Sistem navigasi penerbangan digital dikembangkan

id navigasi, penerbangan, pesawat, digital

Sistem navigasi penerbangan digital dikembangkan

Ilustrasi---Manuver Jupiter Aerobatic Team Pesawat Jupiter Aerobatic Team (JAT) melakukan manuver Oblique di langit Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang Palembang,Sumsel, Rabu (15/3). (Antarasumsel.com/Feny Selly/Ag/17)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Direktorat Navigasi Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Otoritas Penerbangan Swedia bekerja sama mengembangkan sistem navigasi penerbanngan digital.

Direktur Navigasi Penerbangan Yudhi Sari Sitompul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, mengatakan perlunya pengembangan sistem navigasi penerbangan Indonesia ke arah digital, dilatarbelakangi semakin meningkatnya pergerakan atau trafik lalu lintas penerbangan di Indonesia dengan sebaran yang beragam.

Salah satu indikatornya adalah dimasukkannya Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai satu dari 20 bandara tersibuk lalu lintas penerbangannya di dunia pada periode 2010-2015 oleh Airport Council International (ACI).

"Kami dari Direktorat Navigasi Penerbangan menyambut baik kerja sama dari Pemerintah Swedia ini. Karena kami memiliki lebih dari 250 bandara mulai dari yang kecil hingga besar yang perlu dikembangkan dukungan teknologi sistem navigasi penerbangannya. Hal ini untuk mendukung keselamatan, kelancaran dan kenyamanan penerbangan serta efisiensi operasional bandara di Indonesia," ujar Yudhi Sari.

Menurut dia, biaya operasional navigasi penerbangan mencapai 30-40 dari biaya operasional bandara.

Jika sistem operasional navigasi penerbangan dilakukan dengan sistem teknologi  digital modern, lanjut dia akan mampu menurunkan biaya navigasi penerbangan sehingga operasional bandara lebih efisien.

"Swedia telah mengembangkan  teknologi remote tower  ATS dan sudah diujicobakan di beberapa bandara. Jadi Swedia mempunyai pengalaman dalam implementasi remote tower ini. Kita bisa belajar dan saling berbagi pengalaman dengan Swedia," katanya.

Yudhisari berharap dari workshop hari ini, Ditnavpen bersama dengan operator atau AirNav Indonesia dapat menyusun suatu konsep kedepan dan mengetahui seberapa mungkin mengaplikasikan atau menganalisa untung dan ruginya model remote tower ATC bila diterapkan di Indonesia. 
   Saat ini Organisasi Penerbangan Internasional (ICAO) terus membut lokakarya terkait praktik rekomendasi dan standar di bidang "remote aircraft" (drone) dan juga remote ATS, termasuk di dalamnya terkait remote tower ATC.

Selain Swedia, beberapa negara yang  telah melakukan uji coba teknologi "remote tower" ini dengan sukses adalah Australia, Amerika Serikat, Belanda, Norwegia dan Irlandia.