Karantina Pertanian gagalkan penyelundupan orangutan

id Penyelundupan satwa, penyelundupan orangutan,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, info sumsel

Karantina Pertanian gagalkan penyelundupan orangutan

Orangutan sumatera yang diselundupkan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. (ANTARA/HO-Balai Karantina Pertanian)

Bandarlampung (ANTARA) - Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung di Provinsi Lampung menggagalkan penyelundupan dua ekor anak orangutan sumatera di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.

"Senin malam, kami menggagalkan penyelundupan satwa dilindungi yakni dua ekor anak orangutan di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni," ujar Subkoordinator Karantina Hewan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung Akhir Santoso melalui keterangan tertulis, di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengatakan diketahui kedua satwa dilindungi tersebut berasal dari Lubuk Pakam, Sumatera Utara dengan tujuan penyelundupan ke Tangerang, Banten.

"Orangutan sumatera (Pongo abelii) merupakan satwa langka yang harus dilindungi, dan dua ekor anak orangutan ini diperkirakan berusia satu tahun," katanya lagi.

Menurutnya, kedua ekor anak orangutan tersebut diselundupkan menggunakan keranjang buah berukuran kecil dan ditempatkan di bagasi bus.

"Dua ekor anak orangutan berjenis kelamin jantan dan betina ini diduga digunakan untuk praktik jual beli satwa. Saat ini kasus tersebut dalam proses penanganan lebih lanjut," ujarnya lagi.

Dia menjelaskan selain menggagalkan penyelundupan orangutan, terdapat pula sejumlah satwa yang berhasil diamankan yaitu sebanyak 20 ekor burung puyuh tarun-tarun, dan 30 ekor burung madu asal Lampung.

"Satwa tersebut direncanakan akan dibawa menuju DKI Jakarta," katanya pula.

Menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandarlampung Muh Jumadh adanya kegiatan penyelundupan satwa liar dan dilindungi tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan, dengan ancaman pidana paling lama dua tahun, denda maksimal Rp2 miliar.

"Selain UU Nomor 12 Tahun 2019, pelaku juga melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana paling lama lima tahun, serta denda maksimal Rp100 juta. Selanjutnya kami akan komunikasikan kepada BKSDA untuk proses lebih lanjut," katanya lagi.