Ketinggian permukaan air lahan gambut di Sumsel mulai turun

id karhutla sumsel,dishut sumsel,lahan gambut sumsel,karhutla 2020,Dr. syafrul yanuardy dishut,kebakaran hutan,hth sumsel,a,berita sumsel, berita palemba

Ketinggian permukaan air lahan gambut di  Sumsel mulai turun

Arsip- Sejumlah petugas berusaha memadamkan kebakaran lahan (ANTARA News Sumsel/Nova Wahyudi/17)

Palembang (ANTARA) - Ketinggian permukaan air di kawasan lahan gambut beberapa wIlayah di Sumatera Selatan terpantau mulai mengalami penurunan karena curah hujan berkurang, sehingga antisipasi kebakaran hutan dan lahan perlu digencarkan.

Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel, Dr. Syafrul Yunardy, Rabu, mengatakan, penurunan Tinggi Muka Air (TMA) lahan gambut terpantau di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Muara Enim dan Musi Banyuasin.

"Di beberapa daerah lahan gambut memang masih ada yang TMA-nya normal karena masih hujan, namun di sebagian daerah lainnya sudah mulai turun," ujarnya kepada ANTARA.

Baca juga: BRG optimalkan tiga cara restorasi lahan gambut di Sumsel

Baca juga: BRG maksimalkan restorasi gambut di tiga kabupaten Sumsel


Turunnya TMA di bawah 40 centimeter tersebut cenderung lebih lambat jika dibandingkan kondisi tahun lalu karena pada rentang Mei - Juni 2019 lahan gambut bahkan sudah kering, sedangkan saat ini penurunan TMA masih pada kategori lembab.

Kondisi lembab dipengaruhi cuaca hujan selama pancaroba masih berlangsung dengan Hari Tanpa Hujan (HTH) atau jarak waktu antarhujan belum melebihi 10 hari, namun intensitas curahnya mulai berkurang.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016, kata dia, bahwa semua pihak yang mengelola lahan gambut harus menjaga TMA 40 centimeter dari atas tanah maka perusahaan harus melakukan tindakan jika TMA mulai turun di bawah 40 centimeter, terutama ketika HTH lebih dari 10 hari.

Baca juga: Musi Banyuasin rekomendasikan pencabutan izin konsesi PT HBL

Baca juga: Di Sumsel BRG kembangkan demplot tanpa bakar cegah kerusakan dan karhutla


"Kalau terjadi HTH lebih dari 10 hari maka TMA-nya bisa surut sekali, sebab air di lahan gambut terus mengalir ke sungai sementara air yang masuk (dari hujan) tidak ada," tambahnya.

Akibatnya potensi terjadinya karhutla semakin besar jika tidak diantisipasi dengan mengatur TMA (water level management), yakni menutup sekat kanal untuk menahan air keluar agar tetap membasahi lahan gambut.

"Tapi jika airnya masih tidak cukup untuk membasahi lahan gambut, kami menyarankan agar perusahaan itu memompa air dari anak sungai lalu dimasukan ke kanal, intinya lahan harus tetap basah agar karhutla dapat dicegah," kata Dr. Syafrul menjelaskan.

Sementara jika terjadi HTH di atas 10 hari perusahaan juga harus berpatroli untuk memastikan tidak ada titik api di dalam perusahaan, sebab aksi membakar lahan di luar area perusahaan oleh oknum tidak bertanggung jawab kerap berujung ikut terbakarnya lahan gambut milik perusahaan.

Saat ini Dishut Sumsel tengah berada pada status siaga dua karhutla dan telah mengingatkan semua perusahaan di wilayah gambut untuk menyiapkan pasukan serta peralatan pemadam karhutla.

Lalu pada akhir Juli 2020 status akan meningkat ke siaga satu karena penurunan TMA diperkirakan semakin turun dan meluas.
Baca juga: BRG fasilitasi restorasi 656.884 ha gambut di Sumsel

Baca juga: Tim BRG panen padi hitam lahan gambut Banyuasin