Menperin: Kontribusi industri di atas rata-rata dunia

id Airlangga Hartarto,kontribusi industri,perusahaan China,berita sumsel,berita palembang,antara sumsel,antara ,Belt and Road,Menteri Perindustrian

Menperin: Kontribusi industri di atas rata-rata dunia

Airlangga Hartarto. (ANTARA /Puspa Perwitasari)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan kontribusi industri Indonesia terhadap ekonomi nasional, termasuk di atas rata-rata negara lain di dunia.

Ia mengatakan saat ini terjadi norma baru dalam kontribusi industri terhadap produk domestik bruto (PDB). Di tingkat dunia, sudah tidak ada lagi sumbangan sektor manufaktur kepada ekonomi negara yang mencapai 30 persen.

"Jadi, ini ada realitas baru, kita tidak bisa menyamakan konteks sekarang pada paradigma ekonomi yang lalu," kata Menperin sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurutnya, ketika membandingkan kontribusi industri pada tahun 2001 dengan era saat ini, tentunya berbeda.

"Meski waktu itu kontribusi industri hampir 30 persen, dan kita hampir 'take off', tetapi berhenti karena krisis ekonomi yang dipicu oleh keuangan. Cukup panjang dampaknya. Selain itu, kita dininabobokan oleh 'commodity booming'. Pada pasca-2014, baru kita revitalisasi lagi sektor manufakur," paparnya.

Menperin memperlihatkan data Bank Dunia tahun 2017, bahwa saat ini negara-negara industri di dunia, kontribusi sektor manufakturnya terhadap perekonomian rata-rata sekitar 17 persen.

Namun, ada lima negara yang sektor industri manufakturnya mampu menyumbang di atas rata-rata tersebut, yakni China (28,8 persen), Korea Selatan (27 persen), Jepang (21 persen), Jerman (20,6 persen), dan Indonesia (20,5 persen).

"Kalau merujuk data tersebut, saat ini tidak ada negara di dunia yang bisa mencapai di atas 30 persen," ujarnya.

Sementara itu, negara-negara dengan kontribusi industrinya di bawah rata-rata 17 persen, antara lain Meksiko, India, Italia, Spanyol, Amerika Srikat, Rusia, Brasil, Perancis, Kanada dan Inggris.

"Bahkan, sekarang pertumbuhan ekonomi global tidak lagi dua digit. Di China saja 'single digit'. Namun, Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN, ekonominya sudah masuk dalam klub 1 triliun dolar AS, atau sepertiga dari ekonomi ASEAN," imbuhnya.

Sementara, jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia mampu mencapai 5,2 persen atau di atas rata-rata perolehan ASEAN sebesar 5,1 persen. Artinya, Indonesia berperan penting dalam memacu perekonomian di ASEAN.

Menperin menambahkan, ASEAN merupakan mesin kedua terbesar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dunia, setelah kontribusi dari China. Kawasan Asia Tenggara yang memiliki lebih dari 500 juta jiwa penduduk ini, dinilai menjadi pasar potensial dalam membangun basis produksi manufaktur.

"Dengan adanya perang dagang antara China dan Amerika Serikat, Indonesia juga diuntungkan. Pertama, investasi di antara kedua negara itu meminta negara lain untuk ikut berpartisipasi, termasuk Indonesia, tuturnya.

Selain itu, adanya rencana relokasi perusahaan China ke Indonesia untuk menghindari tarif akibat perang dagang tersebut. Kemudian, kebijakan "Belt and Road" dari China, juga menguntungkan bagi Indonesia. Sejumlah investor dari Negeri Tirai Bambu itu membidik Indonesia menjadi salah negara tujuan utama untuk ekspansi.

Melihat kondisi tersebut, menurut Airlangga, saatnya Indonesia membangkitkan kembali sektor industri sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini fokus menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memudahkan berbagai perizinan usaha.