PERKI: Keterisian rumah sakit di Jawa dan Jakarta capai 90 persen
Jakarta (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Isman Firdaus, Sp.JP(K) mengemukakan keterisian tempat tidur pelayanan pasien di rumah sakit Pulau Jawa dan Provinsi DKI Jakarta sudah di atas 90 persen akibat lonjakan COVID-19.
"Kita sudah kewalahan. Biasanya Bed Occupancy Rate (BOR) mencapai 50-60 persen. Di Jawa dan Jakarta sudah di atas 90 persen dan dokter juga tumbang karena banyak yang terinfeksi COVID-19," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang saat ini terus berdatangan ke ruang pelayanan darurat rumah sakit membuat penanganan medis terhadap pasien dengan penyakit berat lainnya menjadi tidak tertangani secara maksimal.
Baca juga: Polri cek persediaan tabung oksigen bagi pasien antisipasi kelangkaan
Salah satunya adalah pasien penyakit jantung yang diyakini sebagai'pembunuh nomor satu di dunia. "Saat ini pasien jantung di Indonesia belum terselesaikan dengan baik karena dominasi pasien COVID-19," kata Isman Firdaus.
Hal senada dikemukakan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr Dewi Astrid Lestari, Sp.PD.
"Yang terjadi saat ini rumah sakit umum besar diubah fungsinya 100 persen hanya layani kasus COVID-19," katanya.
Akibatnya, pasien dengan gagal ginjal, diabetes, hipertensi, gangguan jantung, paru, autoimun, kangker dan sebagainya kurang kesempatan untuk mendapat pelayanan optimal, padahal mereka juga masuk dalam kelompok rentan.
Baca juga: Erick Thohir: Tidak mungkin lawan COVID tanpa adanya terapi ke pasien
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, Sp.P (K) mengatakan situasi zona merah COVID-19 di Pulau Jawa dan Provinsi DKI Jakarta telah mengakibatkan antrean pasien di berbagai rumah sakit swasta maupun milik pemerintah.
"Saat ini ada beban pelayanan tinggi akibat COVID-19. Data di berbagai negara belum ada satu pun penanganan pandemi bertumpu pada fasilitas pelayanan kesehatan. Harus ada keseimbangan penanganan melalui upaya menurunkan angka kasus di populasi," katanya.
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan diperlukan penambahan kapasitas rumah sakit, dengan sejumlah pertimbangan.
Baca juga: JK: Plasma konvalesen 90 persen efektif sembuhkan pasien COVID-19
"Hal penting yang perlu dapat perhatian, yaitu harus diikuti penambahan petugas, jangan sampai alat seperti oksigen tidak tersedia. Pelayananan kesehatan primer juga terus ditingkatkan perannya dalam penanganan pasien ini," katanya
Situasi itu juga memerlukan keseriusan berbagai otoritas terkait untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 di tataran aktivitas masyarakat sehingga terjadi keseimbangan pada pelayanan di rumah sakit.
Diharapkan situasi tempat tidur rumah sakit yang saat ini penuh, antrean pasien di IGD membludak pasiennya bahkan pasien yang tidak dapat tertolong sampai meninggal dunia, tidak lagi terulang di kemudian hari, demikian Tjandra Yoga Aditama.
"Kita sudah kewalahan. Biasanya Bed Occupancy Rate (BOR) mencapai 50-60 persen. Di Jawa dan Jakarta sudah di atas 90 persen dan dokter juga tumbang karena banyak yang terinfeksi COVID-19," katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 yang saat ini terus berdatangan ke ruang pelayanan darurat rumah sakit membuat penanganan medis terhadap pasien dengan penyakit berat lainnya menjadi tidak tertangani secara maksimal.
Baca juga: Polri cek persediaan tabung oksigen bagi pasien antisipasi kelangkaan
Salah satunya adalah pasien penyakit jantung yang diyakini sebagai'pembunuh nomor satu di dunia. "Saat ini pasien jantung di Indonesia belum terselesaikan dengan baik karena dominasi pasien COVID-19," kata Isman Firdaus.
Hal senada dikemukakan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr Dewi Astrid Lestari, Sp.PD.
"Yang terjadi saat ini rumah sakit umum besar diubah fungsinya 100 persen hanya layani kasus COVID-19," katanya.
Akibatnya, pasien dengan gagal ginjal, diabetes, hipertensi, gangguan jantung, paru, autoimun, kangker dan sebagainya kurang kesempatan untuk mendapat pelayanan optimal, padahal mereka juga masuk dalam kelompok rentan.
Baca juga: Erick Thohir: Tidak mungkin lawan COVID tanpa adanya terapi ke pasien
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, Sp.P (K) mengatakan situasi zona merah COVID-19 di Pulau Jawa dan Provinsi DKI Jakarta telah mengakibatkan antrean pasien di berbagai rumah sakit swasta maupun milik pemerintah.
"Saat ini ada beban pelayanan tinggi akibat COVID-19. Data di berbagai negara belum ada satu pun penanganan pandemi bertumpu pada fasilitas pelayanan kesehatan. Harus ada keseimbangan penanganan melalui upaya menurunkan angka kasus di populasi," katanya.
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan diperlukan penambahan kapasitas rumah sakit, dengan sejumlah pertimbangan.
Baca juga: JK: Plasma konvalesen 90 persen efektif sembuhkan pasien COVID-19
"Hal penting yang perlu dapat perhatian, yaitu harus diikuti penambahan petugas, jangan sampai alat seperti oksigen tidak tersedia. Pelayananan kesehatan primer juga terus ditingkatkan perannya dalam penanganan pasien ini," katanya
Situasi itu juga memerlukan keseriusan berbagai otoritas terkait untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 di tataran aktivitas masyarakat sehingga terjadi keseimbangan pada pelayanan di rumah sakit.
Diharapkan situasi tempat tidur rumah sakit yang saat ini penuh, antrean pasien di IGD membludak pasiennya bahkan pasien yang tidak dapat tertolong sampai meninggal dunia, tidak lagi terulang di kemudian hari, demikian Tjandra Yoga Aditama.