Paris Fashion Week ditutup dengan persembahan penuh cinta

id alber elbaz,fashion week, paris fashion week

Paris Fashion Week ditutup dengan persembahan penuh cinta

Para model menampilkan karya-karya hasil kerjasama 45 perancang busana dengan tim desain Alber Elbaz di AZ Factory, dalam rangka mengenang mendiang perancang busana tersebut di penutupan Paris Fashion Week 2022. Elbaz meninggal dunia pada April 2021 akibat komplikasi infeksi COVID-19. (Gorunway.com/Filippo Fior)

Jakarta (ANTARA) - “Love Brings Love” adalah mantra yang menjadi ciri khas Alber Elbaz untuk menunjukkan optimisme. Elbaz adalah desainer brilian dan sangat dicintai oleh banyak orang di industri mode, yang kematiannya pada usia 59 akibat infeksi COVID-19 pada April lalu, telah membuat patah hati komunitas mode secara global.

Maka sudah sepantasnya atas dasar rasa cinta itulah, dan di hadapan kerumunan keluarga, teman, kolega -termasuk Ibu Negara Prancis Brigitte Macron-, dan rekan desainer maka pekan mode Paris berakhir dengan sangat pedih namun menyenangkan. Sebuah persembahan cinta untuk Alber Elbaz.

Persembahan cinta berbalut pertunjukan pagelaran busana ini dapat terlaksana berkat kerjasama 45 perancang busana dengan tim desain Elbaz di AZ Factory. Semuanya berkumpul untuk merayakan bakat, kepribadian, dan warisan desain Elbaz.

“Kami ingin menemukan cara terbaik untuk mengenang semangat Alber,” kata rekan dekat Elbaz, Alex Koo menjelaskan.

"Sungguh indah melihat bagaimana setiap desainer mengungkapkan perasaan mereka terhadap Alber dalam aspek yang berbeda-beda. Itu benar-benar sebuah karya cinta," ujar Koo kepada Vogue dikutip Kamis.
Kolase foto para model menampilkan karya-karya hasil kerjasama 45 perancang busana dengan tim desain Alber Elbaz di AZ Factory, dalam rangka mengenang mendiang perancang busana tersebut di penutupan Paris Fashion Week 2022. Elbaz meninggal dunia pada April 2021 akibat komplikasi infeksi COVID-19. (Gorunway.com/Filippo Fior)
 
Koo menjelaskan bahwa Elbaz telah lama menyukai gagasan untuk menciptakan kembali Théâtre de la Mode, sebuah proyek mode di tahun 1945 yang menyatukan 60 desainer adibusana (haute couture) terkemuka Paris, termasuk para pembuat topi, penata rambut dan desainer aksesori, untuk mendandani serangkaian manekin mini, yang kemudian diatur dalam sketsa untuk menunjukkan kehidupan Paris yang modis. Baik itu di sepanjang jalan di Palais Royal atau di sebuah opera.

Pada masa itu, boneka fesyen termasuk dekorasinya dipamerkan ke seluruh dunia dan berhasil membuat para pecinta fesyen di seluruh dunia terpana akan seni mode Paris yang berhasil bertahan dari serangan Jerman. Kala itu, seni mode Paris berhasil bertahan dan terus menetapkan standar untuk teknik dan imajinasi.

Koo mengatakan bahwa impian Elbaz adalah untuk mewujudkan inisiatif serta pemikiran tersebut, dengan menyatukan talenta terbaik dari industri fesyen.

"Ini dilakukan dalam rangka merayakan cinta, keindahan, dan harapan," kata Koo.
 
Karya cinta

Karya para perancang kenamaan ini dikoordinasikan oleh pengarah gaya yang telah lama bekerja untuk Elbaz, Babeth Dijan. Dijan mengatur urutan penampil berdasarkan urutan abjad para perancang yang berpartisipasi dalam pagelaran ini.

Beberapa desainer membuat karya untuk Elbaz berdasarkan biografi mendiang perancang busana tersebut. Thebe Magugu dari Afrika Selatan misalnya, terinspirasi oleh gaun musim gugur 1997 yang dirancang Elbaz selama dua tahun masa jabatannya di rumah mode Guy Laroche.

Sementara Pieter Muller dari Alaia membuat karya berdasarkan sheath dress berwarna merah dari bahan menerawang, dengan aplikasi berbentuk hati yang berliku-liku disematkan di beberapa bagian. Karya ini dirancang oleh Elbaz ketika bekerja untuk Geoffrey Beene. Kala itu Elbaz baru tiba dari negara asalnya Israel, dan bekerja selama tujuh tahun untuk Beene yang dia akui sebagai guru yang memberikan inspirasi.

Jean-Paul Gaultier secara harafiah menerjemahkan rasa cinta dalam bentuk hati, mengutip "coeur a l'ouvrage" Elbaz (secara kasar diterjemahkan dengan menempatkan banyak bentuk hati ke dalam rancangannya) menawarkan gaun adibusana yang terdiri dari hati berwarna merah dalam bentuk lapisan-lapisan tiga dimensi.

Kemudian Alessandro Michele menampilkan cut out dress berwarna ungu, serupa brassiere berbentuk dua hati dengan rok menjuntai yang tampak menggantung pada brassiere. Kemudian Vetements menampilkan setelan serupa piyama berbahu lebar dengan aplikasi berbentuk hati diseluruh bagian busana.  

Viktor&Rolf menampilkan trenchcoat ballgown berwarna putih, yang dibingkai oleh tumpukan aplikasi hati.

Kolase foto para model menampilkan karya-karya hasil kerjasama 45 perancang busana dengan tim desain Alber Elbaz di AZ Factory, dalam rangka mengenang mendiang perancang busana tersebut di penutupan Paris Fashion Week 2022. Elbaz meninggal dunia pada April 2021 akibat komplikasi infeksi COVID-19. (Gorunway.com/Filippo Fior)

Perancang busanan lainnya memilih untuk mengabadikan tampilan ikonik Elbaz, yang gemar mengenakan setelan jas dengan dasi kupu-kupu. Namun tampilan kali ini berupa setelan jas berbentuk tong air dipadu dengan celana pendek.

Dries van Noten menampilkan busana yang dia kembangkan dari potret intarsia yang rumit, yang menghiasi bagian depan mantel malam merahnya. Sementara Ralph Lauren menampilkan perpaduan setelan khas rumah mode itu (sweater bergambar beruang ikon Polo di bagian dada) yang dipadu dengan jas serta dasi kupu-kupu merah khas Elbaz.

Olivier Rousteing dari Balmain menggambarkan Elbaz pada korset gaun malam satin putih yang melambai-lambai.  

Bruno Sialelli dari Lanvin membangkitkan gaun ikonik Lanvin dari koleksi musim semi 2008. Gaun ini tampak mengembang besar dari bahan sutra parasut berkerut. Di bagian belakang gaun ada potret raksasa Elbaz yang tampak melayang mengudara saat model berpose lalu berputar.

Selain itu banyak pula perancang busana yang memanfaatkan inventaris desain khas Elbaz. Donatella Versace terinspirasi dari lengan draperi yang pernah dirancang Elbaz.

Demna Gvasalia dari Balenciaga mencoba mereka mantel opera dari bahan tafeta karya Elbaz, namun dengan tambahan volume yang lebih besar dengan jumlah jahitan yang minimalis.

Kesukaan Elbaz pada aksentuasi ruffles juga ditampilkan oleh Pierpaolo Piccioli dari Valentino dalam bentuk ballgown berwarna merah muda. Hal serupa juga dilakukan oleh Sarah Burton dari Alexander McQueen yang menampilkan gaun mantel pendek penuh dengan bordir.

Penampilan terakhir adalah karya dari desain kolektif tim AZ Factory, yang memperlihatkan tampilkan khas Elbaz. Sang model, Amber Valletta, mewujudkan Elbaz dalam potongan jaket dari pola yang sama yang sejak awal memang dirancang khusus untuk Elbaz. Bagian ujung hem dibordir dengan gambar busana karya Elbaz yang tidak terlupakan.

Sebagai penutup, tirai latar belakang panggung pagelaran busana dibuka untuk memperlihatkan model dalam kotak perancah tinggi dengan tiga tingkat, yang membingkai potret Elbaz. Ada semburan confetti berbentuk hati sesudah tirai latar dibuka, dan tampak sejumlah penonton menitikkan air mata untuk mendiang Elbaz.