Nelayan inginkan jaminan keselamatan melaut di Natuna
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, nelayan memerlukan jaminan keselamatan untuk melaut di kawasan perairan Natuna sehingga hal tersebut perlu direncanakan matang oleh berbagai pihak terkait.
"Di Kabupaten Natuna, nelayan memerlukan jaminan keamanan dan keselamatan selama melaut," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ujar dia, sebaiknya dapat segera disusun Rencana Pengelolaan Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan-Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 711 yang mencakup Natuna.
Sembari menunggu kesiapan dokumen tersebut, lanjutnya, maka pemerintah dinilai perlu memprioritaskan nelayan lokal untuk memanfaatkan sumber daya ikan di perairan nasional tersebut.
Di samping itu, Abdul Halim juga mengingatkan bahwa nelayan perlu untuk dihubungkan usaha perikanannya secara terintegrasi dan komprehensif atau menyeluruh yaitu dari aspek hulu ke hilir.
Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menginginkan perizinan terhadap nelayan yang ingin melaut di kawasan perairan nasional, termasuk di Natuna dapat dipermudah, dalam rangka meningkatkan pemberdayaan sumber daya perikanan Nusantara.
Ono Surono mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), sehingga diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.
KKP telah mempercepat proses perizinan dalam rangka mendorong semakin banyak nelayan yang dapat melaut termasuk ke kawasan perairan nasional seperti Laut Natuna guna menjaga kedaulatan NKRI.
"Kini mekanisme alur perizinan perikanan tangkap menjadi lebih sederhana," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M. Zulficar Mochtar.
Menurut Zulficar, prosesnya menjadi lebih efektif dan efisien bagi pemerintah maupun pelaku usaha. Hal itu, ujar dia, sejalan dengan visi dan misi Presiden Jokowi dalam hal percepatan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan reformasi pelayanan publik.
Ia berpendapat, pelayanan perizinan Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (SILAT) yang diluncurkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mendapat respon positif dari masyarakat.
"Di Kabupaten Natuna, nelayan memerlukan jaminan keamanan dan keselamatan selama melaut," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ujar dia, sebaiknya dapat segera disusun Rencana Pengelolaan Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan-Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 711 yang mencakup Natuna.
Sembari menunggu kesiapan dokumen tersebut, lanjutnya, maka pemerintah dinilai perlu memprioritaskan nelayan lokal untuk memanfaatkan sumber daya ikan di perairan nasional tersebut.
Di samping itu, Abdul Halim juga mengingatkan bahwa nelayan perlu untuk dihubungkan usaha perikanannya secara terintegrasi dan komprehensif atau menyeluruh yaitu dari aspek hulu ke hilir.
Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menginginkan perizinan terhadap nelayan yang ingin melaut di kawasan perairan nasional, termasuk di Natuna dapat dipermudah, dalam rangka meningkatkan pemberdayaan sumber daya perikanan Nusantara.
Ono Surono mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), sehingga diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.
KKP telah mempercepat proses perizinan dalam rangka mendorong semakin banyak nelayan yang dapat melaut termasuk ke kawasan perairan nasional seperti Laut Natuna guna menjaga kedaulatan NKRI.
"Kini mekanisme alur perizinan perikanan tangkap menjadi lebih sederhana," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M. Zulficar Mochtar.
Menurut Zulficar, prosesnya menjadi lebih efektif dan efisien bagi pemerintah maupun pelaku usaha. Hal itu, ujar dia, sejalan dengan visi dan misi Presiden Jokowi dalam hal percepatan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan reformasi pelayanan publik.
Ia berpendapat, pelayanan perizinan Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (SILAT) yang diluncurkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mendapat respon positif dari masyarakat.