Kelompok miskin rentan adiksi rokok

id Ruddy Gobel, TNP2K, adiksi, rokok, miskin, rakyat, bps, Badan Pusat Statistik

Kelompok miskin rentan adiksi rokok

Ilustrasi- Rokok (Antarasumsel.com/REUTERS/Christian Hartmann)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ruddy Gobel mengatakan masyarakat miskin menjadi kelompok rentan terhadap adiksi rokok.

"Bicara keterjangkauan terhadap rokok, persoalan yang paling mendasar adalah masyarakat miskin sebagai kelompok rentan. Tingkat pengeluaran untuk membeli rokok dan prevalensi merokok pada masyarakat miskin cenderung meningkat," kata Ruddy dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu.

Hal itu berkebalikan dengan kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan lebih atau orang kaya.

Menurut Ruddy, pengeluaran untuk membeli rokok dan prevalensi merokok pada masyarakat dengan penghasilan lebih atau orang kaya justru cenderung menurun.

Permasalahan adiksi rokok pada kelompok masyarakat miskin adalah mereka rela menggantikan komoditas primer dengan rokok.

Hal itu terlihat pada survei Badan Pusat Statistik (BPS) selama beberapa tahun yang menunjukkan pembelanjaan untuk tembakau pada masyarakat termiskin menempati urutan kedua setelah beras.

"Pengeluaran untuk membeli rokok pada masyarakat termiskin tiga kali lebih besar daripada untuk membeli telur dan lima kali untuk biaya pendidikan anak," tuturnya.

Oleh karena itu, Ruddy berharap koreksi terhadap harga rokok di Indonesia yang dinilai sangat murah sehingga bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat miskin, bahkan anak-anak, bisa dipertimbangkan.

"Meskipun harga hanya satu variabel dalam perilaku merokok masyarakat. Tentu ada variabel lain yang juga perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Ruddy mengatakan permasalahan rokok di Indonesia bukan semata masalah kesehatan. Ada juga faktor kebiasaan di masyarakat yang mendukung perilaku merokok, selain tentu saja faktor adiksi yang membuat seorang perokok sulit untuk berhenti merokok.

"Bagi kelompok miskin, seringkali rokok menjadi kompensasi bagi kesulitan hidup mereka. Beberapa perokok yang saya temui sebenarnya menyadari bahaya rokok, tetapi mereka terjebak pada adiksi. Karena itu, saya harapkan harga rokok bisa dibuat mahal sehingga mereka tidak mampu membeli," katanya.