Kupang (ANTARA) - "Sudah jatuh tertimpa tangga pula". Mungkin ini adalah ungkapan yang pantas diberikan kepada Fortunatus Roland Lamanepa (20) seorang mahasiswa di Kota Kupang..
Roland sapaan akrab mahasiswa ini kini berada di semester III Program Studi Teknologi Budidaya Perikanan, Jurusana Perikanan Kelautan Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
Selama wabah COVID-19 melanda Indonesia khususnya Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, seluruh aktivitas kuliah dilakukan secara daring melalui handphone atau laptop yang dihubungkan ke jaringan internet.
Namun, sayang selama masa kuliah daring itu ia hanya mampu meminjam gawai (handphone) tetangganya secara bergantian agar bisa mengikuti mata kuliah yang diberikan oleh para dosennya di universitas itu.
Tetapi walaupun sudah mendapat pinjaman gawai dari tetangga atau rekan-rekannya yang mau membantu, ia diminta untuk mengisi paket internet sendiri.
"Saya sudah lama tidak punya gawai. Handphone saya sudah rusak sebelum adanya wabah COVID-19 ini, jadi saya terpaksa pinjam ke teman-teman atau ke tetangga yang mau kasih,"cerita dia.
Namun, semuanya tak berjalan lancar. Pasalnya sudah sejak pekan lalu, Rolanda sudah tidak lagi mengikuti kuliah secara daring karena tak memiliki uang untuk bisa mengisi pulsa data, apalagi untuk memperbaiki gawainya yang rusak.
Keluarga
Roland sendiri mempunyai niat untuk kredit gawai, namun kehidupan keluarganya sangat memprihatinkan. Ayahnya hanyalah seorang buruh dan tak memiliki pekerjaan tetap.
Di samping itu juga ayahnya sudah dua tahun menderita sakit diabetes yang menyebabkan kaki kanan sang ayah luka dan bengkak serta sulit disembuhkan.
Sementara itu sang ibu, Rofina Nage sudah meninggal dunia sejak tahun 2011 lalu saat masih aktif menjadi guru di SMPN 1 Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
"Ibu sudah meninggal sejak tahun 2011. Kini tinggal saya dan ayah saja yang tinggal di rumah ini," kata Roland sambil tertunduk.
Setelah ibunya meninggal, Roland dan ayahnya pada tahun 2014 lalu hijrah ke Kota Kupang untuk mencari pekerja. Ayahnya bekerja lepas mengumpulkan uang agar Roland bisa sekolah dan akhirnya masuk ke perguruan tinggi pada tahun 2019.
Roland sendiri tinggal bersama ayahnya yang bernama Aloysius Lamanepa (58) di lahan kosong di RT 13/RW 08 Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Keduanya menempati rumah semipermanen yang dibuat berpetak-petak menjadi tiga kamar.
"Ayah sudah tidak bekerja lagi sejak tahun 2018 karena pada tahun itu sudah mulai terkena luka dan tak bisa banyak bergerak lagi karena semakin parah lukanya," tuturnya.
Uang pensiunan Ibu.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Roland dan ayahnya hanya mengandalkan uang pensiun sang ibu yang diterima setiap bulan Rp1,6 juta.
"Dari uang itu, Rp600 ribu dipakai untuk kredit sepeda motor karena jarak kampus dan rumah cukup jauh," ceritanya.
Terkadang mereka (Roland dan ayahnya, red) mendapat bantuan dari tetangga untuk makan sehari-hari. Tetangga pun rutin membantu Aloysius Lamanepa untuk ke rumah sakit mengobati sakit diabetes yang dialaminya.
Roland sempat cemas karena sudah berapa kali tidak mengikuti perkuliahan daring dan sebentar lagi memasuki ujian semester.
Ayah Roland yang hanya bisa duduk di kursi mengatakan bawa ingin sekali membeli gawai baru buat anaknya, tetapi uang yang ada tak cukup. Dia juga mengaku kasihan dengan nasib anaknya, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Saat ini kami mengandalkan jagung untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Aloysius Lamanepa.
Bantuan dari Polisi
Belakangan, kondisi Roland didengar orang lain dan juga anggota polisi di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur.
Aipda Muhammad Aris dan adiknya Bripka Abdul Asis pun iba dengan kondisi yang dialami Roland. Pada Senin (11/5) Bripka Abdul Asis pun mendatangi kediaman Roland dan Ayahnya di Penfui.
Ia mendengarkan curahan hati dari Aloysius soal kehidupan mereka sehari-hari setelah ditinggal sang istri dan setelah ia menderita sakit diabetes.
Air mata perlahan-lahan jatuh dari pelupuk mata Aloysius saat ia menceritakan kondisinya dan anaknya. Tanggisannya menjadi-jadi setelah mengetahui kedatangan Abdul Asis ke kediaman itu untuk menyerahkan satu unit gawai android beserta paket data untuk Roland.
Bripka Abdul Asis sendiri datang mewakili kakaknya, Aipda Muhammad Aris. Aipda Muhammad Aris menitipkan gawai plus menyumbangkan uang untuk paket data untuk Roland.
Bripka Abdul Asis pun menitipkan uang untuk pengobatan luka pada kaki Aloysius Lamanepa.
"Semoga bantuan ini membantu kelancaran kuliah Roland dan gawai dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan kuliah," ujar Bripka Abdul Asis saat menyerahkan gawai dan uang.
Aloysius Lamanepa terharu dengan bantuan tersebut. Ia tak kuasa menahan tangis saat menerima bantuan tersebut karena bisa memperlancar proses kuliah anaknya.
"Saya akan selalu ingatkan anak saya supaya menggunakan gawai untuk kegiatan kuliah," ujarnya sambil terisak.
Seperti ucapan bijak, siapa yang selalu berusaha selalu ada jalan keluarnya. Roland mungkin tidak sendiri, banyak Roland, Roland lain yang bernasib sama, terkendala dengan teknologi dan juga dana untuk tetap dapat belajar di masa pandemi COVID-19 yang melanda dunia, juga kota-kota dan kabupaten di Indonesia.*