Edhy Prabowo tetap merasa tidak bersalah pasca dituntut 5 tahun penjara
Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tetap merasa tidak bersalah pasca dituntut selama 5 tahun penjara dalam perkara suap ekspor benih lobster.
"Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu. Saya sudah delegasikan semua bukti persidangan sudah terungkap tidak ada, saya serahkan semuanya ke Majelis Hakim," ucap Edhy usai persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Kendati demikian, ia menyatakan tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara suap di Kementerian Kelautan dan Perikanan semasa menjabat menteri. Ia mengaku lalai karena tidak mampu mengontrol staf-stafnya.
"Yang harus dicatat saya bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian saya, saya tidak lari dari tanggung jawab tetapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai," ujar Edhy.
Ia tidak mengetahui apa yang dilakukan anak buahnya dan baru mengetahuinya saat persidangan. Ia juga mengatakan tidak ada niat untuk melakukan korupsi.
"Saya tidak tahu apa yang dilakukan anak buah saya. Saya juga tahu pas di persidangan ini bagaimana saya mengatur permainan, menyarankan orang. Kalau saya mau korupsi banyak hal yang bisa saya lakukan kalau mau korupsi," tuturnya.
"Tidak ada niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri. Saya mohon doa saja proses ini saya jalani, saya sudah 7 bulan mendekam di KPK tidak enak, panas, jauh dari keluarga," lanjut Edhy.
Pasca tuntutan tersebut, Edhy juga mengatakan siap untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). Menurut dia, banyak hal yang akan dituangkan dalam nota pembelaannya tersebut.
"Banyak hal, saya mohon doanya," kata dia.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) telah menuntut Edhy dengan 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Edhy juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS.
Selain itu, Edhy juga dituntut pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.
Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).
Selain itu, jaksa juga menuntut Andreau dan Safri selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, Amiril selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denea Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta Ainul dan Siswadhi selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Terhadap Amiril juga dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.256.940.000 subsider 1 tahun penjara.
"Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu. Saya sudah delegasikan semua bukti persidangan sudah terungkap tidak ada, saya serahkan semuanya ke Majelis Hakim," ucap Edhy usai persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Kendati demikian, ia menyatakan tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara suap di Kementerian Kelautan dan Perikanan semasa menjabat menteri. Ia mengaku lalai karena tidak mampu mengontrol staf-stafnya.
"Yang harus dicatat saya bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian saya, saya tidak lari dari tanggung jawab tetapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai," ujar Edhy.
Ia tidak mengetahui apa yang dilakukan anak buahnya dan baru mengetahuinya saat persidangan. Ia juga mengatakan tidak ada niat untuk melakukan korupsi.
"Saya tidak tahu apa yang dilakukan anak buah saya. Saya juga tahu pas di persidangan ini bagaimana saya mengatur permainan, menyarankan orang. Kalau saya mau korupsi banyak hal yang bisa saya lakukan kalau mau korupsi," tuturnya.
"Tidak ada niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri. Saya mohon doa saja proses ini saya jalani, saya sudah 7 bulan mendekam di KPK tidak enak, panas, jauh dari keluarga," lanjut Edhy.
Pasca tuntutan tersebut, Edhy juga mengatakan siap untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). Menurut dia, banyak hal yang akan dituangkan dalam nota pembelaannya tersebut.
"Banyak hal, saya mohon doanya," kata dia.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) telah menuntut Edhy dengan 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Edhy juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS.
Selain itu, Edhy juga dituntut pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya.
Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).
Selain itu, jaksa juga menuntut Andreau dan Safri selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, Amiril selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denea Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta Ainul dan Siswadhi selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Terhadap Amiril juga dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.256.940.000 subsider 1 tahun penjara.