, bukan jenis wisata alam dan wisata sejarah yang tinggal dipercantik saja.

“Kami sangat senang sekali ketika Pertagas mau membantu, dalam waktu dekat akan membuat Taman Bermain Anak-Anak, sehingga ada spot (titik) baru di sini,” kata Aditya.

Kepala Dusun II Desa Sidomulyo Yudiansyah mengharapkan bantuan dari berbagai pihak untuk mengembangkan desa wisata ini, salah satunya dari PT Pertamina Gas.

“Bantuan dari CSR ini sangat kami butuhkan untuk mendukung inovasi dalam pengembangan desa wisata ini. Kami berharap terus berlanjut,” kata dia.

Ia mengatakan dalam mengelola desa wisata itu, setidaknya didapatkan pemasukan kotor Rp6 juta-Rp7 juta pada akhir pekan, dan Rp1,5 juta-Rp2 juta pada hari Senin-Jumat.

Pendapatan itu diperkirakan akan terus bertambah jika desa wisata ini semakin dikenal oleh masyarakat berkat daya tariknya yang unik.

Kampung Iklim

Eksternal Relation PT Pertamina Gas Operation West Region Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Fasya Amalia mengatakan, Desa Sidomulyo merupakan salah satu desa binaan perusahaannya sejak 2019.

Kerja sama diawali saat mengawal desa ini mengikuti program Kampung Iklim 2019 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang meraih predikat Lestari Proklim 2019.
 
PT Pertamina Gas menerima penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kategori Apresiasi Pendukung Program Kampung Iklim 2021 yang diberikan Menteri LHK Siti Nurbaya, Selasa (19/10/21). (ANTARA/HO)


“Kami tergerak untuk membantu, karena kami melihat sudah ada aksi nyata dari masyarakatnya sendiri untuk mengembangkan desa wisata,” kata Fasya.

Setelah itu, Pertamina Gas menyalurkan bantuan CSR untuk pembuatan saung, pembinaan UMKM dan pembentukan Kelompok Sadar Wisata.

Selain itu, juga memberikan edukasi untuk pengelolaan sampah plastik ramah lingkungan, penanaman talas dan pembibitan ikan untuk masyarakat.

Pada 2021, Pertamina Gas akan membangun Taman Bermain Anak dan memperbarui rambu-rambu petunjuk arah di destinasi wisata ini, serta memberikan pelatihan berlinsensi untuk teknik pengolahan sampah plastik.

Bukan hanya di Desa Sidomulyo, Pertamina Gas juga memiliki program CSR di kabupaten lain yakni di Desa Cambai, Prabumulih yakni program pembibitan ikan belida dan ikan air tawar, pembibitan sapi serta pengolahan sampah plastik.

Lalu, program Kampung Asman Tanaman Obat Keluarga (Toga) Melati di di Desa Gunung Ibul, Kelurahan Gunung Ibul, Prabumulih.

Lantaran aksi nyata itu, Pertamina Gas menerima penghargaan kategori Apresiasi Pendukung Proklim 2021 dalam Festival Iklim Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pertagas Operation South Sumatera Area (OSSA) menerima penghargaan tersebut karena dinilai mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitar area operasi maupun untuk lingkungan melalui berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR).

Komitmen Pertagas OSSA dalam mengembangkan program di Desa Sidomulyo ini berhasil mengantarkan Desa Sidomulyo meraih Proklim Lestari Tingkat Nasional 2019.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya mengapresiasi program-program terkait Proklim yang dilaksanakan perusahaan dalam rangka penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan iklim Indonesia.

“Ini membuktikan bahwa isu perubahan iklim semakin dipahami di kalangan masyarakat. KLHK patut memberikan penghargaan atas peran berbagai perusahaan dan instansi di Festival Iklim 2021 KLHK," kata dia.

General Manager Operation West Region Pertagas Hendra T. P. Nasution mengatakan sebagai perusahaan yang beroperasi sangat dekat dengan masyarakat, Pertagas ingin memberikan manfaat yang lebih kepada lingkungan sekitar.

Penghargaan ini menjadi memotivasi perusahaan afiliasi dari Perusahaan Gas Negara Tbk Sub Holding Gas Pertamina untuk lebih optimal dalam mengimplementasi program CSR.

"Kami harap hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar dapat terus membangun kepercayaan dan kepedulian untuk bersama-sama mengembangkan potensi desa dan masyarakat di sekitar area operasi Pertagas OSSA,” kata Hendra.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumsel, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Sumatera Selatan mengalami penurunan drastis yakni sebesar 85,50 persen pada Januari-Desember 2020 dibanding periode yang sama 2019 yang sebanyak 15.846 kunjungan.

Performa pariwisata yang tergerus ini diharapkan kembali bangkit setelah pandemi COVID-19 mulai melandai sejak September 2021, yang ditandai dengan kembali dibukanya daerah wisata.

Pengamat ekonomi asal Universitas Sriwijaya Isni Adriana mengatakan desa wisata diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Tanah Air karena sektor pariwisata kini menjadi salah satu andalan di dalam negeri.

Keunggulan dari desa wisata berupa destinasi yang menampilkan kearifan lokal masyarakat, alam yang indah dan seni budaya daerah dapat menjadi alasan kuat untuk tetap eksis.

Kendati demikian, diakui desa wisata perlu penguatan di berbagai bidang, mulai dari penguatan kelembagaan, sumber daya manusia, objek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana, serta penguatan dukungan pemerintah.

“Jika ini dapat disinergikan dengan perusahaan berupa perealisasian dana CSR, maka saya rasa ini demikian tepat guna karena manfaat dapat dirasakan masyarakat secara langsung karena dapat mengerakkan perekonomian desa,” kata Isni.

Desa wisata merupakan jenis wisata buatan yang membutuhkan konsistensi dari pelakunya untuk terus berinovasi dan membuat terobosan.

Sejatinya wisatawan mengunjungi desa wisata bukan hanya ingin menikmati keindahan alam, namun juga wahana bermain dan atraksi seni budaya. Tentunya, perlu kolaborasi dengan banyak pihak untuk mewujudkannya sehingga dapat diandalkan dalam mengangkat perekonomian desa.