Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Kemarau yang melanda sejumlah daerah di Indonesia tak pelak memunculkan kekhawatiran pemerintah dan masyarakat apakah produksi pertanian, khususnya padi, terganggu.
Terganggunya produksi pertanian sebagai bahan kebutuhan pokok masyarakat jika tak diantisipasi sejak awal dikhawatirkan tidak saja memicu inflasi akan tetapi juga gejolak sosial.
Presiden Joko Widodo pada 3 Agustus 2018 di Istana Kepresidenan Jakarta memanggil para menteri dan Bulog untuk mengecek kesiapan pangan dalam menghadapi musim kemarau.
Para menteri yang dipanggil Presiden adalah Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri BUMN Rini Sumarno, dan Kepala Bulog Budi Waseso.
Kemarau tahun ini memang agak kering, bahkan ekstrem sehingga Presiden merasa perlu mengecek kesiapan pangan secara nasional, terutama pangan beras.
Pemerintah memantau pada beberapa hari terakhir harga beberapa pangan sedikit naik, sehingga Presiden memanggil para menterinya sebelum kenaikannya tinggi.
Bersyukur dari semua angka yang diterangkan Dirut Perum Bulog dan Menteri Pertanian kesiapan pangan secara nasiponal masih aman.
Bahkan, Menko Perekonomian Darmin Nasution memastikan hingga akhir tahun, bahkan hingga panen raya tahun depan, pasokan beras dalam negeri masih aman.
Pemerintah memastikan jika terjadi lonjakan harga di pasar akan dilakukan operasi pasar sehingga harga kembali ditekan. Dipastikan pula tidak ada impor beras lagi dalam menghadapi musim kering ini karena stok beras Bulog hingga saat ini mencapai lebih dua juta ton.
Dirut Perum Bulog Budi Waseso mengatakan pihaknya telah menyiapkan barang dan kesiapan dalam menghadapi kekeringan.
Dia mengklaim Bulog dari awal telah menyerap di pasar, sampai sekarang dalam kondisi yang banyak di gudang, terutama di Jawa.
Bahkan, Budi Waseso menjelaskan bahwa gudang-gudang milik Bulog di wilayah-wilayah penyerapannnya bagus, sehingga gudangnya hampir penuh.
"Artinya kita siap menghadapi musim kemarau ini. Yang sekarang lebih dua juta ton, hampir 2,200 juta ton stok beras kita, apalagi di pasar beras juga masih cukup dan kita sebagai cadangan," kata Budi Waseso.
Langkah Strategis
Kementerian Pertanian melakukan langkah strategis untuk mengantisipasi puncak musim kemarau yang berdasarkan perkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada Agustus dan September 2018.
Sejumlah langkah antisipatif yang sudah dilakukan Kementan diyakini akan mampu menjaga produksi pertanian, khususnya padi.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan langkah strategis yang dilakukan memerintahkan seluruh pejabat Kementan bersama sama turun ke lapangan untuk membantu petani langsung di lahan sawah dan mencari sumber air serta mempertahankan pertanaman satu juta hektare pada Agustus ini agar tetap panen.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto mengatakan sejumlah langkah komprehensif sudah dilakukan, antara lain percepatan tanam pada daerah yang belum mengalami kekeringan, penggunaan bibit padi khusus untuk lahan kering, serta penerapan teknologi dan mekanisasi untuk penyediaan air.
Secara kelembagaan Kementan juga meningkatkan sosialisasi dan koordinasi kepada seluruh pemangku kepentingan di setiap daerah.
Secara umum, musim kekeringan seharusnya tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Karena justru banyak peluang dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jika dikelola dengan baik.
Salah satunya adalah kesempatan untuk memanfaatkan areal pertanaman di rawa. Rawa yang semula tinggi muka air satu meter, pada musim kering turun menjadi 20-30 cm, sehingga menjadi peluang untuk wilayah tanam baru.
Selain itu, musim kemarau bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin karena hasil panen lebih bagus, hama lebih sedikit, sinar matahari cukup baik untuk fotosintesis, dan kualitas gabah lebih baik.
Sikap positif Kementan juga didukung dengan data luas pertanaman pertanaman tahun ini yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan Oktober-Juli 2016/2017, pertanaman di bulan yang sama Tahun 2017/2018 ini surplus 738.524 hektare.
Selain itu, luas petanaman pada Juni sebagai awal kemarau 2018 mencapai 984.234 hektare, juga masih lebih baik dibandingkan dengan pada bulan yang sama tahun lalu, yakni seluas 933.390 hektare.
Peningkatan ini penting karena di beberapa tempat yang menurut BMKG mengalami kemunduran musim kemarau, Kementan berkomitmen melakukan percepatan tanam padi, terutama yang masih bisa memanfaatkan hujan.
Di beberapa wilayah yang memang sudah mengalami kekeringan, Kementan sudah melakukan langkah-langkah dengan memanfaatkan hasil inovasi petanian yang cocok untuk dilakukan pada musim kering.
Salah satu contoh pertanaman lahan kering yang sudah dimulai adalah di lokasi petani binaan, Poktan Berkarya, di Kelurahan Lobusona, Kecamatan Rantau Selatan, Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bambang Sugiharto menjelaskan pihaknya telah mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul khusus lahan kering yakni Inpari 32.
Wilayah Labuhan Batu menargetkan 10.000 hektare perluasan areal tanam baru padi lahan kering selesai tanam September 2018. Langkah ini untuk tetap menjaga produksi padi di daerah Sumatera Utara yang selama ini sentra beras.
Lokasi bantuan Kementan untuk lahan kering di Sumatera Utara meliputi luas 124.701 hektare. Wilayah yang mempunyai potensi besar pertanaman padi lahan kering di Sumatera berada di Madina, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Labuhan Batu Utara.
Secara nasional, penanaman padi di lahan kering ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga produksi padi nasional.
Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menargetkan penanaman padi gogo di lahan kering seluas satu juta hektare.
Kementan juga sudah melakukan koordinasi masif di setiap daerah agar langkah antisipasi menghadapi kemarau berjalan optimal, yakni dengan mengerahkan babinsa, Dinas Pertanian, kodim, tim upaya khusus (upsus), dan kantor cabang dinas.
Selain itu, upaya pengamanan lahan bekerja sama dengan TNI agar hambatan di lapangan bisa diatasi.
Semua pihak memang harus optimistis bahwa kekeringan bukan halangan tetapi peluang sehingga pemetaan, pendataan, hingga penerapan langkah antisipatif bisa optimal. (T.A025)